Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tetralogi Buru Pramoedya A. Toer (3): Subaltern pada Novel "Jejak Langkah"

6 Januari 2022   08:41 Diperbarui: 6 Januari 2022   08:44 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tetralogi Buru Pramoedya A. Toer (3): Subaltern pada Novel 'Jejak Langkah'

Jejak Langkah (JL) merupakan rangkaian ketiga dari novel Tetralogi Buru karangan Paramoedya Ananta Toer. Jejak Langkah menceritakan kehidupan Minke dalam perjuangannya melawan kolonialisme dan terfokus pada masalah keseimbangan pemikiran antara kaum pribumi dengan kaum kolonial.  Keberhasilan Minke dalam mencapai tujuannnya tidak terlepas dari peran kaum perempuan yang selalu mendukung dan memotivasinya. 

Antara kaum laki-laki dan perempuan merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan memiliki peranan masing-masing. Bahkan keduanya merupakan simbiosis mutualisme, yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Kehidupan laki-laki tidak akan pernah berhasil jika tidak ada peran perempuan di belakngnya, begitu pula dengan kaum perempuan yang tidak bisa terlepas dari kaum laki-laki pada keadaan tertentu.

Setelah peran Annelis dalam kehidupan Minke yang memeperkenalknanya pada dunia nyata mengenai kolonialisme, Minke pun memiliki perempuan-perempuan lain sebagai penyokong keberhasilan hidupnya. Kaum perempuan selalu mendominasi cinta dan kasih sayangnya untuk membantu menguatkan eksistensi kaum laki-laki. Kaum perempuan telah dikodratkan sebagai seorang ibu yang selalu melindungi setiap manusia, baik terhadap perempuan maupun laki-laki. Bachofen mengatakan bahwa:

"Di masa mudanya, perempuan lebih dahulu belajar menebarkan cinta dan kasih sayang terhadap makhluk lain ketimbang laki-laki. Dan melampaui batas-batas ego, dan menggunakan kelebihan yang dimilikinya untuk melindungi dan memperbaiki eksistensi orang lain. Perempuan, pada tahap ini, merupakan khazanah dari setiap kebudayaan, dari sebuah kebaikan, dari seluruh pemujaan, dari segenap perhatian terhadap kehidupan dan rasa duka cita terhadap kematian."  

Sifat femininitas perempuan telah menjadi kekuatan untuk melindungi dan membantu kehidupan orang lain. Cinta dan kasih sayang seorang perempuan yang tulus mendorong orang lain untuk dapat mengatur dan menjalankan kehidupan dengan baik. Kaum perempuan yang lebih dominan dalam berperasaan dijadikan satu kekuatan untuk mendisiplinkan dan menata nasibnya sendiri dan nasib orang lain secara teliti. 

Dengan demikian, sifat femininitas perempuan yang stereotip bukanlah sebuah kekurangan yang dapat melemahkan posisi perempuan, tetapi dengan femininnya tersebut kaum perempuan dapat berperan dalam menguatkan posisi laki-laki. Kaum laki-laki tidak bisa hidup tanpa ada campur tangan kaum perempuan, kemungkinan besar begitu pula sebaliknya, kaum perempuan pun tidak bisa terlepas dari kaum laki-laki dalam menguatkan posisi dan eksistensinya.

Pramoedya pada novel JL memunculkan beberapa perempuan yang menjadi pengaruh dan motivator kehidupan Minke. Ang San Mei sebagai salah satu perempuan Asia yang telah menempati ruang domestik dalam kehidupan Minke. Perempuan Tionghoa yang berani mengambil resiko mengembara ke wilayah Hindia untuk memperjuangkan bangsanya dari pemberontakan pihak-pihak tertentu yang ingin mengahancurkannya. 

Mei telah menjadi istri kedua Minke pengganti Annelis. Sementara tokoh perempuan lain bernama Prinses Van Kasiruta sebagai perempuan pribumi dari golongan priyayi ditempatkan Pram sebagai isteri ketiga Minke setelah Mei meninggal dunia. Prinses Van Kasiruta menjadi saksi keberhasilan Minke dalam menggapai impiannya menjadi pemuda pribumi yang menjadi pelopor organisasi dan pemimpin sebuah surat kabar. Prinses pun dinarasikan sebagai perempuan yang sangat melindungi eksistensi Minke dalam perlawanannya terhadap kolonialisme. 

Deny Lombard mengatakan bahwa perempuan Indonesia memegang peranan penting yang sangat menonjol, bahkan kedudukannnya jauh lebih tinggi daripada perempuan pada masyarakat Asia lainnya. Kekuasaan kaum perempuan pribumi, sekalipun di belakang layar, tetap ampuh dan bersumber pokok pada kelompok perkumpulan mereka. 

Rogers menambahkan bahwa dalam kultur Jawa sendiri dominasi laki-laki pada akhirnya hanya berhenti pada ideologi. Ketika dihadapkan dengan kenyataan maka dominasi laki-laki hanya sebatas wacana dan menjadi mitos. Sebaliknya, dominasi perempuan adalah dominasi nyata dan praktis yang lebih memperlihatkan kuasa yang hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun