Mohon tunggu...
Deni Kusuma
Deni Kusuma Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Jurusan Ilmu Sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Bangsa Beradab; Sebuah Refleksi Perjuangan Tirtoadisurdjo Melalui Tulisan

25 Desember 2014   05:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:30 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menuju Bangsa Beradab;
Sebuah Refleksi Perjuangan Tirtoadisurdjo Melalui Tulisan

Feodalisme tidak hanya dipraktekan oleh orang-orang Belanda, tapi golongan para priyai dari pribumi pun mempraktekan isme tersebut. Praktek feodal di kalangan priyai itu merupakan sebuah cara mereka untuk mempertahankan status sosial mereka di masyarakat. Kemewahan dan kekayaan mereka didapat dari Belanda yang kemudian diharuskan adanya timbal balik untuk membela kepentingan Belanda. Oleh karena itu dalam hal ini priyai berposisi sebagai orang-orang yang membantu segala urusan Belanda dalam memepertahankan dirinya di Indonesia. Kedekatan mereka kepada Belanda menjadi sosok yang disegani oleh masyarakat, tapi dalam sisi lain mereka tidak disukai karena melakukan tindakan kepada masyarakat sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda. Tidak mau bergaul dengan masyarakat karena gengsi atas pangkat jabatan yang mereka miliki. Ambtenaren Belanda sendiri dalam hal ini juga memperbudak para priyai dengan menyuruh mereka menaati aturan-aturan yang dibuat oleh mereka dan mempersempit langkah priyai untuk menjalin interaksi sosial secara terbuka dengan masyarakat. Para priyai menjadi tidak sadar dengan cara seperti ini, karena Belanda dalam hal ini membayar mereka lebih besar dari pada rakyat pribumi. Mungkin para priyai tidak sadar pula bahwa kekayaan yang dia berikan itu juga hasil dari jerih payah rakyat jelata di sekitarnya. Dalam hal ini priyai menjembatani proyeksi Belanda dalam menciptakan feodalisme di Bumiputra.

Untuk mengembangkan feodalisme tersebut, Belanda melakukan penutupan pola pikir rakyat pribumi dengan cara memberikan pekerjaan-pekerjaan berat. Ketika pekerjaan-pekerjaan tersebut mengekang maka pusat idealisme masyarakat menjadi terkubur. Ini merupakan konsepsi Belanda untuk merendahkan derajat pribumi dengan cara mengkomersialkan semua kebutuhan pribumi dengan harga yang mahal. Para priyai diberi kesempatan mempelajari budaya Belanda semata-mata untuk kepentingan mereka. Mereka disekolahkan dan diberi pendidikan segala sesuatu yang dinisbatkan pada ‘keberadaban’ untuk merubah paradigma mereka bahwa Belanda adalah manusia yang beradab dan harus dihormati. Kemampuan mereka dalam membaca dan menulis pun juga diproyeksikan untuk kepentingan Belanda, sehingga ini hanya akan memperketat praktek feodalisme saat itu.

Kehidupan manusia akan selalu berputar layaknya sebuah roda. Namun perputaran sebuah roda dapat terhenti dengan adanya cakram yang melekat pada porosnya. Roda akan berputar ketika cakram tidak direkatkan dan roda itu akan berputar kembali setelah cakram direnggangkan. Sekitar tahun 1900-an Belanda mulai mendapatkan pertentangan dari pribumi. Anak-anak priyai yang mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan Belanda ternyata memihak kepada rakyat jelata. Budaya Eropa yang pada saat itu tidak diketahui oleh pribumi kemudian dikaji oleh anak-anak tersebut sehingga menghasilkan sebuah ide gagasan cemerlang. Budaya Eropa yang menjunjung tinggi kemanusiaan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di Indonesia. Tirto Adi Surdjo [1880-1918] seorang peranakan priyai kejawaan menjadi sebuah harapan Bumiputra untuk menemukan kemerdekaannya. Pergolakan tidak hanya terjadi dengan Abmtenaren akan tetapi juga terjadi pada ayahnya yang berpihak pada Belanda. Ilmu pengetahuan yang didapat dari HBS [Hogere Burger School] dan STOVIA [School Tot Opleiding Van Inlandse Artsen ] itu kemudian menjadikan Tirto memiliki tekad yang kuat untuk memperjuangkan kemerdekaan. Tekad tersebut juga didukung oleh E. Douwes Dekker dalam ide-gagasannya yang dengan jujur mengatakan bahwa perlakuan Belanda terhadap Indonesia itulah yang tidak beradab. Wujud kekagumannya pada gagasan-gagasan Multatuli tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan hingga kemudian terbaca oleh Belanda. Tindakan Tirto tersebut mengundang kemarahan Belanda yang kemudian membuat malu ayahnya sendiri. Akan tetapi ayahnya menjadi berpihak kepada anaknya setelah menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu adalah suatu kebenaran. Kebudayaan Belanda yang diadopsi oleh Tirto itu kemudian dijadikan arus balik untuk mempertanyakan kembali keberadaban Belanda. Menulis menjadi salah satu cara cepat yang dilakukan oleh Tirto untuk menyentil pandangan-pandangan Belanda terhadap pribumi. Pada saat itu tulisan memang menjadi suatu hal dipertaruhkan, meskipun hanya orang-orang Belanda dan para priyai saja yang dapat leluasa mengakses tulisan. Tirto dalam hal ini sebagai seorang yang berupaya menempatkan diri sebagai penulis, agar ide gagasannya dibaca oleh Belanda dan menarik perhatian mereka. Apa yang dilakukannya itu kemudian berhasil sampai kemudian dia menjadi orang penting dalam draf Belanda. Hukum Belanda terhadap pribumi yang diskriminatif tidak bisa terelakan. Tirto kemudian berusaha melawan arus tersebut dengan cara memperbanyak menuangkan ide gagasannya. Kali ini dia melibatkan rakyat biasa untuk membaca dan menulis. Ia berhasil membuka pikiran pribumi yang kemudian mereka juga leluasa membaca dan menulis. Banyaknya tulisan yang ingin diapresiasi, Tirto kemudian membangun surat kabar Medan Prijaji. Dengan adanya surat kabar tersebut tersebut gagasan Tirto kemudian meluas dan dapat diakses oleh rakyat. Belanda tidak tinggal diam dengan ulah Tirto. Banyak cara dilakukan untuk menghalau pergerakan Tirto, akan tetapi karena keberhasilannya dalam mengambil simpati rakyat dia mendapatkan banyak dukungan untuk menembus benteng feodal. Berangkat dari penerbitan itu, Tirto kemudian membentuk oraganisasi, bermula dari Jamiatul Khoir yang tidak resmi sampai Sarekat Dagang Islamiyah. Belanda dalam hal ini juga membuat oragnisasi-organisasi bandingan untuk menghadang pergerakan Tirto, Budi Oetomo salah satunya yang artinya mirip dengan Jamiatul Khair. Pada rentang waktu 1905-1912-an dipenuhi dengan pergolakan antara Belanda dan Pribumi. Dari tahun 1903-1910 dia berhasil membuat dua surat kabar; Soenda Berita-dicetak dicianjur dan Medan Prijaji di Batavia. Perkembangan setelah itu kemudian mengantarkan pribumi Indonesia menuju persatuan. Semakin banyaknya rakyat pribumi yang bisa membaca maka akan semakin tahu jati diri. Semakin banyaknya rakyat menulis tentang keberadaban akan semakin memperkuat persatuan Bumiputra. Ketika rakyat Bumiputra berhasil menuliskan ide gagasan pokok tentang manusia yang beradab maka disanalah Bumiputra kemudian sadar bahwa namanya harus segara diganti menjadi Indonesia yang bersatu dalam tanah air, bangsa dan bahasa yang kemudian terealisasikan dalam sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Bersama sumpah pemuda Bumiputra memudakan kembali tanah air yang renta bekas Belanda menjadi Indonesia. Bersama sumpah pemuda Bumiputra memudakan kembali bangsa yang kolot bekas Belanda menjadi bangsa Indonesia yang beradab. Bersama sumpah pemuda Bumiputra memudakan kembali bahasa yang terpecah belah menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Oleh Deni Kusuma. Mahasiswa jurusan Ilmu Sejarah. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada.

Daftar Pustaka

Ali. Moh. R. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia.Yogyakarta; LKIS

Ricklefs. M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta; Serambi

Frederick. W.H, Soeroto. S. Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta; LP3S

Toer. P. Ananta. Sang Pemula. Hasta Mitra.

. Ali. R.M. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, hlm. 84.

. M.C Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Hlm. 358-359.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun