Isu negatif atau Black Campaign. Seakan sang kembar siam yang tak bisa dipisahkan dengan aktivitas Politik, di Negara manapun itu. Karena Black Campaignatau isi Negatif, bagaikan senjata ampuh untuk menjatuhkan pamor seorang tokoh politik. Apakah anda pernah dengar kata pepatah "Semakin tinggi pohon itu tumbuh, maka semakin besar pula angin yang akan menerpanya kelak". Pepatah itu tentu sangat tepat dengan kondisi saling serang yang terjadi ketika perhelatan besar pemilihan umum akan berlangsung.
 Masih ingat dalam ingatan kita ketika pasangan Anies-Sandi deklarasi dan secara serius menjadi penantang Ahok, yang dikala itu merupakan calon Gubernur Incumbent. Yang digadang-gadang calon Gubernur tak terkalahkan. Beberapa bulan berjalannya masa kampanye, Anies-Sandi kerap diserang isu-isu negatif.
Mulai dari munculnya kasus-kasus lama yang menimpa mereka berdua, yang diangkat lagi kepermukaan publik. Hingga yang paling heboh ketika itu. Isu Anies-Sandi akan menerapkan Syariat Islam ketika terpilih menjadi Gubernur/Wakil Gubernur. Yang tentu saja banyak menarik perhatian publik. Sebab, sebagai negara berlandaskan Pancasila. Banyak kalangan menilai Anies-Sandi akan merusak kebhinekaan Indonesia jika terpilih.
Sehingga isu tersebut bisa membuat "Stigma" Anies-Sandi akan merusak kerukunan umat beragama jika memimpin DKI Jakarta kelak. Bahkan spanduk-spanduk yang membenarkan isu tersebut beredar luas dipelosok pinggiran jalan Ibukota Jakarta. Yang mana saya sendiri sudah pernah melihatnya ketika melintasi salah satu jalan Ibukota. Dimana dalam spanduk tersebut bertuliskan komitmen Anies-Sandi yang akan menerapkan syariat Islam di Jakarta jika terpilih sebagai pemimpin DKI Jakarta.
Anies-Sandi adalah pasangan kuda hitam yang tentu saja bisa menggerus elektabilitas Calon Pertahana dikala itu. Bagaimana tidak, elektabilitas keduanya naik menungkik tajam. Bahkan hampir tidak pernah terjadi penurunan terhadap elektabilitas keduanya selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Memang pasangan Agus-Silvy termasuk salah satu pasangan kuda hitam dikala itu. Akan tetapi kemampuan Agus dalam berdebat yang dinilai kalah jauh dengan kedua pasangan pesaingnya. Apalagi ditambah manuver Antasari Azhar dan kasus yang menjerat Silvy. Yang tentu saja membuat elektabilitasnya merosot tajam. Penyerangan Isu negatif juga kerap menyerang pasangan ini. Akan tetapi saya sejak awal saya sudah menduga. Kalaupun Agus dan Silvy tidak diserang isu negatif. Tetap saja Agus akan kalah, karena kemampuan Politik Agus tidak sebaik Ahok dan Anies. Yang sudah berpengalaman dibidang birokrasi.
Sehingga Anies-Sandi lah pohon yang tumbuh tinggi tersebut. Karena sebagai sosok yang dikenal humanis dan begitu tingginya penerimaan warga DKI terhadap kedua tokoh tersebut. Isu negatif berhembus begitu kencang mewarnai perjalanan politik mereka. Apalagi ketika memasuki putaran kedua. Mereka kerap diterpa isu-isu negatif. Seperti kasus Anies Baswedan ketika menjadi Mendikbud perihal acara Book Fair, di Frankfurt, Jerman. Hingga kasus sang Cawagub Sandiaga Uno yang katanya terlibat dalam penggelapan tanah.
Saya sudah meyakini ketika itu, semakin Anies-Sandi diserang isu-isu negatif. Kemenangan mereka semakin mendekati. Karena biasanya seorang tokoh diserang, ketika posisi mereka yang dinilai begitu penting. Dan menjadi pesaing berat yang akan meruntuhkan popularitas dan elektabilitas sang lawan. Seperti kata pepatah yang saya sebut pada awal artikel ini.
Isu negatif yang menyerang Anies-Sandi ketika elektabilitas mereka meningkat tajam. Mirip dengan isu-isu negatif yang menyerang sosok pesaing kuat Jokowi pada saat ini. Semua orang sudah mengetahui. Siapa lagi kalau bukan sosok Prabowo Subianto. Sosok yang digadang-gadang satu-satunya pesaing terkuat Jokowi ini. Akhir-akhir ini kerap diterpa isu-isu negatif.
Mulai dari isu keterkaitannya dengan situs Saracen yang banyak menyita perhatian publik hingga saat ini. Hingga kasus pembakaran sekolah yang melibatkan salah satu kader Partai Gerindra di Provinsi Kalimantan Tengah. Yang lebih anehnya lagi. Ada salah satu portal media Online yang membuat Framming berita. Bahwa pelaku pembakaran sekolah tersebut, membakar sekolah atas perintah Prabowo.
Media Online yang memberitakan berita yang dianggap hoax tersebut. Hingga kini tengah dilaporkan oleh pihak Partai Gerindra karena telah menyebarkan berita-berita Hoax. Mungkin ini salah satu teguran untuk pemerintah agar lebih mengawasi ketat portal-portal media online yang tidak jelas, dan tidak teruji kebenaran pemberitaannya. Karena pada saat ini banyak sekali media-media online yang tidak kredibel. Dan malah cenderung menyebarkan berita-berita hoax yang bisa membuat pembodohan publik.