Pilpres 2019 mendatang, memang tak ada habis-habisnya jika dibahas. Â Mulai dari wacana-wacana Capres dan Cawapres yang akan bertarung pada Pilpres 2019 mendatang. Atau perseteruan Presidential Threshold 20-25 persen. Yang hingga kini masih ada perdebatan antar parpol peserta pemilu, terhadap aturan ambang batas tersebut. Apalagi ditambah rivalitas Prabowo-Jokowi akan semakin jelas terasa, ketika aturan ambang batas calon Presiden tersebut disahkan di DPR-RI.
2018-2019 tentu merupakan tahun Politik Bagi Indonesia. Karena Pilkada serentak dan Pemilu serentak akan berlangsung dalam tahun-tahun krusial tersebut. Polarisasi antara parpol pendukung Pemerintah dan parpol Oposisi mulai terlihat dari peta Politik daerah. seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Hingga Jawa Timur.
Mengutip pernyataan Prabowo pada kampanye akbar Anies-Sandi  pada 5 Februari 2017 lalu. "Gerindra dan PKS adalah sekutu, dan sekutu jauh lebih tinggi dari sahabat. Sehingga Kami akan terus berkoalisi. Karena selama perjuangan belum usai kami akan terus menjadi sekutu". Itulah petikan pernyataan Prabowo pada Kampanye Akbar Anies-Sandi yang berlangsung dilapangan banteng, Jakarta Pusat tersebut.
Dari pernyataan tersebut, jelas sudah Gerindra dan PKS konsisten akan menjadi Oposisi bagi pemerintahan Jokowi. Bagaimana tidak, kata "Sekutu" seakan memperjelas, bahwa kedekatan Gerindra dan PKS lebih dari sedekar teman koalisi.
Dalam Politik Internasional, kata sekutu selalu merujuk dari Hubungan antar negara-negara Eropa Barat dengan negara Amerika Serikat. Terutama hubungan Amerika-Inggris. Yang mana hubungan antara Amerika dan Inggris tidak hanya sebatas Hubungan Politik. Akan tetapi jauh lebih luas, yaitu hubungan budaya. Dimana para penduduk Amerika Serikat pada saat ini adalah para pemukim Inggris yang bermigrasi ke Benua Amerika.
Sehingga tentu saja Hubungan sekutu antara PKS dan Gerindra, ibarat Hubungan sekutu antara Amerika Serikat dan Inggris. Jika saya merujuk kepada Politik Internasional. Apalagi kemenangan Anies-Sandi bagaikan memberikan "Energi" baru untuk membawa kesuksesan di DKI Jakarta. Kedaerah-daerah lainnya di Indonesia.
Bagaimana tidak, dengan Massa pendukung Prabowo yang militan, Bahkan hingga saat ini. Ditambah lagi militannya pada kader PKS. Sehingga mesin partai PKS bagaikan Hidup secara menyeluruh. Adalah alasan mengapa Gerindra dan PKS menganggap koalisi mereka sebagai sekutu.
Duet Gerindra dan PKS tersebut bisa saja menjadi duet mematikan bagi partai-partai Pendukung pemerintah pada Pilkada serentak 2018. Hingga endingnya Pilpres 2019. Apalagi duet maut tersebut telah memiliki panggung Politik selama beberapa tahun kedepan. Siapa lagi kalau bukan Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih Anies-Sandi.
Anies-Sandi yang tinggal menunggu waktu saja untuk memimpin DKI Jakarta. Tentu dapat menjadi "Panggung Politik" Prabowo untuk mendongkrak Elektabilitasnya kedepannya. Apalagi pada kampanye Akbar Anies-Sandi, Prabowo pernah berucap " Kalau mau saya jadi Presiden, Anies-Sandi Pimpin Jakarta". Pernyataan prabowo tersebut seakan mempertegas, bahwa Prabowo akan menjadikan Anies-Sandi sebagai panggung Politiknya menjelang Pilpres 2019.
Dengan menjadi penguasa Ibukota melalui Anies-Sandi. Tentu saja PKS dan Gerindra dapat menjadikan Anies-Sandi sebagai "Marketing Politik"-nya. Tanpa menggunakan dana kampanye yang jumblahnya begitu besar. Karena Melalui Anies-Sandim PKS dan Gerindra. Terutama Prabowo dapat menumpang ketenaran dan kesuksesan dari Anies-Sandi.
Waktu yang masih sangat panjang menuju Pilpres 2019 mendatang. Tentu akan memberikan ruang yang lebih luas bagi Anies-Sandi. Bahwa mereka akan mampu memimpin Ibukota lebih baik dari Ahok-Djarot. Popularitas dan elektabilitas Prabowo tentu akan sangat bergantung pada Anies-Sandi. Sehingga sudah pasti sebagai "King Maker" Prabowo akan terus mengawasi kinerja Anies-Sandi di Jakarta yang merupakan jantungnya Indonesia tersebut.