Mohon tunggu...
DENDI ICHWANUL RIZKY
DENDI ICHWANUL RIZKY Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

nama saya dendi ichwanul rizky mahasiswa s1 ilmu pemerintahan dengan hobi berdiskusi sekaligus bertukar pikiran untuk berpolitik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sah! RUU Desa Menjadi UU lalu Bagaimana Demokrasi dan Desentralisasi Tatanan Lokal?

24 Juli 2024   11:12 Diperbarui: 24 Juli 2024   11:12 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengesahan Undang Undang No 3 Tahun 2024 Oleh Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung DPR , Jakarta Selatan, Kamis (28/04/2024).

Pada tanggal 28 Maret 2024 Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yaitu Puan Maharani telah mengesahkan Rancangan Undang Undang Desa menjadi Undang Undang. Dengan disahkannya perubahan kedua atas Undang Undang No 6 tahun 2014 menjadi Undang Undang No 3 tahun 2024 yang membahas terkait jabatan kepala desa selama 8 tahun atau maksimal 2 periode. Tentu hal ini akan membuat masyarakat Indonesia bertanya tanya terkait demokrasi di aras lokal pada tingkat desa sebagai tatanan yang paling dekat dengan masyarakat apakah akan sesuai dengan prinsipnya. Selain berbicara demokrasi pastinya dengan disahkannya Undang Undang juga akan berdampak terhadap desentralisasi dan perubahan pada dinamika politik lokal. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perpanjangan Jabatan Kepala Desa merupakan salah satu isu yang kompleks dan kontroversial dalam dinamika politik lokal di Indonesia. Kebijakan ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap proses desentralisasi dan demokrasi di tingkat desa.

Salah satu dampak utama dari UU ini adalah terkait dengan prinsip-prinsip demokrasi di tingkat lokal. Perpanjangan jabatan kepala desa dapat dilihat sebagai upaya untuk memperpanjang masa kekuasaan pada level desa, yang bertentangan dengan konsep rotasi kepemimpinan. Hal ini dapat mengurangi kesempatan bagi warga desa untuk memilih pemimpin baru yang lebih sesuai dengan aspirasi mereka. Pemilihan kepala desa merupakan salah satu manifestasi demokrasi di tingkat akar rumput, dan pembatasan terhadap masa jabatan dapat mereduksi hak warga desa untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, UU ini juga dapat berimplikasi pada dinamika politik lokal yang semakin sengit. Perpanjangan masa jabatan kepala desa akan memicu persaingan politik yang lebih intens di tingkat desa, terutama dalam hal pencalonan dan pemilihan kepala desa. Hal ini dapat meningkatkan polarisasi dan potensi konflik di antara berbagai kelompok kepentingan di level lokal. Pada kondisi tertentu, kebijakan ini bahkan dapat menjadi instrumen bagi elit lokal untuk mempertahankan kekuasaan dan menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru.
Di sisi lain, UU ini juga dapat dipandang sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kepemimpinan di level desa. Kepala desa yang telah berpengalaman dapat melanjutkan kepemimpinannya dan memberikan kontinuitas dalam pembangunan dan tata kelola desa. Hal ini juga dapat memperkuat posisi kepala desa sebagai aktor kunci dalam proses desentralisasi, di mana mereka memiliki wewenang yang besar dalam pengelolaan desa. Namun, perlu disadari bahwa penguatan posisi kepala desa juga dapat berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan menghambat proses desentralisasi yang seharusnya memperkuat otonomi desa. Kepala desa yang terlalu kuat dapat menjadi pemegang kendali yang dominan di tingkat lokal, dan hal ini dapat mengurangi checks and balances yang diperlukan untuk menjamin akuntabilitas kepemimpinan. Untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas kepemimpinan dan penguatan demokrasi di tingkat desa, diperlukan adanya mekanisme pengawasan dan pembatasan kekuasaan yang efektif. Hal ini dapat dilakukan melalui penguatan peran BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan lembaga-lembaga lain di tingkat desa yang dapat mengontrol kinerja kepala desa. Selain itu, diperlukan juga adanya keterlibatan masyarakat sipil dan media yang dapat memantau dan mengkritisi kebijakan-kebijakan di level desa.
 
Pemberlakuan UU Nomor 3 Tahun 2024 juga perlu dibarengi dengan upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme kepala desa. Kepala desa harus dibekali dengan kemampuan manajerial, kepemimpinan, dan pemahaman yang memadai mengenai prinsip-prinsip demokrasi dan desentralisasi. Hal ini penting agar kepala desa dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan akuntabel. Selain itu, diperlukan juga sinkronisasi antara kebijakan di tingkat desa dengan kebijakan di level yang lebih tinggi, seperti kabupaten/kota dan provinsi. Harmonisasi antara regulasi dan kebijakan di berbagai level pemerintahan akan mencegah terjadinya tumpang tindih atau inkonsistensi yang dapat menghambat proses demokrasi dan desentralisasi.Secara keseluruhan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perpanjangan Jabatan Kepala Desa memiliki implikasi yang kompleks terhadap dinamika politik lokal, desentralisasi, dan demokrasi di tingkat desa. Kebijakan ini perlu dikaji secara mendalam untuk menemukan titik keseimbangan antara stabilitas kepemimpinan dan penguatan prinsip-prinsip demokrasi. Desentralisasi dan demokrasi menjadi tema sentral dalam pembahasan Undang-Undang Desa No 3 tahun 2024 di Indonesia. UU ini diinisiasi dengan tujuan memberikan kewenangan lebih kepada desa untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau adat istiadat setempat. Langkah ini merupakan upaya konkret untuk mewujudkan desentralisasi yang lebih mendalam, menjadikan desa sebagai entitas yang mandiri dan berdaya.
 
Desentralisasi melalui UU Desa memberikan ruang bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Desa kini memiliki wewenang untuk mengelola anggaran sendiri, merencanakan pembangunan desa, dan mengelola sumber daya lokal. Proses ini memungkinkan masyarakat desa untuk terlibat langsung dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan lokal mereka, yang sebelumnya seringkali diabaikan oleh pemerintah pusat atau daerah.
 
Demokrasi yang dikedepankan dalam UU Desa juga terlihat dalam mekanisme pemilihan kepala desa dan perangkat desa yang lebih transparan dan akuntabel. Masyarakat desa memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka secara langsung, memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan masyarakat. Selain itu, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa berperan penting dalam proses pengawasan dan pengambilan keputusan di tingkat desa. Implementasi UU Desa menghadapi berbagai tantangan, seperti kapasitas sumber daya manusia di tingkat desa yang masih terbatas dan risiko penyalahgunaan wewenang. Namun, secara keseluruhan, desentralisasi dan demokrasi yang diusung oleh UU Desa memberikan harapan baru bagi pengembangan potensi desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui pemberdayaan dan partisipasi aktif mereka dalam pembangunan.
 
Disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, yang memperpanjang masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun, diharapkan dapat memperbaiki tata kelola pemerintahan desa. Namun, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa fokus pada masa jabatan mengabaikan isu penting seperti transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Hal ini berpotensi memperburuk praktik korupsi dan rendahnya kualitas layanan publik di desa. Oleh karena itu, revisi ini seharusnya menjadi momentum untuk transformasi yang lebih substansial dalam pemerintahan desa, bukan sekadar perpanjangan status quo. Diperlukan adanya dialog yang komprehensif antara pemerintah, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi warga desa. Upaya-upaya untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam tata kelola desa juga menjadi kunci penting dalam menjaga keseimbangan antara desentralisasi dan demokrasi di tingkat lokal. Pada akhirnya, keberhasilan implementasi UU Nomor 3 Tahun 2024 akan sangat ditentukan oleh sejauh mana kebijakan ini dapat menjawab tantangan dan dinamika politik lokal, serta mendorong penguatan kapasitas dan kinerja kepemimpinan desa yang lebih demokratis dan akuntabel

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun