Mohon tunggu...
Dendi Pratama
Dendi Pratama Mohon Tunggu... -

Dendi Andi Pratama, seorang pemuda dari pulau Borneo yang memiliki jiwa humoris. Oleh karena itu, tertawa orang lain adalah suatu hal yang bahagia buat ku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lebih dari Sekedar Teman

24 Maret 2017   18:03 Diperbarui: 24 Maret 2017   18:14 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimas Putra Rahmadan, itulah nama lengkapku. Aku tinggal di sebuah desa yang masih  terjaga kelestarian alamnya. Aku merupakan anak sulung, dan aku mempunyai dua adik, namanya Bagus dan raden. Bagus sekarang duduk di kelas 8 sekolah menengah pertama, sedangkan raden kelas 4 SD.

Saat ini, aku telah duduk di bangku SMA kelas 3. Aku memilih jurusan IPA, karena aku menyukai biologi.

Alarm ku berbunyi pukul 05.00 Wib. Aku pun terbangun dengan lesu karena ini masih terlalu awal bagiku, walaupun setiap hari aku bangun pada jam segini, ntah mengapa aku merasa ngantuk hari ini, apa mungkin karena semalam aku tidur sekitar jam 11 akibat tugas yang menumpuk. Ah sudahlah, dengan semangat yang masih ada, aku mulai merapikan isi rumah.

Mulai dari merapikan tempat tidur, menyapu, sampai mencuci. Ya, walaupun tidak ada perempuan di rumah selain ibu, bukan menjadi alasan untuk malas memabantu mengurus rumah.

Setelah selesai dengan urusan rumah, akupun bergegas untuk pergi mandi untuk pergi ke sekolah. Setelah selesai mandi dan berpakaian, aku pun pergi ke sekolah sambil mengantar Bagus menuju sekolahnya.

Akhirnya aku pun sampai ke sekolah. Di sana 4 orang sahabatku sudah menungguku di depan kantin sekolah. Aku pun langsung menghampiri mereka yang tengah asik sarapan.

“eh, makan kok ngga mau bagi-bagi sih”, ucapku.

Robi pun menjawab” siapa yang suruh kamu datangnya belakangan, hahaha…”

“Kamu mau, ambil saja di meja” tutur si Ahmad.

Aku ragu dengan apa yang diucapkan oleh Ahmad, pasalnya setiap perkataannya tidak bisa dipercayaai begitu saja. Aku ingin memastikan apa yang diucapkannya itu benar atau bohong.

“Terima kasih Ahmad, kamu bayarin ya?” ucapku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun