Setiap daerah di Indonesia memiliki cara unik untuk merayakan tahun baru Islam, 1 Muharram. Di Madura, sebuah pulau di Jawa Timur, tradisi ini dikenal dengan sebutan "Rokat Pakarangan." Rokat Pakarangan merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Madura dengan menyembelih seekor ayam jantan di depan rumah. Tradisi ini memiliki makna dan tujuan yang mendalam bagi komunitas setempat, yang mencerminkan kekayaan budaya dan kepercayaan mereka.
Rokat Pakarangan, jika diartikan secara harfiah, berarti "membersihkan halaman." Ritual ini dilakukan dengan harapan untuk membersihkan diri dari segala keburukan dan mendatangkan keberuntungan serta kesejahteraan bagi keluarga. Menyembelih ayam jantan di depan rumah dianggap sebagai simbol pengorbanan dan permohonan perlindungan dari Tuhan. Dalam kepercayaan masyarakat Madura, ayam jantan dipilih karena dianggap sebagai hewan yang memiliki kekuatan untuk mengusir roh-roh jahat dan membawa keberuntungan.
Prosesi Rokat Pakarangan biasanya dimulai pada malam 1 Muharram. Keluarga berkumpul di depan rumah, membawa ayam jantan yang akan disembelih. Sebelum penyembelihan, dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang tetua atau tokoh masyarakat setempat. Doa ini berisi permohonan kepada Tuhan agar diberikan perlindungan, keselamatan, dan rezeki yang melimpah sepanjang tahun yang baru.
Setelah doa, ayam jantan disembelih dengan penuh penghormatan. Darah ayam yang keluar kemudian ditampung dalam wadah khusus. Darah ini nantinya akan dipercikkan di sekitar halaman rumah sebagai simbol pembersihan dan perlindungan. Dalam tradisi ini, dipercayai bahwa darah ayam memiliki kekuatan magis yang mampu menghalau energi negatif dan menjaga rumah dari segala marabahaya.
Setelah penyembelihan, daging ayam biasanya dimasak dan dinikmati bersama oleh seluruh anggota keluarga. Hidangan ini dianggap sebagai berkat dan simbol kebersamaan serta solidaritas keluarga. Momen ini juga menjadi kesempatan bagi anggota keluarga untuk berkumpul, berbagi cerita, dan mempererat hubungan kekeluargaan.
Tradisi Rokat Pakarangan bukan hanya sekedar ritual penyembelihan ayam, tetapi juga merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Melalui tradisi ini, nilai-nilai seperti kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan kepercayaan kepada Tuhan diajarkan kepada generasi muda. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian budaya lokal di tengah arus modernisasi yang semakin kuat.
Selain nilai-nilai spiritual dan budaya, Rokat Pakarangan juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Ritual ini menjadi ajang silaturahmi bagi warga desa. Masyarakat saling berkunjung dan memberikan ucapan selamat tahun baru kepada tetangga dan kerabat. Kehadiran tamu dari desa lain juga menjadi momen untuk mempererat hubungan antar desa.
Walaupun zaman terus berubah, masyarakat Madura tetap mempertahankan tradisi Rokat Pakarangan dengan penuh kebanggaan. Bagi mereka, tradisi ini bukan hanya sekedar warisan nenek moyang, tetapi juga sebagai bentuk identitas dan jati diri sebagai orang Madura. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, mereka berharap dapat terus mempertahankan nilai-nilai luhur dan kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Rokat Pakarangan di Madura pada 1 Muharram menjadi salah satu contoh bagaimana tradisi dan budaya lokal tetap hidup dan relevan di tengah perubahan zaman. Melalui ritual ini, masyarakat Madura menunjukkan bahwa nilai-nilai spiritual, budaya, dan sosial dapat saling bersinergi untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan penuh berkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H