Mohon tunggu...
Demson Natanael Sihaloho
Demson Natanael Sihaloho Mohon Tunggu... Buruh - To find equilibrium

.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pungutan OJK Bermasalah (Lagi)

28 Juni 2019   14:16 Diperbarui: 28 Juni 2019   16:55 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak berdiri tahun 2011, kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerap menuai pro dan kontra ditengah masyarakat. Melihat kebelakang pada tahun 2014 "wasit" Industri Jasa Keuangan ini pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB). TPKEB waktu itu melakukan judicial review terhadap UU OJK Nomor 21 tahun 2011 dengan materi gugatan pembubaran OJK. Namun hasilnya nihil. Gugatan tersebut "dimentahkan" Mahkamah Konstitusi.

Namun baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2018. Dalam IHPS tersebut, BPK menemukan permasalahan terkait penerimaan pungutan OJK yakni Keputusan Dewan Komisioner OJK untuk menyewa gedung Wisma Mulia 1 dan 2, tetapi kemudian hanya memanfaatkan sebagian Gedung Wisma Mulia 2 sehingga mengakibatkan pengeluaran uang untuk sewa Gedung Wisma Mulia 1 dan sebagian Gedung Wisma Mulia 2 menjadi tidak bermanfaat. Temuan ini seolah mengindikasikan bahwa telah terjadi "pemborosan" anggaran yang dilakukan OJK. Lalu pertanyaannya, apakah hal seperti ini dapat dikatakan suatu tindak pidana korupsi yang merugikan negara?.

Meskipun hasil pemeriksaan BPK tersebut Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), namun tetap saja hal tersebut menjadi preseden buruk terhadap tata kelola anggaran OJK. Memang pungutan OJK bersumber dari iuran yang diterima dari Perusahaan Jasa Keuangan (Perbankan, Multifinance, Asuransi, Sekuritas, dsb) dan Lembaga penunjang lainnya yang berada dalam pengawasan OJK. Sehingga apabila terjadi pemborosan yang dilakukan OJK, maka hal tersebut tidak serta merta merugikan negara. Pungutan tersebut merupakan satu-satunya sumber anggaran OJK sejak tahun 2016 yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset, dan kegiatan pendukung lainnya dan pungutan tersebut konstitusional berdasarkan PP Nomor 11 tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK.

Namun anehnya, temuan BPK terkait pungutan OJK ini bukan kali pertama. Pada IHPS Semester I 2018 BPK menemukan sejumlah masalah yang terjadi yakni kelalaian Dewan Komisioner OJK untuk menyetorkan kelebihan penerimaan pungutan yang melebihi anggaran yang disetujui DPR, dan tidak menyetorkan dana yang berasal dari sisa anggaran yang tidak digunakan OJK ke kas negara serta kelalaian Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK dalam mengelola perpindahan pegawai ke gedung baru (Gedung Wisma Mulia) sehingga pihak Building Management Menara Merdeka menuntut tagihan pembayaran sebesar Rp19,15 miliar kepada OJK yang mengakibatkan terjadinya kerugian.

KPK Atau Kejaksaan Mau Pantau OJK?

Menindaklanjuti temuan BPK tersebut, KPK atau Kejaksaan sebaiknya menyoroti hal ini dan segera membentuk tim khusus untuk memantau OJK guna mencegah hal-hal yang terindikasi terjadinya praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Setiap tahunnya besaran pungutan yang diterima OJK berkisar 4-5 triliun, nilai yang fantastis ini bila tidak dikelola secara hati-hati dan tidak diawasi secara tepat maka dapat menimbulkan masalah dikemudian hari dan juga dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada OJK.

KPK atau Kejaksaan dalam hal ini harus melakukan pemantauan secara serius terhadap temuan BPK pada IHPS Semester I dan Semester II tahun 2018 karena kelalaian dalam pengelolaan anggaran seperti temuan BPK ini sangat tidak sejalan dengan filosofi Nawacita yang digaungkan pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.

Saran

Sebenarnya sangat aneh apabila OJK yang melakukan pungutan secara langsung kepada Lembaga yang diawasinya sendiri. Analoginya, OJK hidup dari pungutan namun memiliki kuasa untuk mencabut ijin Lembaga yang diawasinya. Sudah saatnya DPR RI memanggil OJK dan melakukan pembahasan untuk melakukan amandemen UU OJK Nomor 21 tahun 2011 dan PP Nomor 11 tahun 2014 guna mencabut kewenangan OJK melakukan pungutan secara langsung kepada Lembaga yang diawasinya.

Sebaiknya kewenangan untuk melakukan pungutan kepada Lembaga yang diawasi OJK diserahkan kepada Kementrian Keuangan, hal ini sama prinsipnya seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak. Cara seperti ini diyakini akan jauh lebih baik dalam hal pengelolaan anggaran di OJK, sehinga dikemudian hari sangat kecil kemungkinan temuan BPK yang mempermasalahkan pungutan OJK (lagi). Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun