Tahun 2020 adalah tahun pertama kalinya seluruh dunia menerapkan Social Distancing, Lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Bagi masyarakat menggunakan masker, Handsanitizer , Menjaga jarak, tetap di rumah (Stay at home) adalah langkah sederhana yang dapat di lakukan  untuk meminimalisir penyebaran. Hal ini berawal dari menyebarnya virus Covid 19. Pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya mengkonfirmasi kasus Covid 19 pada tanggal 2 Mei 2020.
Di tengah pandemi Corona yang mulai memasuki negara Indonesia dan fokus masyarakat yang mulai teralihkan dengan adanya virus ini. Pemerintah indonesia beserta DPR secara sembunyi-sembunyi mengesahkan perubahan undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Hal ini menimbulkan tanda tanya besar yang di tujukan kepada pemerintah. untuk apa dan untuk siapa peraturan itu di tujukan.
Pasalnya rancangan undang-undang ini sudah pernah mendapatkan penolakan tegas dari masyarakat karena dirasa pemerintah lebih berpihak pada korporasi dari pada rakyatnya. Pemerintah menuai kontroversi yang cukup menarik banyak pihak terkait dengan pengesahaan undang-undang ini. Ketidakadilan yang terjadi dalam undang undang di rasa sangat mencolok dengan adanya point-point penting yang dibahas seperti kewenangan Perizinan, Perpanjangan izin, Pengaturan terhadap Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan aspek lingkungan, Hilirisasi, divestasi, hingga Pengaturan yang diklaim untuk memperkuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Terkait dengan Kewenangan Pengelolaan dan Perizinan, Jika di lihat kebelakang peraturan mengenai pengelolaan dan perizinan telah mengalami beberapa perubahan yang signifikan. Pasal 4 ayat 2 yang di sahkan tahun 2020, menetapkan adanya kewenangan pengelolaan dan perizinan di berikan sepenuhnya kepada pemerintah pusat tanpa adanya campur tangan pemerintah daerah, yang sebelumnya berada di bawah tanggung jawab pemerintah daerah hal ini akan mengurangi kekuasaan pemerintah daerah dalam industri minerba. Karena, adanya peralihan kewenangan pengelolaan Mineral dan Batu bara akan mengurangi kewenangan pemerintah daerah juga dalam memberikan peraturan kepada Korporat Minerba. Hal ini menimbulkan adanya sentralisasi dan juga berdampak pada penerimaan pemerintah daerah yang di dapatkan dari sektor ini.
Perpanjangan izin yang tercantum dalam Undang-Undang yang lama dengan kalimat  '' dapat di perpanjang '' diganti dengan kalimat di ''jamin'' dalam Undang-Undang Mineral dan Batu bara ini yang baru saja di dah kan dalam pasal 169A. Dengan adanya revisi Undang-Undang Minerba akan menjamin adanya keberlangsungan operasi Kontrak Karya (KK)/ Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai tindak lanjut operasi dengan alasan akan adanya peningkatan penerima Negara. Inti dari pasal tersebut adalah adanya peraturan perpanjangan Kontrak Karya (KK)/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanpa adanya pelelangan. Hal ini akan menimbulkan pengusaha tambang akan dapat memperpanjang KK/PKP2B Tanpa harus mealui proses lelang terlebih dulu.
Peningkatan Nilai Tambah (Hilirisasi) juga mengalami revisi melalui kegiatan dengan pengolahan dan pemurnian, khusus untuk pemegang izin di bidang Mineral. Ada juga yang di namakan dengan relaksasi ekspor produk mineral logam  tertentu yang belum di murnikan. Dalam peraturan dan insentif ini terkait dengan hilirisasi terdapat dalam pasal 102, Pasal 103, Pasal 47, Pasal 83 dan pasal 170 (A).
Dalam pasal 112 UU Minerba yang sudah di revisi mewajibkan adanya divestasi saham oleh usaha yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ketika tahap produksi yang saham-nya dimiliki oleh asing sebesar 51 % secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD ataupun Badan usaha swasta nasional. Padahal dalam UU minerba sebelumnya tidak ditentukan berapa besar yang harus di divestasikan dan hanya kepada Pengusaha tambang yang sudah lima tahun berproduksi.
Lagi-lagi pemerintah berdalih dengan alasan agar investor tetap tertarik untuk menanamkan modalnya di sector pertambangan. Karena dampak dari covid-19 inilah yang membuat harga komoditas pertambangan menurun. Di sisi lain, Indonesia saat ini sangat membutuhkan Investasi besar untuk mendukung program hilirisasi pertambangan.
Masyarakat Indonesia semakin dibuat kecewa dengan adanya pengesahan undang-undang ini. Mereka merasa pemerintah lebih mementing peningkatan  Ekonomi dari pada keselamatan masyarakatnya. Terlihat jelas dengan adanya peningkatan kurva kasus positif Covid 19 dari hari ke hari pada bulan mei kemarin dengan Kasus terparah dalam sehari mengalami peningkatan 973 kasus . Padahal negara-negara lain terlihat sibuk dan cepat dalam melindung rakyatnya sehingga banyak negara yang mengalami menurunaan Kasus Positif Covid 19 pada bulan April-Mei. Hingga saat ini Jumlah koban Virus Covd 19 di Indonesia terus meningkat dan 28.233 positif.
UU Minerba terbaru ini juga di nilai akan sangat berdampak buruk pada kelestarian Lingkungan. Dengan adanya kemudaham yang di berikan pemerintah kepada pegusaha pertambangan dalam aturan untuk perpanjangan izin usaha baru maka akan semankin banyak juga perusahaan yang beroperasi sehingga akan menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap keberlangsungan Lingkungan Hidup. Kementrian Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM) Menunjukan tujuh PKP2B generasi pertama yang akan berakhir dalam lima tahuk kedepan seperti PT Tnito Harum (Sudh habis tahun 2019 dan di sudah di perpanjang), PT Artmin Indonesia (2020), PT Adaro Energy (2022), PT Kaltim Prima Coal (2021) PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2022) PT Berau Coal (2025).
Adanya peraturan mengenai perpanjangan Izin Usaha ini tidak di ikuti dengan adanya aturan mengenai Reklamasi bekas galian tambang. Lingkungan yang di menjadi tempat Pascatambang akan menjadi sangat buruk dan di rasa akan lebih menguntukan korporasi jika tidak di adakanya reklamasi. Selain itu perluasan area tambang juga tidak  mengetahui adanya tanda batas. Pemerintah juga seharusnya belajar dari masa lalu dimana banyak sekali korporasi yang melanggar kontrak dan masih memiliki tanggung jawab yang belum terselesaikan kepada Negara.  Salah satu kewajibanya adalah dengan menutup lubang-lubang bekaas galian tambang mereka.