Mohon tunggu...
Habib Nur Rahmatullah
Habib Nur Rahmatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya masih pemula

Saya memiliki hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Bayangan Gelap: Ancaman ChatGPT Terhadap Masa Depan Pendidikan Indonesia

1 Januari 2024   07:00 Diperbarui: 1 Januari 2024   11:32 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://indodax.com/academy/chat-gpt-adalah/

Bayangkan ini: seorang siswa SMA duduk di depan komputer, wajahnya tegang menatap layar. Deadlines tugas sudah mendekat, tapi pikirannya kosong. Tiba-tiba, ia teringat ChatGPT, sang robot penulis ulung. Dengan beberapa klik, ia mengetikkan topik tugasnya, dan dalam hitungan detik, ChatGPT menyajikan esai lengkap nan indah. Kegembiraan sesaat menghampiri, namun di lubuk hatinya, kekhawatiran menggelitik. Apakah ini kecurangan? Apakah ini belajar yang sesungguhnya?

ChatGPT, chatbot kecerdasan buatan besutan OpenAI, memang sedang digandrungi. Kemampuannya mengolah bahasa layaknya manusia sungguh menakjubkan. Ia bisa menulis puisi, merangkum artikel, bahkan mengerjakan tugas sekolah. Namun, di balik kecanggihannya, ChatGPT menyimpan potensi bahaya bagi pendidikan Indonesia, menggerogoti pondasi yang selama ini kita bangun dengan susah payah.

https://depositphotos.com/id/photos/tulisan-tangan.html
https://depositphotos.com/id/photos/tulisan-tangan.html

1. Plagiarisme Berjubah Kemajuan:

Bayangkan lagi siswa tadi. Ia menyerahkan esai hasil kreasi ChatGPT kepada gurunya. Awalnya, sang guru terkesan. Bahasa yang mengalir, struktur yang rapi, ide yang terjalin apik. Tapi, kecurigaan muncul. Kenapa gaya penulisan ini terasa asing? Setelah ditelusuri, ternyata sang esai adalah duplikat sempurna dari sebuah artikel jurnal ilmiah! ChatGPT memang piawai meniru gaya dan struktur penulisan, tapi ia tak paham esensi keaslian. Ia tak bisa melahirkan pemikiran orisinal, hanya menjiplak karya orang lain dengan mulus.

Plagiarisme adalah momok menakutkan di dunia pendidikan. Ini bukan sekadar kecurangan akademik, tapi pengkhianatan terhadap nilai kejujuran dan integritas. ChatGPT memfasilitasi plagiarisme dengan cara yang elegan, seolah membuka jalan pintas ke nilai bagus tanpa usaha. Jika dibiarkan merajalela, ia akan mematikan kreativitas dan rasa ingin tahu siswa, menumbuhkan generasi yang terbiasa mengambil jalan pintas dan menghindar dari tantangan intelektual.

https://www.smkswadhipa1natar.sch.id/tahapan-mengembangkan-ide-kreatif/
https://www.smkswadhipa1natar.sch.id/tahapan-mengembangkan-ide-kreatif/

2. Kreativitas yang Terjebak Algoritma:

Kreativitas adalah jantung pendidikan. Inilah kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan melahirkan ide-ide baru yang menerangi masa depan. ChatGPT, bagaimanapun canggihnya, hanya bekerja berdasarkan algoritma. Ia pandai meniru pola, merangkai kalimat, dan menghasilkan teks yang terdengar bagus. Tapi ia tak bisa memahami konteks, tak bisa merasakan emosi, tak bisa berpikir di luar kotak.

Bayangkan jika siswa terbiasa mengandalkan ChatGPT untuk mengerjakan tugas kreatif. Menulis puisi, merancang proyek sains, bahkan membuat pidato kelulusan - semuanya diserahkan pada robot. Lama-kelamaan, otot kreativitas mereka akan melemah, terbiasa mengikuti template yang dihasilkan mesin. Akibatnya, kita akan melahirkan generasi yang seragam, kurang imajinatif, dan tak mampu menghadapi tantangan dunia yang tak terduga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun