Latar Belakang
Proses komunikasi berkembang pesat seiring berjalannya waktu. Dan media siber merupakan media komunikasi yang paling banyak digunakan saat ini. Media siber semakin bervariasi dan kemudian tidak hanya digunakan hanya sebatas untuk komunikasi saja, namun juga mulai menampilkan keterlibatan khalayak dalam media siber yang kemudian memunculkan sebuah identitas dalam dunia sosial tersebut. Kini khalayak mulai berinteraksi dalam media dengan beralih memproduksi dan mendistribusikan informasi tersebut ke khalayak yang lebih luas lagi, tidak hanya mencari dan mengkonsumsi informasi dalam media siber saja. Hal tersebut membuat adanya kebudayaan baru yang muncul, yaitu budaya siber (cyber culture), dimana penggunaan media tidak hanya merujuk kepada teknologi saja tetapi juga kepada aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, yang dianggap sebagai hal yang lumrah dan masuk ke dalam kehidupan sehari-hari.
Karena hal itulah identitas virtual semakin dianggap penting sebagai penunjuk eksistensi diri dalam dunia maya. Â Seiring dengan semakin kompleks dan meluasnya masyarakat modern, tentu identitas virtual pun juga turut memiliki sifat yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Bahkan, lebih bebas bergerak, mampu berlipat ganda, memiliki refleksi diri, dan dapat dibuat sedemikian rupa.
Pembahasan
Identitas virtual sama halnya seperti manusia di dunia nyata pada umumnya, dimana mereka merupakan makhluk sosial yang melakukan interaksi sosial dengan berbagi, membangun identitas dan eksistensi diri, agar dapat dipercaya oleh individu lain. Identitas virtual cenderung ditampilkan dalam bentuk avatar, yang dasarnya dibentuk untuk kepuasaan diri atau untuk memenuhi keinginan dari lingkungan sosial.
Hal-hal yang dilakukan antara lain menyampaikan bentuk pengalaman yang pernah dialami, memperlihatkan tingkah laku, menunjukkan kondisi dan lokasi dimana individu berada, dan aktifitas-aktifitas lainnya yang dikombinasikan dengan penggunaan gambar, audio, dan video. Dan dari segala macam interaksi yang terbentuk dan terjalin dalam media sosial, hal tersebut kemudian akan memengaruhi perilaku juga pandangan seorang individu terhadap  sesuatu, seperti; gagasan identitas, gaya hidup, pemikiran dan tindakannya.
Kenyataannya, dalam dunia media siber identitas asli seseorang menjadi membias, mengabur, dan bahkan dapat menjadi palsu. Hal tersebut menjadi  kecenderungan sebagai bentuk pelarian dari realita, karena dalam dunia nyata sosok tersebut tidak mempunyai topangan eksistensi yang diharapkan dalam realita kehidupan sosial. Media siber sebagai tempat yang tidak nyata, namun karena keberadaannya dapat dirasakan bisa menjadikan kenyataan dalam benak.
Hal tersebut tak menutup kemungkinan bahwa adanya kasus identitas yang terjadi dalam media siber seperti; adanya distorsi identitas, kevulgaran informasi terhadap privasi, idealisme pengakuan diri, bahkan dapat menyebabkan kerancuan psikis yang membuat individu lebih nyaman untuk berada dalam dunia maya daripada dunia nyata.
Kasus-kasus lain seperti penyelewengan akan akses legal, akses ilegal, bahkan sampai data pun banyak ditemukan dalam media siber. Banyak dari hal tersebut terjadi untuk memenuhi kesenangan dan kepuasaan pribadi, sehingga membuat pertanyaan dalam benak; apakah kesenangan pribadi yang dibentuk dalam media siber dapat membangun kehidupan yang lebih baik ataukah justru dapat merendahkan martabat?
Kesimpulan