Walikota Medan layak disebut sebagai "ahlinya ahli, intinya inti dan core of the core". Â Bagaimana tidak, ia kerap mendapat penghargaan karena dianggap berprestasi.
Uniknya banyak warganya yang tidak setuju dengan penghargaan itu. Â Bukankah seharusnya warga merasa bangga jika pemimpinnya mendapat apresiasi karena kerja kerasnya diakui? Aneh bukan?
Jumat, 29 Maret 2019, Walikota Medan kembali mendapat penghargaan Indonesia Visionary Leader karena dinilai sebagai salah satu kepala daerah visioner di Indonesia.
Penghargaan ini langsung diserahkan oleh Mendagri Tjahyo Kumolo. dengan ketua Dewan Juri Soni Sumarsono, yang diselenggarakan Koran SINDO.
Soni menegaskan bahwa penjurian dijamin akuntabel karena tidak ada satupun juri berasal dari koran SINDO.
Dengan demikian bisa diambil sebuah kesimpulan: Sedemikian rendahnya standart kompetensi kepala daerah di Indonesia, sehingga Kepala Daerah seperti yang dimiliki kota Medan saja pun sudah dianggap mumpuni.
 Artinya banyak yang lebih parah dari Kota Medan. Sekedar mengulang kembali, beberapa waktu lalu Medan pernah mendapat predikat sebagai Kota Terkotor se-Indonesia.
Bahkan sebelumnya Presiden Joko Widodo pernah melakukan sidak karena mendapat laporan jalan-jalan di Kota Medan yang penuh lubang. Sehingga muncul istilah 'Medan Kota Sejuta Lubang'.
Masukan untuk penyelenggara dan Dewan Juri, juga Menteri Dalam Negeri. Di era kekinian ini, sudah tidak zamannnya lagi pencitraan seremonial yang menjurus kepada pembodohan publik. Rakyat tidak bodoh dan jangan dibodoh-bodohi.
Warga Medan saja malu dengan keadaan kotanya, tapi mengapa walikotanya justru diganjar dengan penghargaan?
Selama ini Kota Medan berjalan sendiri (autopilot) tanpa juru mudi dan tanpa pengawasan yang benar dari legislative. Sudah tidak jamannya lagi pasang kacamata kuda dan tidak mendengar aspirasi masyarakat. Jangan sembarangan memberi penghargaan tanpa parameter yang jelas dan valid.Â