Pro kontra terjadi seusai Menteri Pendidikan Anies Baswedan memutuskan untuk menghentikan implementasi kurikulum 2013.  Banyak guru selaku pelaksana teknis di lapangan yang mensyukuri keputusan tersebut!  Namun yang menarik perhatian saya adalah tanggapan mantan menteri penggagas kurikulum ini, siapa lagi kalau bukan yang terhormat bapak M.Nuh.  Yang bersangkutan kecewa dan  tidak ikhlas dengan keputusan penghentian Kurikulum 2013 ini.  Ia  merasa hasil kerjanya tersebut dibajak oleh penerusnya!
Sebuah sikap yang kurang bijaksana diperlihatkan sang mantan menteri. Bukannya turut merasa prihatin dan merasa bertanggungjawab atas fakta bahwa Kurikulum ini memiliki banyak kelemahan karena dikerjakan terburu-buru sebelum periodenya sebagai menteri  berakhir. Ia malah  menyebut keputusan Anies Baswedan tersebut yang terlalu terburu-buru.  Jadi siapa sebenarnya yang terburu-buru?  Biar masyarakat yang menilainya...
Dalam sejarah pendidikan Indonesia, baru kali ini pergantian kurikulum menuai reaksi yang begitu keras mulai dari sejak diwacanakan sampai kepada pelaksanaan.  Bak sesuatu yang "kualat" karena tidak di ridhoi banyak orang, terbukti  implementasi kurikulum ini mengalami kendala yang tidak sedikit.  Mulai dari keterlambatan pengadaan buku, ketidaksiapan guru, isi yang abstrak dan rancu sampai kepada kerumitan sistem penilaian.  Semuanya itu  membuktikan bahwa Kurikulum ini terlalu dipaksakan untuk dilaksanakan secara serentak diseluruh Indonesia pada tahun ini.
Lucunya mantan menteri yang satu ini tidak segan untuk menyampaikan kritik. Seharusnya yang bersangkutan merasa malu  dan prihatin atas kekisruhan  yang terjadi .  Bukan kali ini saja masyarakat dihebohkan, sebelumnya kasus keterlambatan pelaksanaan Ujian Nasional juga pernah menyedot perhatian masyarakat.
Kalau tadi saya sebut tindakan M.Nuh tidak bijaksana, lalu bagaimana yang semestinya?  Dulu Menteri M.Nuh tutup telinga saat terjadi reaksi atas rencana pergantian kurikulum. Sudah saatnya bapak mantan mantan menteri pendidikan tutup mulut! Biarkan menteriyang sekarang membenahi kekurangan Kurikulum 2013, dan menteri yang lama intropeksi diri. Kedengaran terlalu keras memang, tetapi lebih baik daripada rakyat menuntut pertanggungjawaban. Terlalu naif jika mempercayai tidak ada alasan keuntungan ekonomis dibalik pergantian kurikulum ini.
Terakhir, tidak boleh lagi ada menteri yang membuat kebijakan penting menjelang akhir masa jabatannya , ini harus jadi yang pelajaran berharga dan menjadi yang terakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H