Besok adalah waktu yang cukup penting untuk menentukan Indonesia ke depannya. Kesejahteraan yang semula hanya ditataran elit bisa saja bergeser ke arah rakyat kecil. Pembangunan yang semula hanya berpusat di Jawa dan Sumatera bisa saja bergeser ke arah daerah – daerah yang semula terlupakan. Semula yang tadinya kere siapa tahu mendapat akses menaikkan taraf hidupnya.
Apa yang terjadi di tanggal 9 Juli nanti adalah perubahan. Perubahan ini begitu penting sebab yang mengalami perubahan adalah kepempinan secara nasional. Walaupun secara skeptis banyak argument yang bisa mematahkan hipotesis ini akan tetapi saya percaya sejumut garam akan merubah molekul kimia di laut dan struktur kimia di samudera luas. Terlebih yang berubah adalah pemimpin utama.
Kita mengenal ada nama Golput. Nama beken Golput sempat menggiurkan kaum muda. Muncul “Golput itu keren”. Bahkan Golput sudah sampai disamakan dengan netral. Dengan kondisi bangsa yang seperti ini Golput dianggap keren. Golput dianggap pilihan bijaksana dan pilihan cerdas.
Golput dilahirkan oleh aktivis mahasiswa tahun 1960an, salah satu orang tua Golput adalah Arif Budiman, saudara Sok Hok Gie, aktivis top tahun 60an. Arif Budiman, saudaranya Sok Hok Gie, dalam buku kumpulan essay-nya dengan judul “Negara dan Pembangunan” menjelaskan saat itu dirinya membuat gerakan Golput bersama aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia karena saat itu tidak ada calon perwakilan rakyat yang layak untuk dipilih.
Secara ideologis, Arif Budiman menjelaskan Golput adalah sikap politik yang tidak memilih siapa pun, oleh karena itu dinamakan Golongan Putih. Hal ini tidak saya artikan netral, sebab secara estimologis netral tidak layak disematkan pada golongan ini. Dijelaskan oleh Arif Budiman, teknis yang dilakukan oleh kaum Golput waktu itu tetap datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan melakukan pencoblosan, akan tetapi coblosan ditempatkan pada posisi tidak sah. Jadi didasarkan secara historis, Golput bukanlah tidak datang ke TPS.
Kini Golput mengalami pergeseran makna. Opini umum masyarakat, Golput adalah tidak datang ke TPS dan otomatis tidak melakukan pilihan. Tentu akan ada berjuta alasan untuk tidak datang ke TPS. Mungkin tidak punya pilihan, mungkin kerja, mungkin namanya tidak terdaftar, mungkin sedang di luar kota, mungkin memilih liburan daripada nyoblos, mungkin enak tidur di rumah dari pada nyoblos. Semua kemungkinan itu dirangkum dengan nama GOLPUT. Padahal secara ideologis Golput tidak serendah itu.
Soal Pilihan
Pemilu 2014 menawarkan 2 pilihan. 4 pilihan jika ditambah dengan Golput dan memilih tidak datang ke TPS. Berbagai tahapan telah dilalui para calon. Berbagai usaha dan kerja keras sudah ditunjukkan para calon presiden, mungkin hingga berhutang sana – sini dan bolak – balik Rumah Sakit karena capai mencari dukungan. Mungkin juga masih harus berbohong dan bersandiwara demi menggerakan demokrasi di negara ini. Pengorbanan mereka tidak kecil. Kita semua menyaksikannya sendiri dan sudah menjadi saksi.
Kini tiba pada saatnya giliran kita melakukan hak dan kewajiban untuk memilih diantara 2 pasangan calon yang ada. Tidak ada manusia yang sempurna, dan terbebas dari “dosa masa lalu”. Kita wajib memilih yang terbaik dari yang ada. Tidak perlu mencari – cari yang tidak ada. Jangan sampai Golput dan tidak datang ke TPS menjadi juaranya.
Saya jadi berandai – andai seadainya tidak ada orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin negeri ini.
(Manggis, Karangasem, Bali – 8 Juli 2014)