penulis : Farida nur virdaus
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam
Kilas Balik Tragedi Kerusuhan dan Penembakan di Tanjung Priok di September Tahun 1984
Tragedi Tanjung Priok pada September 1984 merupakan salah satu momen kelam dalam sejarah Indonesia yang masih membekas hingga hari ini. Peristiwa ini mencuat karena eskalasi kekerasan yang terjadi antara aparat keamanan dan massa yang memprotes penahanan empat orang di Kodim Tanjung Priok.
Penyebab kejadian tersebut adalah penahanan empat individu oleh aparat keamanan. Amir Biki, seorang tokoh masyarakat, berupaya untuk membebaskan mereka melalui negosiasi dengan Kodim, namun tidak memperoleh jawaban yang memuaskan. Terdorong oleh keputusasaan, ia memimpin pertemuan dengan para ulama dan tokoh agama setempat untuk membahas solusi atas masalah ini.
Dalam pertemuan itu, Amir Biki dengan tegas menegaskan hak mereka untuk membela kebenaran dan memprotes tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dia juga mengingatkan agar protes dilakukan secara damai dan menolak segala bentuk kekerasan.
Namun, ketidakpuasan terhadap penanganan kasus tersebut memuncak pada sebuah protes massal pada pagi hari tanggal 12 September 1984. Massa yang memprotes berusaha mendekati Polres Tanjung Priok dan Kodim setempat, namun dihadang oleh aparat keamanan yang menggunakan kekerasan fisik dengan menembakkan senjata api.
Situasi semakin memanas ketika truk-truk berisi pasukan tambahan tiba dan melindas massa yang berusaha bertahan. Dalam kekacauan itu, banyak korban tewas, terluka, bahkan hilang, namun jumlah pastinya tetap menjadi misteri karena pemerintah Orde Baru yang menutupi fakta sebenarnya.
Pernyataan resmi dari Panglima ABRI saat itu LB. Moerdani menyebutkan jumlah korban yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan data dari Solidaritas untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) yang mengklaim jumlah korban mencapai ratusan orang.
Namun, yang lebih mencengangkan adalah sikap Presiden Soeharto yang tampaknya tidak menyesali tragedi tersebut. Dalam bukunya, ia menyalahkan pemimpin setempat atas peristiwa ini dan menegaskan tindakan keras harus diambil terhadap pelanggar hukum, tanpa mengakui peran aparat keamanan dalam eskalasi kekerasan.
Tragedi Tanjung Priok 1984 merupakan catatan hitam sejarah bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan Soeharto selain juga adanya Petrus di tahun yang bersamaan, ini mengingatkan kembali bagi kita tentang pentingnya penegakan Hak asasi manusia, keadilan serta kebenaran. Walaupun kejadian tersebut sudah berlalu puluhan tahun, tetapi peristiwa tersebut menjadi awal mula titik terang untuk masyarakat sipil dalam menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM dan menegakkan keadilan.Â