Bukan untuk penghakiman tapi lebih pada pembelajaran. Pengalaman adalah guru terbaik dan kita bisa belajar dan bercermin pada pengalaman yang dilalui orang lain agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama.
Tragedi Mina, berdesak-desakannya jamaah haji untuk bisa melempar jumroh yang berakibat jatuhnya korban karena terinjak, bertabrakan dengan jamaah lain, kemudian pingsan lalu meninggal. Coba simak berita-berita yang diturunkan oleh berbagai media pascatragedi. Penyebab kejadian mengenaskan itu terjadi antara lain karena: jamaah tidak patuh jadwal, jamaah meninggalkan rombongannya, dan jamaah tidak sabar.
Lalu muncul pertanyaan di benak saya yang sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di tanah suci. Mengapa jamaah Indonesia yang jadi korban bisa berada di tempat kejadian padahal pada jam itu bukan jadwal jamaah Indonesia? Jawabannya: mungkinkah mereka tidak sabar? Mungkin mereka ingin lekas menyelesaikan proses lempar jumroh? Apakah mereka begitu tidak sabarnya?
Bukankah beribadah di mana terkandung doa-doa diucapkan di dalam rangkaian ibadah itu esensinya adalah KESABARAN? Sekali lagi adalah KESABARAN! Sabar sampai waktunya. Sabar pada gilirannya. Sama dengan berdoa, sabar sampai doa dikabulkan. Sabar alias tawakal selama doa belum dikabulkan. Sabar ketika doa yang dipanjatkan atas keinginan di dalam hati ternyata Sang Mahakuasa memberi yang lain tidak sama dengan yang kita inginkan?
Haji adalah rukun Islam ke-5 atau yang terakhir setelah membaca syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Apa artinya? Haji adalah tingkatan tertinggi dalam urutan beribadah sebagai Muslim. Maka bagi yang telah mampu melaksanakan (patokan saya adalah mampu secara materi itu sudah wajib berhaji) maka seharusnya dalam perilaku yang diperlihatkan adalah juga mencerminkan tingkatan ibadah yang tinggi.
Sabar/tawakal. Perilaku ini mestinya telah menjadi karakter mereka yang telah mampu dan sejak awal sudah disiapkan secara mental oleh mereka yang akan berangkat haji, sejak mencatatkan atau mendaftarkan diri sebagai Calon Jamaah Haji (CJH). Perjalanan haji yang sekarang sudah sangat mudah dengan pesawat dan berbagai fasilitas lainnya, mungkin membuat para CJH lupa bahwa mereka harus menyiapkan mental Sabar. Selama perjalanan haji mungkin mereka akan mengalami sejumlah ujian kesabaran. Katering makanan terlambat, bis mogok, cuaca sangat panas, sakit, tempat melaksanakan rukun haji harus berhadapan dengan jamaah lain, dan sebagainya. Hanya mereka yang menyiapkan diri dengan mental sabar, yang InsyaAllah menjalani ibadah haji dengan selamat dan mabrur. Wallahualam bi shawab.
Tentu ini tidak disandingkan dengan tragedi ambruknya crane. Tragedi ambruknya crane itu adalah faktor kelalaian dari pelaksana proyek yang membiarkan crane dalam posisi bisa membahayakan para jamaah haji. Tragedi di Mina, bisa dihindari andai para jamaah bersabar dalam menjalankan rukunnya, sabar menanti jadwalnya, dan sabar menanti gilirannya.
Zaman yang serba cepat dengan persaingan tinggi, di mana orang ingin mewujudkan keinginannya dengan secepat-cepatnya tanpa peduli dengan perilaku yang benar, membuat manusia makin meninggalkan sifat sabar/tawakal. Pada akhirnya menjadi karakter yang terbawa dalam proses ibadah yang sebenarnya substansinya adalah sabar dengan kehendak Robb-nya. Tugas manusia adalah berdoa dan berusaha. Patut digarisbawahi, BERUSAHA DENGAN CARA YANG BENAR. Wallahualam bi shawab.
Semoga semua peristiwa menjadi cerminan untuk diambil hikmahnya. Semoga kita semua mampu belajar menjadi orang yang sabar/tawakal. Melakukan atau mencapai keinginan dengan cara yang benar.
Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Semoga para jamaah yang menjadi korban insiden, meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H