Mohon tunggu...
Dhita Mona
Dhita Mona Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

wife,writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nangis Sesenggukan, Mudah Kawin Lagi

25 September 2015   09:13 Diperbarui: 25 September 2015   09:13 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entahlah mengapa ini mitos yang banyak dipercaya masyarakat dan sering terbukti benar adanya. Hanya saja, beberapa peristiwa di keseharian saya, nyatanya benar begitu.

Seorang suami yang ditinggal mati istrinya, jika ia nangis sesenggukan sampai meraung-raung biasanya tak lama akan kawin lagi. Begitulah mitos yang dipercaya sekali di masyarakat lingkungan saya. Tadinya saya tak terlalu memperhatikan, sih. Lama-lama kok merasa iya benar juga ya. Karena melihat teman-teman orangtua, figur publik, bahkan kolega sendiri kok ya begitu.

Waktu istri meninggal, nangis sesenggukan, meratap, sampai meraung-raung. Seolah dirinya begitu kehilangan. Tentu orang yang melihatnya sangat terenyuh. Betapa terlihat begitu mencintai mendiang istri. Eh, belum sampai setahun istri meninggal, bahkan belu sebulan, si suami sudah menggandeng wanita lain. Mesra dan bahagia.

Apakah salah mencari pengganti karena pasangannya sudah meninggal? Tidak. Tidak salah. Cuma saja perbedaan perilaku bisa berputar 180 derajat waktu istri meninggal dan tak lama sudah bergandengan dengan wanita lain.

Sepertinya tulisan saya ini sangat diskriminatif alias berbau gender sekali, ya? Iyalah. Karena yang saya lihat di sekeliling saya, lho ya....memang yang model begitu adalah kaum Adam. Sori ya Bapak-Bapak...hehe. Sementara Ibu-Ibu yang ditinggal mati suaminya, sangat sedikit yang berpikir menikah lagi. Apalagi kalau usia sudah di atas 50 misalnya, sudah punya anak banyak, biasanya si istri sudah malas menikah lagi.

Karena biasanya wanita itu jika usia sudah di atas 50 tahun dan sudah punya anak (banyak lagi) itu biasanya merasa sudah tua. Sudah tidak pantas bergandeng tangan atau ganti pasangan. Ada memang beberapa kasus si istri menikah lagi meski usianya sudah di atas 50 tahun, itu lebih karena anak-anaknya sudah dewasa dan sudah kerja di luar kota. Ia kesepian di rumah hanya dengan pembantu misalnya. Biasanya juga si ibu menikah dengan kawan lamanya, yang sudah sama-sama berusia lanjut juga. Buat teman ngobrol dan menghabiskan waktu.

Beda kan ya sama Bapak-Bapak. Meski sudah berusia kepala lima, masih merasa muda apalagi kalau berbadan gagah, duit banyak, punya jabatan. Masih merasa pantas menikahi wanita usia 20-an sekalipun. Nyata kan ya? Bukan diskriminasi gender kan ya? Hehehe...

Begitulah......

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun