Mohon tunggu...
Delliq Hastariq
Delliq Hastariq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan dari Universitas Padjadjaran yang sedang menjalani semester 7

Halo! Terima kasih sudah menyempatkan diri di laman profil saya. Mari berkenalan sedikit, saya seorang mahasiswa yang nggak terlalu ideologis banget, hidup saya santai tapi mengalir. Terakhir, saya seorang Madridista, HALA MADRID!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Perang Bubat dalam Naskah Historiografi Tradisional

23 Oktober 2024   17:59 Diperbarui: 23 Oktober 2024   17:59 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perang sering terjadi akibat perselisihan yang memperebutkan harta, kekayaan alam, wilayah, hingga hasrat untuk memenuhi kedigdayaan dalam bertahta. Perang akibat perselisihan ini sudah terjadi sejak zaman Nabi Adam antara Habil dan Nabil yang memperebutkan Iqlima untuk dinikahi. Peristiwa tersebut diyakini sebagai awal mula perselisihan antar manusia terjadi dan menjadi watak manusia. Di Indonesia, peristiwa perang terjadi dibagi dalam beberapa pembabakan. Pertama, pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara. Kedua, pada masa kerajaan islam. Ketiga, pada masa penjajahan Belanda, Keempat, pada masa penjajahan Jepang. Terakhir, pada masa kemerdekaan.

Pada masa kerajaan di Nusantara, terdapat salah satu peristiwa yang menjadi sejarah besar dalam masa kerajaan. Peristiwa tersebut ialah peristiwa Perang Bubat antara Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Majapahit. Peristiwa tersebut disinyalir menjadi simbol kekuatan antara bangsa Sunda dan bangsa Jawa. Perang Bubat terjadi pada tahun 1357, disebut Perang Bubat karena perang ini terjadi di area Alun-alun Bubat, Trowulan tidak jauh dari istana Kerajaan Majapahit. Perang ini terjadi dikarenakan ada perseteruan antara Patih Anepaken (utusan Sunda) dan Patih Gajah Mada (utusan Majapahit). Perseteruan tersebut bermula dari keinginan Hayam Wuruk untuk menikahi putri dari Kerajaan Sunda, Dyah Pitaloka. Keinginan tersebut bertujuan untuk memanjangkan hubungan baik kedua kerajaan. Namun, keinginan Hayam Wuruk tidak disetujui oleh Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada tidak setuju karena ia takut rombongan Kerajaan Sunda merupakan penyamar yang akan menyerang Kerajaan Majapahit. Sebaliknya, Patih Gajah Mada memiliki keinginan untuk menaklukkan Kerajaan Sunda dengan datangnya utusan Sunda sebagai tanda takluk dari Kerajaan Sunda untuk menjadi kerajaan bawahan.

Kerajaan Sunda memang menjadi kerajaan yang sulit ditaklukkan oleh Majapahit kesulitan tersebut dikarenakan oleh kondisi geografi wilayah Kerajaan Sunda yang dikelilingi oleh pegunungan, hal tersebut menyulitkan Majapahit untuk menyerang Kerajaan Sunda. Selain itu, Kerajaan Majapahit memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan turunan dari Kerajaan Sunda, yaitu Raden Wijaya. Keinginan Patih Gajah Mada untuk menaklukkan Kerajaan Sunda adalah untuk memenuhi Sumpah Palapa yang sudah ia canangkan untuk menguasai seluruh wilayah Nusantara dan satu-satunya wilayah yang belum dikuasai adalah Kerajaan Sunda. Kedatangan Kerajaan Sunda dimanfaatkan oleh Patih Gajah Mada sebagai bentuk penaklukkan dari Kerajaan Sunda, namun siasat tersebut gagal karena Maharaja Linggabuana Wisesa menolak untuk takluk dan lebih memilih perang daripada hidup terhina oleh Majapahit. Atas penolakan tersebut maka terjadilah perang antara kedua kerajaan terbesar di Nusantara.

Perang tersebut memberikan dampak bagi kedua hubungan Sunda dan Majapahit dengan memburuknya hubungan. Dampak tersebut dapat terasa hingga kehidupan modern saat ini. Artikel ini akan membahas masing-masing Kerajaan Sunda dan Kerajaan Majapahit dan Perang Bubat dari beberapa perspektif naskah kuno yang ditemukan, yaitu naskah Kidung Sunda, Carita Parahyangan, dan Pararaton.

Kerajaan Sunda

Penulis menemui fakta bahwa kerajaan tertua di Pulau Jawa adalah Salakanagara yang didirikan oleh Dewawarman I (Prabu Darmalokapal Aji Raksa Gapura Sagara) dari Bharata (India) yang terletak di Teluk Lada (Kab. Pandeglang). Temuan tersebut memberikan fakta bahwa leluhur kerajaan-kerajaan Nusantara berasal dari Bharata atau India.

Dari Kerajaan Salakanagara (Dewawarman I) hingga munculnya Tarumanagara (Dewawarman IX) sampai pada runtuhnya Tarumanagara (Linggarwarman) munculah Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 669. Keberadaan bukti Kerajaan Sunda dibuktikan oleh Prasasti Kebonkopi II pada tahun 932 yang menyebutkan "Seorang Raja Sunda menduduki tahtanya kembali" dalam bahasa Melayu Kuno. Selama kepemimpinan Prabu Tarusbawa, Kerajaan Sunda terpecah menjadi dua bagian, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Terpecahnya kerajaan tersebut disebabkan oleh Prabu Tarusbawa yang menikahi putri sulung Linggawarman yang bernama Dewi Manasih membuat Wretikandayun tidak suka dan melepaskan Galuh dari Tarumanagara. Fakta tersebut memunculkan penemuan bahwa Kerajaan Tarumanagara terpecah menjadi dua, yaitu Sunda yang dipimpin oleh Tarusbawa dan Galuh yang dipimpin oleh Wretikandayun.

Setelah Tarusbawa turun tahta pada tahun 723, kepemimpinan digantikan oleh Harisdarma (Sanjaya) putra dari Bratasenawa (cucu Wretikandayun) dan Sannaha (putri dari Ratu Jay Shima dari Kalingga) yang menikahi dengan Sekarkencana (cucu Tarusbawa). Pada kepemimpinan Sanjaya, Sunda dan Galuh kembali dipersatukan menjadi Kerajaan Sunda-Galuh namun penyebutan keduanya sering disebut sebagai Kerajaan Sunda. Penyatuan kembali dua wilayah tersebut hasil dari penyerangan terhadap pemberontak di Galuh Purbasora (cucu Wretikandayun). Penggabungan Sunda-Galuh tercatat pada catatan perjalanan pertama Prabu Jaya Pakuan (Bujangga Manik) yang mengelilingi Pulau Jawa, catatan perjalanan Tome Pires (1513), dan prasasti di Bogor dan Sukabumi. Penggabungan Sunda-Galuh tersebut berlangsung pada masa kepemimpinan Sanjaya hingga Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1042).

Eksistensi Kerajaan Sunda sebagai kerajaan kurang populer di masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat mengenal sunda sebagai sebuah suku dibandingkan sebuah kerajaan yang besar. Ketidakpopuleran tersebut disebabkan oleh terbatasnya sumber informasi mengenai Kerajaan Sunda dan belum optimalnya penelitian yang dilakukan dalam meneliti sumber-sumber informasi. Nama Kerajaan Sunda kalah populer dari nama Majapahit ataupun Sriwijaya sebagai kerajaan besar di Nusantara, bahkan kalah populer dari nama Tarumanagara yang pernah eksis juga di negeri parahyangan.

Kerajaan Majapahit

Berdirinya Majapahit meninggalkan keterkaitan dengan keluarga dari Sunda. Pendiri Kerajaan Majapahit merupakan soerang keturunan dari Kerajaan Sunda yang berkedudukan di Pakuan, yaitu Rakryan Jayadarma. Rakryan Jayadarma menikah dengan putrinya Mahisa Cempaka dari Singhasari (Jawa Timur), Dyah Lembu Tal. Hasil pernikahan antara Rakryan Jayadarma dengan Dyah Lembu Tal lahir seorang putra bernama Nararya Sanggramawijaya yang kemudian hari dikenal sebagai Raden Wijaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun