Indonesia sebagai negara agraris, negara yang memiliki tanah yang subur dan kekayaan alam melimpah menunjang pengembangan sektor agribisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Sektor agribisnis dalam pengembangannya dibutuhkan dukungan bukan hanya profesionalitas petani tapi juga permodalan yang kuat. Keunikan dari agribisnis ini, bukan sekedar fungsi produksi tapi juga risiko yang sangat tergantung pada kondisi alam. Selain itu kelangsungan hidup petani untuk penyediaan lahan, pemeliharaan tanaman, hingga pengiriman produk ke dalam dan luar negeri.
Agribisnis memiliki pengertian yang lebih luas dari pada sektor pertanian, karena ia tidak sekedar mencakup aktivitas produksi usaha tani, tetapi juga aspek hulu (pengadaan bahan baku) dan hilirnya (pengolahan dan pemasaran). Dengan demikian, pengembangan agribisnis memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan sektor pertanian. Fokus kepada permodalan agribisnis, model bisnis dan akad yang paling tepat untuk diimplementasikan adalah akad Salam. Definisi akad Salam menurut PSAK no 403 menyatakan bahwa Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam 'illaih) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati dengan syarat-syarat tertentu.
Akad Salam sendiri memiliki 2 skema yaitu akad Salam Langsung dan akad Salam Paralel
Gambar 1 Skema Akad Salam Langsung
Akad Salam Langsung hanya terdapat satu transaksi antara penjual dan pembeli. Teknisnya pihak penjual setuju untuk menyediakan barang tertentu pada waktu yang akan datang dan pihak pembeli setuju untuk membayar harga tunai pada saat penandatanganan kontrak. Kemudian penyerahan barang dilakukan di masa mendatang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam kontrak. Contoh penggunaan akad Salam Langsung dalam agribisnis adalah ketika seorang petani setuju untuk menjual hasil panennya di masa mendatang kepada pembeli dengan pembayaran tunai di muka.
Sedangkan akad Salam Paralel dilakukan dengan melibatkan pihak bank sebagai pihak muslam 'ilaih dan muslim, terdapat dua transaksi yang berjalan secara paralel, satu antara penjual dan pembeli, dan satu lagi antara penjual dan bank.
Gambar 2 Skema Akad Salam Paralel
Pada skema Salam Paralel pihak penjual setuju untuk menyediakan barang pada waktu yang akan datang kepada pembeli dan menerima pembayaran tunai dari bank. Setelah penyerahan barang dilakukan kepada pembeli, penjual harus menyerahkan barang tersebut kepada bank sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Kemudian pihak pembeli harus membayar jumlah yang disepakati kepada bank pada waktu yang telah ditentukan dalam kontrak dengan bank.
Contoh penggunaan akad Salam Paralel dalam agribisnis adalah ketika seorang petani setuju untuk menjual hasil panennya di masa mendatang kepada pembeli dengan pembayaran tunai di muka dari bank, dan kemudian setelah panen, hasil panen tersebut diserahkan kepada bank sesuai dengan kontrak. Akad ini melibatkan Bank Syariah ataupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Analisis Peluang dan Tantangan dalam Akuntansi Salam
Peluang pengembangan akad Salam untuk meningkatkan kinerja produksi agribisnis di Indonesia dengan membuka akses modal bagi para petani. Sejauh ini masih sedikit Bank Umum Syariah maupun BPRS yang menggunakan skema akad salam untuk pengembangan usaha tani nya. Diperlukan kajian dan analisis mendalam mengenai pengembangan usaha agribisnis dengan akad Salam. Harapannya tentu akan memudahkan petani selain juga menguatan karakteristik petani yang tangguh dalam pengelolaan bisnis dan keuangan petani. Dari sisi akuntansi tentu saja peluang untuk penerapan PSAK Salam ini diperlukan kehati-hatian, para akuntan dan pihak-pihak terkait yang akan melakukan proses akuntansi perlu memahami mendalam khususnya PSAK 403 Akuntansi Salam. Perlu dilakukan kajian-kajian mendalam yang lebih banyak mengenai akad salam berikut studi kasus, karena dari sisi agribisnis bukan saja pertanian padi misalkan tapi juga perkebunan, perikanan, kehutanan bisa mengimplementasikan akad Salam, mengingat jumlah usaha pertanian di Indonesia sebayak 29.36 juta unit pada tahun 2023.
Namun analisis khususnya tantangan bagi akad Salam khususnya ditinjau dari PSAK 403 maka sisi Karakteristik maka para pelaku akad Salam harus bisa membedakan dengan jelas akad Salam Langsung dan akad Salam Paralel begitu pula perangkat yang terlibat didalamnya. Dari sisi spesifikasi barang, perlu kesepakatan bersama dalam menilai harga barang tersebut. Tentunya penilai harus memiliki keahlian khusus dalam melakukan penilaian/ penaksiran harga barang karena dalam akad salam objeknya sendiri belum ada (belum terlihat). Maka spesifikasi barang harus jelas dan terang diketahui oleh kedua belah pihak untuk menghindari gharar.
Risiko Penerapan Akad Salam dan PSAK 403
Risiko Kepemilikan dalam akad Salam, karenaada perpindahan kepemilikan maka penjual bertanggung jawab untuk menyerahkan barang pada waktu yang ditentukan di masa depan. Risiko kepemilikan atas barang tersebut tetap ada pada penjual hingga barang diserahkan kepada pembeli. Jika barang rusak atau hilang sebelum penyerahan, penjual masih harus menanggung kerugian tersebut. Hal ini tentunya harus dapat dimitigasi, pemisahan waktu antara kepemilikan penjual hingga pembeli juga bersamaan dengan pencatatan akuntansinya.
Risiko Kualitas, pihak pembeli berisiko terhadap kualitas barang yang dibeli, terutama jika barang tersebut belum diproduksi atau dikumpulkan pada saat penandatanganan kontrak Salam. Jika barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi atau standar yang diharapkan, pembeli mungkin akan mengalami kerugian. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan penilaian harga barang. Bisa jadi akan berbeda dengan nilai yang disepakati
Risiko Keterlambatan Penyerahan, Dalam akad salam ada risiko bahwa penjual tidak dapat menyerahkan barang sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak Salam. Keterlambatan penyerahan barang dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi pembeli, terutama jika ada ketergantungan pada barang tersebut untuk keperluan bisnis atau konsumsi. Keterlambatan ini sebenarnya dalam pencatatan akuntansi tidak berpengaruh namun dari sisi kelancaran proses bisnis sedikit banyak akan mempengaruhi perjanjian akad Salam.
Risiko Perubahan Harga: Harga dalam akad Salam biasanya disepakati di awal transaksi. Namun, risiko terjadi perubahan harga di pasar dapat menjadi masalah, terutama jika harga barang naik secara signifikan sebelum penyerahan barang kepada pembeli. Ini dapat menyebabkan kerugian bagi penjual atau pembeli tergantung pada arah perubahan harga. Â
Risiko Likuiditas: Bagi penjual, ada risiko likuiditas karena penjualan barang dengan pembayaran tunai namun dengan penyerahan di masa depan. Jika penjual membutuhkan dana tunai dengan segera untuk memenuhi kewajiban atau kebutuhan bisnis lainnya, penundaan pembayaran dari pembeli dalam akad Salam dapat menyebabkan masalah keuangan.
Merujuk pada pernyataan no 10 dalam PSAK 403 disebutkan bahwa niat transaksi Salam adalah pembeli memberikan modal kerja kepada penjual dalam kasus ini misalnya petani, maka pembeli membutuhkan kepastian dari petani terkait dengan spesifikasi barang dan waktu penyerahan. Ini perlu diperhatikan karena sangat memungkinkan terjadi kesalahan estimasi dan prediksi. Penetapan modal kerja juga sangat sensitif karena mindset modal masih pada akad bagi hasil bukan pada akad jual beli Salam.
Meninjau pengukuran dan pengakuan dalam akad Salam maka ditinjau dari dua sisi yaitu akuntansi penjual dan pembeli. Penjual dan pembeli harus memiliki cara pandang yang sama dalam akuntansi Salam, baik dari sisi akad, spesifikasi produk yang diperjual belikan, masa tunggu dan waktu penyerahan. Definisi force mejeur juga harus bisa diidentifikasi dengan baik agar tidak tejadi kesalah pahaman, tentu jika terjadi bencana alam akan lebih mudah untuk diakui namun jika misalkan pemilihan bibit yang kurang tepat bukan karena kesalahan petani namun dari pemasok bibit. Itu juga harus bisa diselesaikan dengan baik baik dari sisi pencatatan akuntansi maupun dari sisi manajemen bisnisnya.
Kesimpulan
Penerapan akad Salam untuk pengembangan sektor agribisnis memiliki prospek yang sangat menjanjikan. Di satu sisi peluang sangat besar untuk akses modal bagi para petani yang berfungsi sebagai pihak penjual sehingga mendapatkan modal kerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai negara agraris tentunya kebutuhan akan modal untuk pertanian Indonesia sangatlah besar sehingga akad Salam diharapkan mendongkrak dan mengakselerasi pengembangan agribisnis di Indonesia. Disisi lain tantangan yang besar terkait risiko-risiko yang mungkin muncul dalam transaksi Salam, dimulai dari penyediaan modal, spesifikasi produk yang diperjual belikan , kondisi force mejeur yang mungkin terjadi, waktu penyerahan yang mungkin tidak tepat dan kemungkinan kerugian karena harga produk yang mungkin saja tidak stabil.
Untuk mengurangi risiko-risiko ini, pihak yang terlibat dalam akad Salam harus memahami kontrak dengan baik, menetapkan syarat-syarat yang jelas dan mengukur risiko dengan cermat. Selain itu, penggunaan instrumen keuangan Islam yang sesuai juga dapat membantu dalam mengelola risiko-risiko yang terkait dengan akad Salam.
Tantangan dari sisi akuntansi baik dari karakteristik, pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan teridentifikasi beberapa kelemahan, namun pada dasarnya PSAK 403 secara umum telah mencakup semua kebutuhan pencatatan yang mungkin terjadi dalam akuntansi Salam, sehingga dapat mengakomodir semua risiko yang mungkin saja terjadi dalam transaksi Salam di masa yang akan datang. (DS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H