Della Cindy Pristiyanti 154223511
Magister Psikologi Sains UBAYA
Dalam suatu percakapan yang saya lakukan dengan seorang siswa bernama Rara (nama samaran) menunjukkan luka pada lengannya. Luka itu didapatkan Rara dari perilaku self-injury yang dia lakukan. Namun ibunya serta keluarganya secara tidak langsung mengatakan bahwa dia berlebihan, dia mencoba menggoreskan silet pada pergelangan tangannya karena sikap orang tua nya yang otoriter serta rasa stress dan frustasi yang dia rasakan, setiap kali dia stress, marah dan kecewa dia tidak pernah mengungkapkan pada orang tuanya, karena dia merasa usahanya berdebat akan sia -- sia dan orang tua melarang dia untuk marah, sehingga Rara melukai pergelangan tangannya sendiri untuk melampiaskan emosinya, dia hanya menutup luka nya dengan plester dan kaos lengan panjang, meskipun dia tahu hal tersebut salah namun dia tidak memiliki keberanian untuk pergi ke psikolog karena tidak memiliki uang, serta menutupinya karena malu dan takut akan dikira aneh, mengada -- ada hingga mencoba mencari perhatian orang tuanya, karena dia marah pada orang tuanya strict dan otoriter.
Siswa Pelaku Self-Injury Pribadi yang Manipulatif
Istilah self-injury merupakan istilah yang sangat familiar di telinga akhir -- akhir ini, seakan fenomena self-injury merupakan fenomena yang sangat dekat dengan kalangan remaja atau siswa. Perilaku melukai diri sendiri nampaknya merupakan perilaku yang tidak akan terlintas pada pikiran beberapa orang, merasakan betapa sakitnya kita melukai tangan kita dengan benda tajam seperti silet hingga menyebabkan luka mengeluarkan darah, tentu cukup menakutkan bagi beberapa orang hingga mungkin perbuatan yang dianggap konyol hingga tak pernah terbayangkan dapat dilakukan oleh seseorang apalagi seorang siswa yang notabenya merupakan generasi muda yang dianggap memiliki kehidupan yang belum kompleks seperti kehidupan orang dewasa. Namun faktanya tidak sedikit orang -- orang yang memiliki pemikiran untuk melakukan self-injury.
Tidak sampai hanya pada kecenderungan memiliki pemikiran untuk melukai diri sendiri, beberapa orang disekitar kita bahkan telah banyak mencoba melukai diri nya sendiri untuk melampiaskan emosinya. Perilaku self-injury pada siswa umumnya sama dengan apa yang dilakukan oleh cerita Rara diatas dimana umumnya mereka akan melukai dirinya sendiri dengan cara menggoreskan benda tajam seperti silet hingga pergelangan tangannya terluka hingga mengeluarkan darah. Lebih jauh lagi perilaku self-injury dapat berupa tindakan mengiris, mengiris, membakar, hingga mencelakai diri sendiri yang telah dilaksanakan hingga mematahkan tulang mengkonsumsi hal hal yang membahayakan tubuh.
Perilaku melukai diri sendiri nyatanya merupakan perilaku kelainan psikologis, yang dianggap sebagai fenomena gunung es dimana fenomena ini banyak sekali terjadi di sekitar kita namun tidak banyak yang menyadari bahwa perilaku ini merupakan perilaku kelainan psikologis.
Self-injury memiliki pengertian sebagai sebuah perilaku yang dilakukan guna mengatasi perasaan tekanan emosional melalui upaya menyakiti atau merugikan diri sendiri tanpa adanya atensi untuk melakukan upaya bunuh diri. Self-injury adalah wujud wujud koping maladaptif dengan karakteristik dimana seorang individu melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk memperoleh rasa sakit untuk menangani tekanan emosional yang dirasakan. Perilaku self-injury terjadi sebesar 2,7% pada populasi masyarakat umum. Di indonesia perilaku menyakiti diri sendiri diketahui dari sepertiga penduduk indonesia, 36,9% nya menceritakan pernah melakukan upaya self-injury. Perilaku melukai diri sendiri sebenarnya merupakan sebuah perilaku yang dapat terjadi serta dilakukan oleh seluruh golongan usia meski tampaknya perilaku ini merupakan perilaku yang sulit dibayangkan untuk dilakukan dan banyak orang yang berfikir perilaku ini tidak mungkin dilakukan oleh seseorang terutama pada siswa yang memiliki usia yang masih muda. Namun perilaku melukai diri sendiri atau self-injury adalah perilaku yang justru dekat dan banyak dijumpai pada usia anak anak atau remaja. 42% remaja dunia pernah melakukan upaya melukai diri sendiri (Cahyaningrum & Dewi, 2024).
Sejatinya perilaku self-injury pada siswa tidak dilakukan dengan maksud untuk mengakhiri hidup namun lebih pada perilaku melampiaskan rasa stress serta rasa sakit emosional melalui upaya menimbulkan rasa sakit pada anggota tubuh diri sendiri, namun  perilaku ini merupakan perilaku yang mengasosiasikan adanya kondisi permasalahan psikologis pada diri seorang siswa yang melakukannya, namun tidak banyak masyarakat atau bahkan guru yang mengetahui perilaku ini pada siswa adalah perilaku yang mengindikasikan adanya permasalahan psikologis yang dapat merugikan bag pelakunya
Tidak jarang siswa yang melakukan perilaku self-injury atau melukai dirinya sendiri justru memperoleh pandangan negatif dari sekitar hingga dari guru -- guru mereka sendiri masih banyak sekali cemoohan ditemukan diterima siswa dengan perilaku self-injury. Meskipun self-injury bukan sebuah perilaku yang mengarah pada keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri namun guru atau orang -- orang selalu beranggapan bahwa "seseorang yang melakukan self-injury kemungkinan orang yang ingin mengakhiri hidupnya", "orang yang mengalami gangguan mental", "orang mencari perhatian semata.", "terlalu berlebihan dalam menghadapi masalah".
Banyak siswa remaja yang memilih menyakiti dirinya sendiri serta memilih tidak mencari pertolongan.  Setidaknya antara setengah hingga sepertiga siswa yang melakukan self-injury memilih tidak melakukan upaya pencarian pertolongan untuk menghentikan perilaku mereka karena adanya tanggapan atau stigma yang akan mereka peroleh jika menunjukkan luka atas perilaku self-injury yang mereka lakukan. Daripada sebuah konstruksi psikologis yang membutuhkan bantuan perilaku self-injury pada siswa lebih banyak ditafsirkan serta memperoleh tanggapan atau persepsi eksplisit mengaitkan perilaku menyakiti diri sendiri sebagai bentuk kepribadian buruk yang dimiliki seorang siswa seperti rendahnya sikap tanggung jawab siswa hingga diidentifikasikan sebagai sebuah perilaku yang sering dilakukan oleh siswa yang memiliki permasalahan dengan penyalahgunaan obat -- obatan terlarang, dibandingkan dengan anggapan bahwa  self-injury pada siswa merupakan sebuah permasalahan psikologis yang membutuhkan bantuan, self-injury pada siswa lebih sering dipandang sebagai perilaku buruk pada siswa karena buruknya kepribadian siswa itu sendiri, self-injury pada siswa lebih sering dipandang sebagai perilaku manipulatif oleh masyarakat umum perilaku manipulatif oleh masyarakat umum, guru hingga tenaga kesehatan (Lloyd et al., 2018).