Dalam suatu hubungan, kebahagiaan dan cinta merupakan salah satu hal krusial yang menjadi kunci bagaimana hubungan tersebut akan berkembang. Hubungan ini pun tak terbatas hanya pada hubungan romantis saja, namun hubungan lain seperti persahabatan maupun hubungan antara orangtua dan anaknya. Namun, terkadang kebanyakan orang masih memiliki banyak permasalahan pada bagaimana mereka dapat self-love ini. Banyak orang yang terkadang menganggap orang lain egois karena menerapkan self-love pada diri mereka sendiri. Padahal, pada kenyataannya, self-love sendiri merupakan bentuk penghargaan ataupun apresiasi kita kepada diri sendiri, terlebih di era yang modern ini, di mana sosial media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Orang-orang semakin terpapar dengan kehidupan orang lain yang dirasa memiliki kehidupan yang lebih baik. Hal inilah yang membuat berbagai permasalahan terjadi, seperti merasa insecure dengan diri sendiri, standar kecantikan yang tidak sehat, atau menjadikan seseorang merasa haus validasi eksternal seperti jumlah followers atau likes. Hal ini yang membuat orang-orang, terutama remaja, menjadi rentan untuk mengalami masalah psikologis, merasa tidak cukup pada dirinya sendiri karena terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang-orang yang berada di sosial media.
Lantas, apa sebenarnya self-love itu?
Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya tentang apa itu self-love. Jika mengutip dari Henschke dan Sedlemeier (2023), self-love merupakan sikap kebaikan pada diri sendiri yang dapat dipelajari dan dipertahankan seumur hidup. Karena itu, individu yang menerapkan self-love akan berusaha untuk memahami dirinya sendiri, menerima apa yang menjadi kekurangan maupun kelebihan dirinya, mau untuk merawat dirinya, dan membangun hubungan yang sehat secara sadar dan aktif (Henschke dan Sedlemeier, 2023). Seperti apa yang dijelaskan sebelumnya, self-love merupakan aksi di mana kita menghargai, mencintai, dan mengapresiasi diri sendiri. Hal ini mungkin terlihat cukup mudah, namun pada kenyataannya masih ada banyak orang yang belum bisa menerapkan konsep self-love ini. Terkadang dibutuhkan perjalanan yang panjang serta kesabaran dan komitmen untuk akhirnya bisa melakukan dan menerapkan self-love.
Selain memberikan dampak yang positif pada diri sendiri, self-love juga memberikan dampak positif pada diri kita dan orang lain dalam konteks hubungan, seperti hubungan sosial maupun romantis. Orang yang memiliki tingkat self-love yang baik cenderung memiliki tingkat empati yang lebih besar, dapat menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif, memiliki tingkat stabilitas emosional yang lebih baik, dapat memberikan batasan yang jelas untuk diri sendiri dan pasangan maupun orang terdekat, dan juga cenderung dapat membangun komunikasi yang lebih terbuka. Karena dalam hal ini, komunikasi sangat penting untuk memahami fungsi hubungan (Soliz, Thorson, & Rittenour, 2009). Sebaliknya, orang yang masih kurang dalam menerapkan self-love seringkali menciptakan dinamika hubungan yang tidak seimbang, sangat berbeda dengan orang yang menerapkan self-love. Misalnya, karena seseorang merasa tidak berharga, ia akan cenderung bergantung kepada pasangannya secara berlebihan. Ketergantungan inilah yang bisa menyebabkan berbagai masalah, seperti kecemburuan, merasa iri, atau bahkan terkadang sampai adanya manipulasi emosional. Hal ini tentu saja bukan merupakan hal yang positif, entah bagi diri sendiri maupun bagi orang-orang yang berhubungan dengan kita. Dengan kurangnya self-love, seseorang akan sulit untuk menjaga batasan dirinya, sehingga terkadang ini dapat menyebabkan kelelahan emosional bahkan konflik dengan orang di sekitar kita.
Kalau begitu, bagaimana cara kita untuk bisa menerapkan self-love?
Untuk bisa menerapkan self-love, langkah awal yang bisa kita lakukan yaitu mengenali dan menerima diri sendiri. Mungkin untuk sekilas ini terlihat mudah, padahal saat kita melakukannya, kita akan cenderung untuk menyadari sulitnya untuk menerima diri sendiri karena sudah menjadi sifat manusia untuk secara sadar maupun tidak sadar membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita bisa mulai menerapkan self-compassion. Self-compassion sendiri merupakan sikap terbuka dan tergeraknya hati oleh penderitaan yang dialami, rasa untuk peduli dan kasih sayang pada diri sendiri, memahami tanpa menghakimi terhadap kekurangan dan kegagalan diri, menerima kelebihan dan kekurangan, serta menyadari bahwa pengalaman yang kurang lebih sama juga dialami oleh orang lain (Neff, 2003). Kita bisa mulai dengan berbicara kepada diri sendiri dengan afirmasi yang positif ataupun dengan melakukan journaling, menulis hal-hal positif apa yang terjadi, maupun menulis gratitude journaling. Dengan melakukan ini, kita dapat perlahan-lahan untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Selain itu, kita juga bisa mulai menetapkan batasan yang sehat. Hal ini juga merupakan bagian yang sangat penting pada hubungan keluarga, pertemanan, maupun hubungan romantis. Kita perlu tahu kapan untuk berkata "tidak" pada orang lain. Dengan mengatakan "tidak" bukan berarti kita menjadi egois ataupun sombong, melainkan hal ini adalah cara kita untuk menghormati diri kita sendiri dan orang lain dengan batasan sehat yang sudah kita tetapkan.
Lalu, salah satu yang penting juga untuk dilakukan yaitu, kita bisa mulai memaafkan diri sendiri atas kesalahan di masa lalu. Tidak mudah memang, tapi ini bisa menjadi salah satu langkah besar untuk bisa mulai menerapkan self-love. Kita bisa memberi ruang kepada diri sendiri untuk belajar dari kesalahan di masa lalu. Karena tidak ada manusia yang sempurna, namun dari kesalahan kita dapat melangkah lebih maju untuk menjadi versi yang lebih baik dari diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H