Konflik pun dimulai ketika tiba-tiba istrinya sakit parah, dan bertemu Idrissa (Blodin Miguel) seorang imigran gelap di bawah umur dari Gabon, negara bekas jajahan Perancis di Afrika. Di sinilah sisi kemanusiaan itu diuji, bersama beberapa orang di lingkup ia tinggal, orang-orang kelas bawah yang ramah, merekapun membantu perjuangan bocah Afrika tersebut untuk bertemu keluarganya yang terpisah dan telah menetap di London.
Mengenai fenomena imigran ini, dalam satu fragmen Aki cukup berani merepresentasikan gambaran nyata kasus kriminalitas dan kerusuhan yang terjadi berkenaan dengan imigran, seperti kasus pembakaran dan penghancuran tenda-tenda para imigran yang memicu kerusuhan pada tanggal 1 Juni 2015 di Perancis.
Para imigran inikeluar dari negaranya tentu dengan segala upaya, mengeluarkan uang yang banyak, bahkan melanggar hukum keimigrasian tentu ada faktor yang melatarbelakangi, meski bagi sebagian orang mereka adalah ancaman akan perekonomian, sosial dan politikal.
Pun ketika kita berbicara tentang imigran, hal ini tentu berkaitan dengan identitas yang merupakan keterkaitan antara seseorang dan kelompok-kelompok tertentu serta budayanya, sehingga akhirnya isu tentang orang-orang dari negarajajahan atau keturunan para imigran akan selalu berada di persimpangan jalan.
Identitas ini pun tidak luput dari imajinasi Aki, ia selipkan dalam sebuah interkolusi antara Marcel dan seorang imigran di tempat pengungsian tepi pantai Drunkrik, tatkala imigran tersebut menanyakan apa hal yang harus membuat ia percaya pada Marcel, "Karena mataku biru," ujar Marcel seketika.
Hal di atas merupakan pasemon (perbandingan berupa sindiran) terhadap orang eropa dengan segala supremasi keindentitasan mereka, hanya saja dalam adegan tersebut Aki berhasil membuatnya menjadi sebuah lawakan yang berisi sindiran halus terhadap penduduk asli Perancis.
Tak hanya itu, relasi kemanusiaan juga terjalin tatkala warga di basis sosial tokoh utama saling bantu membantu agar Idrissa bisa kembali bertemu keluarganya di London, bagaimana cara mereka menyusun rencana dan membangun konser amal untuk mencari dana agar bocah imigran tersebut dapat hidup normal bersama keluarganya, layaknya manusia pada umumnya.
Di akhir cerita, Inspektur kepolisian Perancis yang sedari awal bertugas mencari bocah imigran gelap tersebut untuk masuk ke dalam sel imigran dan dideportasi ke negara asal, berakhir dengan empati yang menggugah sisi kemanusiaan, tatkala ia menatap mata polos Idrissa, mata yang memancarkan kerinduan akan kehangatan keluarga, yang bingung akan kenyataan hidup yang dihadapinya.
Dan pada akhirnya, Aki kembali sukses mengajak kita berpikir tentang nasib Idrissa (bocah imigran gelap) tersebut, apakah ia sampai ke London bertemu keluarganya atau tidak, karena Aki memilih menghantarkan bocah tersebut kepada kita yakni dengan cara meninggalkan adegan terakhir sang bocah di tengah lautan menatap jauh pada Le Havre, pada orang-orang yang telah menujukkan sisi kemanusian mereka dengan cara memperjuangkan impiannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H