Mohon tunggu...
Dede Yusuf
Dede Yusuf Mohon Tunggu... Peneliti Area Poltracking Indonesia & Penulis Lepas -

Pribadi yang energik, dan penggiat riset. Personal yang percaya bahwa keberhasilan adalah fungsi kesempatan bertemu dengan kemampuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

(Menelaah Sosok) Tiga "Pendekar" Penantang Ibu Kota

29 Januari 2016   15:26 Diperbarui: 29 Januari 2016   18:04 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang “dibukanya” bursa pencalonan Ring 1 DKI Jakarta yang akan di laksanakan pada 2017 mendatang, beberapa akrobat politik semakin santer terdengar. Jika berkaca pada hasil jajak pendapat yang dilaksanakan oleh SRMC terkait pertanyaan terbuka soal tokoh yang pantas menjadi orang nomor satu di DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok masih tergolong paling popular di antara nama lain yang diajukan. Sementara bursa tokoh lain yang di jagokan di antaranya Ridwan Kamil, (Walkot Bandung), Tri Rismaharini (Walkot Surabaya) serta Tantowi Yahya (Politisi Golkar) masih terpaut jauh di bawah keunggulan Ahok. Sementara tokoh lain seperti Adhyaksa dan Sandiaga juga masih masuk bursa penantang serius untuk Ahok. Namun yang harus menjadi sorotan kritis dari jajak pendapat ini adalah pada sisi potensi Ahok jika di bandingkan dengan Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo dimana Ahok mencapai tingkat kepuasan dari public sebesar 64% pada pertengahan Agustus 2015 lalu, sementara Fauzi Bowo pada November 2011 lalu hanya sebesar 43%.  (Sumber : cnnindonesia.com).

Sementara itu, ditengah kesiapan Ahok dalam menjadi petarung utama Ring 1 DKI Jakarta yang mengantongi tingkat elektabilitas sebesar 23%, menurut Direktur Eksekutif Pol Tracking, Hanta Yuda masih belum dalam status aman. Ada beberapa titik yang dapat menjadi “celah” kekalahannya jika tidak di tanggapi serius, diantaranya Ahok harus berhasil selesaikan beberapa masalah di Ibu Kota seperti kebijakan-kebijakan yang terbilang kontroversi dan belum terlaksana. Karena jika permasalahan ini tidak terselesaikan bisa mengundang rasa kecewa public dan persepsi negative terhadap sosok Ahok.

Hal ini bukan tanpa alasan, setidaknya menurut pantauan penulis sudah ada beberapa petisi “negative” yang di sebarkan Secara on-line dengan tajuk #saveJakarta Tolak Pencalonan AHok sbg CAGUB DKI Jakarta Periode 2017-2022 yang telah di “tanda-tangani” 1.465 orang. Tidak hanya itu, setidaknya pada situs petisi online www.change.org tersebut ada beberapa petisi lain yang bernada menolak Ahok untuk terus memimpin Jakarta dimana beberapa di antaranya seperti Skandal APBD Bodong Jakarta, Pemakzulan Ahok, Banjir Jakarta 2015 akibat salah urus, Jalanan Rusak di Jakarta, daya serap APBD yang rendah, Jakarta : Kota termacet sejagat dan beragam permasalahan Ibu Kota lainnya yang menjadi “tangung jawab” orang nomor satu DKI.

Jika di telaah lebih jauh, maka adanya benang merah permasalahan tersebut dengan dua sosok yang memang menjadi penantang serius Ahok 2017 nanti, yaitu Ridwan Kamil yang dijagokan Gerindra, pun dengan Walkot Surabya, Tri Rismaharani. Hal ini bukan tanpa alasan jika melihat pada trek record dan rekam jejak kepemimpinan dua figure tersebut di daerah kerja asalnya.

Pertama, Ridwan Kamil yang “jatuh bangun” memimpin Bandung pada 2015 lalu mendapat beberapa penghargaan dan prestasi di antaranya Penilaian postif dari Ombudsman terkait peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat dimana sebelumnya Pemkot Bandung senantiasa dapat nilai merah, lambat dan tidak terukur menjadi Nilai Hijau, cepat akurat dan valuable. Juga Apresisasi positif dari KPK terkait kasus korupsi di lingkungan Pemkot Bandung yang menurun secara drastis. Serta percepatan pembangunan infrastruktur fisik yang semakin memadai. Ridwan Kami atau yang biasa di panggil Kang Emil tersebut juga mendapat anugrah penghargaan sebagai “Urban Leadership Award” dari Penn Institute for Urban Researh, USA. Serta dikenal sebagai salah satu Pejabat public paling aktif di media social. 

Kedua, berbeda dengan Kang Emil, Ibu Tri Rishamarani (Iron Lady nya Indonesia) juga mengantongi seabrek prestasi lainnya, di antaranya didapuknya beliau sebagai Wali Kota terbaik ke-3 Sejagat dunia oleh World Mayor yang merupakan organisasi non-profit bertaraf international. Hal ini melengkapi deretan prestasi lainnya seperti : Wali Kota Terbaik Se-Asia Pasifik versi Citynet pada tahun 2012. Penghargaan Kota Berkelanjutan ASEAN, Enviromentally Award 2012. Kemudian masuk nominasi 10 wanita paling inspiratif 2013 versi Majalah Forbes pada tahun 2013. Meraih 2 kategori penghargaan tingkat Asia Pasifik dalam ajang FutureGov Award 2013, yakni data center melalui Data Center Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui Broadband Learning Center (BLC). Prestasi beliau dalam mengelola Taman Bungkul mendapatkan penghargaan pada tahun 2013 The Asian Townscape Award dari PBB. Ibu Risma juga mendapatkan penghargaan Mayor of the Month sebagai wali kota terbaik pada Februari 2014. Serta mendapatkan penghargaan Socrates Award kategori Future City dari European Business Assembly (EBA) pada April 2014. (Sumber: Radar Surabaya: Jawa Pos Group)

Jika memang kedua tokoh ini maju dalam perebutan Ring 1 DKI Jakarta maka tentu saja menjadi penantang serius Ahok pada 2017 nanti. Meskipun ketika di mintai keterangan secara terpisah, baik Kang Emil maupun Ibu Risma menyatakan (masih) enggan untuk bertarung di DKI Jakarta.

DKI Jakarta, Sang Ibu Kota

Dengan wajahnya yang selalu tersorot senatero Nasional, bahkan juga menjadi perhatian Dunia tentu saja mengurus DKI Jakarta bukan permasalahan yang sama seperti mengurus Surabaya, Bandung, Solo, atau Kota-kota lainnya. Jakarta di yakini memiliki masalah 10x lebih kompleks dari wilayah manapun di Nusantara sehingga dalam perjalanannya membutuhkan tidak sekedar rencana-rencana pembangunan yang ordinary. Hal ini juga harus menjadi perhatian bersama para penantang Ring 1 Ibu Kota tersebut. Jika hanya mengandalkan popularitas tanpa kapabiltias maka masalah Jakarta tidak akan selesai dalam satu atau dua periode pemerintahan. Hal ini tentu menjadi beban bagi Pemerintahan setempat mengingat beban yang diwariskan dari periode sebelumnya di tambah dengan janji dan kontrak politik pada masa kampanye. Hal ini juga di perburuk dengan situasi politik dan pembangunan yang senantiasa menjadikan Ibu Kota sebagai trendsetter dan wajah politik nusantara. Bahwa apa yang menjadi sesuatu yang kekinian di Ibu Kota, maka akan menyebabkan daerah lainnya terinfluens.

Sudah barang tentu jika permasalahan demikian yang akan di hadapi, bukan sembarang petisi penolakan terhadap seseorang bisa  dimuat dengan mudah atau memberikan kritik tanpa solusi kepada siapa saja yang memimpin Ibu Kota. Jelas sangat dibutuhkan kerja ekstra ordinary dengan pendekatan yang kualitatif dan kuantitatif serta berorientasi pada development system bukan program jangka pendek, serta di dukung dengan banyak supporting system di belakangnya.

DKI Jakarta memang bukan tempat bagi Single Fighter. Dan harus mempunyai "kesaktian" untuk menaklukan elite politik dan antek-anteknya. Disamping itu tingkat kecerdasan dan kritis publik juga akan memberikan pengaruh sebagai feedback yang diberikan terhadap setiap kebijakan yang akan di keluarkan. Komunikasi politik yang "khas" milik Jokowi sudah membuktikan mampu menjinakkan kerasnya publik Ibu Kota.  Jika di ibaratkan maka "Memimpin Ibu Kota bisa Untung bisa juga Buntung". Bisa menjadi Luar Biasa, bisa menjadi Luar Binasa...Maka mari kita lihat bagaimana manuver dan akrbobat atraktif dari Ketiga Pendekar Nusantara yang di gadang-gadang tersebut.

 

Samarinda, 29 Januari 2016 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun