Malam takbiran seperti ini, hampir semua orang menghentikan rutinitasnya..bersenang-senang berkumpul dengan orang-orang tercinta. Bahkan sudah banyak yang mudik pulang ke kampung halamannya. Saat hampir semua aktivitas pekerjaan dihentikan, tapi justru saat-saat seperti inilah kami harus lebih siaga.Biasanya kasus-kasus gawat darurat meningkat, dan yang paling banyak adalah kasus kecelakaan lalu lintas. Sejawat kami yang bertugas di UGD rumah sakit pasti akan sedikit kewalahan menerima lonjakan kunjungan pasien.
Saat ini, saya bisa mendengar bunyi kendaraan riuh lalu lalang di jalanan. Bunyi mercun bersahut-sahutan. Dalam kesempatan seperti ini, banyak yang memilih keluar rumah namun lain hal dengan kami yang harus tetap siaga di ruangan jaga. Korban dengan luka ringan, berat, sangat berat, sampai yang kehilangan nyawa bisa saja tiba-tiba muncul di depan mata. Pengendara yang sesukanya, ugal-ugalan, tidak memakai pengaman, tidak memperdulikan rambu-rambu jalan sampai pemakai Nabza (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) banyak yang menjadi korban. Sejawat yang mendapat jadwal jaga di UGD terpaksa harus menghalau rasa ngantuk, harus bekerja ekstra demi tugas kemanusiaan yang dipikulnya.Sekalipun tubuh sudah sangat lelah dan mata terasa begitu berat tidak ada alasan untuk melalaikan tugas sebagai tenaga medis.
Ketika hampir semua orang menikmati kebersamaan dengan orang-orang tercinta, menikmati masa libur, menikmati masa cuty namun kami yang berprofesi sebagai dokter harus tetap siaga mengingat, menjunjung tinggi sumpah dokter dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai nurani kami sebagai dokter yang berkewajiban untuk menolong.
Justru di saat-saat seperti ini, tenaga medis yang bertugas di rumah sakit mendapat beban kerja double. Berdiri bisa sampai pagi, bahkan bisa juga dari malam ke malamnya lagi. Jangan bertanya: lalu kapan waktunya mandi dan makan, waktu istirahat ataupun juga waktu berkumpul bersama keluarga?. Jika ada pertanyaan demikian maka jawabannya adalah "kapan-kapan".
Seringkali hal ini menuntut pengertian dari keluarga, pasangan hidup dan juga anak-anak bahwa kami bukan sepenuhnya milik mereka, kami adalah bagian dari banyak orang yang membutuhkan. Ketika hampir semua orang berlibur, kami tentu tidak boleh iri karena pilihan menjadi dokter bukan sekedar cita-cita, bukan karena kemampuan, atau ambisi orangtua, tapi adalah satu panggilan untuk menjadikan dirinya milik banyak orang yang membutuhkan pertolongan.
Bisakah anda bayangkan kalau semua dokter ikut libur seperti yang lainnya?, jika itu terjadi pastinya kami akan diprotes banyak orang. Kami akan tetap bekerja sesuai kemampuan kami, memberi pelayanan yang baik semaksimal mungkin meskipun terkadang harus muncul ekspresi yang kurang berkenan, muka bete, lecek, muka lusuh, kehilangan keramahtamahan, acuh, ketus dan lain-lain.Faktor kelelahan, beban kerja yang terkadang terasa cukup berat, ditambah tuntutan-tuntutan yang mengharapkan dokter sebagai manusia sempurna, seringkali menjadi permasalahan tersendiri bagi kami yang berprofesi sebagai tenaga medis. Kami juga manusia biasa...tapi kami berusaha menjadi luar biasa, sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong yang membutuhkan.
Selamat Idul fitri... salam dari ruang jaga. Tetap semangat buat sejawat yang sedang jaga juga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H