Mohon tunggu...
Delicia
Delicia Mohon Tunggu... profesional -

GP, White Lily

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[MIRROR] Please Dokter, Aku Bukan Miss. X

21 Desember 2011   02:27 Diperbarui: 13 Juli 2015   14:47 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh: Delicia  (No.198)

Sore yang bergerimis itu terasa cukup dingin untuk Dr. Lily yang menyeret langkahnya menuju tempat parkiran mobilnya. Ia kemudian membawa mobil Avanza hitamnya segera meluncur ke rumah kediamannya di perumahan Green Land. Sepanjang jalan kepala Dr. Lily hanya dipenuhi pertanyaan tentang potongan sepasang tangan yang baru saja diterimanya sore ini di ruang forensik rumah sakit tempat ia bekerja.

Dr. Lily hanya bisa memperkirakan bahwa kematian korban diperkirakan terjadi kurang lebih 72 jam yang lalu karena kuku dari potongan tangan itu amat mudah dilepas. Ia juga memperkirakan kalau itu adalah sepasang tangan wanita yang diperkirakan memiliki tinggi badan sekitar 160 cm. Tidak ada cincin di jari tangan ataupun gelang  di pergelangan sepasang tangan yang diterimanya. Jari kukunya panjang dan terawat, hanya itu saja yang di dapatnya dari sepasang tangan itu.

Tiga hari berlalu identifikasi masih berhenti sampai sebatas itu, Dr. Lily menghela nafas panjang kemudian menarik selimutnya supaya tubuh lelahnya segera tertidur. Namun belum sempat ia terlelap, ponselnya berdering, ia menggapainya di meja sebelah kanan tempat tidurnya dan suara di seberang membuatnya segera bangkit dari tempat tidur, memakai jas putihnya untuk kemudian meluncur ke rumah sakit.

Dari atas brankar terlihat sebuah goni yang berlumuran  lumpur dan noda darah mengering. Bau menyeruak menusuk hidung bersama dingin yang menusuk ke tulang-tulang malam itu. Semangat Dr. Lily menyala kembali, ngantuknya sirna dan ia seperti mendapat energi ribuan watt seketika, ia menguak isi dalam karung goni itu dan bau busuk kian menusuk menyebar sampai keluar ruangan. Seorang petugas membantunya mengeluarkan isi karung itu... mata Dr. Lily membesar ketika oleh tangannya ia mengangkat potongan kepala seorang wanita berambut hitam lurus sepanjang bahu, dengan kulit wajah mengelupas dan membusuk. Potongan kepala itu diduga adalah berasal dari tubuh yang sama dengan potongan tangan yang dikirim kepada Dr. Lily tiga hari yang lalu oleh penyidik, karena lokasinya yang tidak terlalu jauh antara potongan tangan dan potongan kepala ditemukan. Namun dengan ditemukannya potongan kepala ini, belum terlalu membantu proses identifikasi karena potongan tubuh lain belum ditemukan dan juga tidak ada identitas apapun dipotongan tubuh korban ataupun di dalam karung goni tersebut.

Dr. Lily kembali menghela nafas panjang, ia menyayangkan kenapa hanya ada potongan kepala saja, dan saat dilalukan otopsi tidak ditemukan resapan darah dan kelainan apapun di tulang tengkorak wanita yang diperkirakan berusia 20 tahunan itu. Dan itu berarti ia tidak mengalami cedera di kepala dan ia tidak mati karena cedera kepala. Lalu apa kira-kira yang menjadi penyebab kematian wanita itu sehingga kemudian mayatnya dipotong-potong?

Dr. Lily menunggu dan terus menunggu demikian juga pihak penyidik namun 1 minggu berlalu tetap tak ada satupun keluarga atau orang yang mencari mayat wanita muda itu ataupun potongan tubuh lain dari wanita itu yang dikirimkan kepada Dr. Lily. Dr. Lily tidak bisa berbuat banyak selain tetap membiarkan potongan tubuh itu dilabel sebagai miss. X.

Memasuki hari kesepuluh, Dr. Lily masih terus berharap ada titik terang untuk membantunya dan pihak penyidik tentang mayat miss.X. Dalam galaunya Dr. Lily duduk di teras depan rumahnya malam itu ditemani oleh secangkir teh hangat dan musik klasik dari ponselnya. Malam itu udara di dalam rumah terasa pengap sehingga ia memilih duduk di teras depan sembari menunggu kedatangan suaminya dari luar kota yang dijadwalkan akan tiba malam itu. Jarum jam terus bergerak, Dr.Lily terbuai semakin jauh dalam alunan musik lembut sampai akhirnya ia merasakan ada tangan yang dingin sedingin bongkahan es memegang pundak kanannya. Dr. Lily menoleh dengan memalingkan wajahnya ke kanan dan mulutnya pun ternganga.

Nafas wanita beraroma melati itu, amat dekat di pipi dan di telinga Dr. Lily, seorang wanita berambut hitam legam yang beterbangan dimainkan angin menatapnya dengan mata keruh dan berbisik “ dokter, please....jangan tulis aku sebagai miss.X, aku tak mau dikubur sebagai miss. X dokter, please...”.

Dr. Lily kemudian merasakan kakinya amat sakit, ia baru sadar bahwa dirinya sedang tergeletak di lantai teras dengan sebuah kursi kayu menimpa kakinya. Lutut kanannya bengkak dan memar. Malam itu ia dipapah si mbok ke dalam kamar tidurnya.

“ Kok bisa bu jatuh dan tertimpa kursi? “ tanya mbok Patmi bingung.

“ Gak tahu mbok, seingat saya...saya masih dengerin musik dan mungkin juga terlelap sebentar di depan sampai ada hal aneh datang dan berbisik pada saya “.

“ Hal aneh?, aneh gimana bu? “.

“ Sudahlah mbok, mungkin itu hanya mimpi buruk ...gak usah dibahas lagi, cuma heran aja ini adalah yang kedua kalinya ".

“ Siapa bu, apakah Miss.X itu? yang pertama emangnya kapan bu?”

“ Malam saat kuterima kepalanya itu “.

“ Apa bisikannya bu? “

“ Katanya “please dokter, jangan tulis aku sebagai miss. X tapi labelkan aku sebagai mbok Patmi “.

“ Ah...ibu, kok mbok Patmi sih?, ibu nih bercanda ya.. “.

“ Gak bercanda mbok, ia mengatakan “ Please dokter jangan tulis aku sebagai miss. X, aku tidak mau dikubur sebagai miss.X tapi kuburlah aku sebagai mbok Patmi “.

“ Ibu, ngaco ah....”

“ Habis kamu mau tahu aja, kalau ia meminta tak ditulis sebagai miss. X lalu aku mau tulis ia sebagai apa coba? “.

***

Setelah suami Dr. Lily pulang, mbok Patmi kembali ke kamarnya dengan hati deg-degan tak menentu. Bahkan suara nafasnya sendiri terdengar amat jelas, disamping detak jarum jam yang mengusik telinganya. Sampai satu suara akhirnya berbisik di telinganya “ Mbok Patmi banguuuuuun, aku mencarimu...maukah kau bertukar nama denganku?, bolehkah aku juga meminta badan dan kakimu?, Please mbok Patmi... dikubur sebagai miss. X itu gak enak, kuburannya sempit dan berdesak-desakan di sana...please Mbok Patmi, Please...”.

" Jangan aku, aku masih butuh badan dan kakiku...pergi, pergi kau miss.X !".

Mbok Patmi kemudian terbangun dengan nafas terengah-engah dan begitu ia mengangkat kepalanya di depan pintu Dr. Lily sudah berdiri dan tersenyum padanya.

“ Kenapa Mbok, Miss.X datang mengganggumu ? “.

" Miss. X...dia...dia..." air mata mbok Patmi mengalir dan bibirnya bergetar.

" Itu hanya bunga tidur mbok, jangan takut, manusia gak perlu takut dengan hal yang gituan, roh yang ada pada kita lebih besar dari roh apapun juga di dunia ini, mbok harus ingat itu ".

" Ibu bisa begitu karena ibu dokter forensik...bagaimana kalau besok, lusa, ia datang lagi bu? ".

" Eh si mbok, kalau ia datang lagi kali ini pasti bukan untuk minta badan dan kaki ataupun ngajak tukaran nama sama mbok, tapi ia minta jantung mbok. Hi...hi...hi...".

***

Malam berikutnya, saat mbok Patmi dan Dr. Lily duduk di taman belakang menikmati angin malam satu suara mengangetkan mereka " please dokter, aku bukan miss.X.... "suara itu terdengar sayup dan amat menyayat hati.

***

Untuk membaca karya MIRROR yang lain, klik ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun