Mohon tunggu...
Delicia
Delicia Mohon Tunggu... profesional -

GP, White Lily

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dalaman yang Kelihatan

26 Mei 2016   08:38 Diperbarui: 26 Mei 2016   08:52 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat menyapu halaman, atau menyapu jalanan kita bisa melihat orang lalu lalang cuek seolah tidak menghiraukan atau menganggap kita seolah tidak ada di sana dan seenak perutnya membuang sampah, beberapa kali bahkan orang hampir-hampir menabrak sebab kita sepertinya adalah debu yang susah kelihatan, ada juga yang melihat tapi tiba-tiba ia meludah entah karena ia mual atau karena apa.Ketika duduk di ruang pendaftaran, aku bisa melihat lebih banyak daripada ketika duduk di ruangan praktekku. Satu waktu ada seorang bapak hendak mendaftarkan istrinya untuk berobat, hanya 1 antrian di depannya, tapi ia nampak begitu kesal karena harus mengantri. Saat ia ngotot menyalib, yang tugas dipendaftaran dengan ramah meminta si bapak untuk bersabar dan mau menunggu.

Sampai pada gilirannya, ia ditanyakan nama yang mau berobat, tanggal lahir, alamat, pekerjaan dan no telp. Si bapak nampak ogah, dan menjawab dengan ketus. Aku yang lagi duduk waktu itu agar bisa melihat jelas ke ruang tunggu, kemudian berdiri melihat si pesakit yang lagi di daftarkan si bapak. Seorang ibu lagi duduk tenang menonton televisi, tidak ada tanda-tanda mengalami kesakitan, tidak tampak sebagai pasien sakit gawat ataupun darurat yang harus segera ditangani.Aku duduk kembali dan membereskan sedikit lagi sisa pekerjaanku kala itu. Tapi perkataan si bapak kemudian dilontarkan dengan nada angkuh " Kalau Jokowi yang mau berobat apa harus ngantri dan di tanya-tanya juga! ".Yang bertugas dipendaftaran nampak terkejut dan dia gugup terdiam oleh nada yang terdengar cukup keras seperti itu. Aku meletakkan penaku dan mengangkat kepalaku kemudian berdiri menjawab "Semua pasien melalui prosedur yang sama pak kecuali pasien darurat, pasien sakit berat, darurat... kalau pak Jokowi ke sini saya yakin dia juga akan mau mengantri".

Si bapak yang angkuh dan arogan itu kami tinggalkan, dan aku masuk ke ruang periksa lalu  memeriksa pasien yang sudah duluan mendaftar. Usai pasien itu kemudian barulah sibapak dan istrinya dipersilahkan masuk. Si bapak nampak terkejut, padahal saya ini bukanlah hantu, dia seperti orang yang baru saja dikebiri. Cuek aku tidak menghiraukan perubahan muka si bapak, dan sikapnya yang berubah drastis menjadi begitu santun. Aku mengarahkan beberapa pertanyaan kepada si ibu, dan kemudian memeriksa  ternyata hanya mengalami serangan flu biasa. Si bapak yang seolah lagi berubah warna seperti bunglon beberapa kali mengalihkan perhatianku kepadanya, istilahnya caperlah... mendadak manis sikapnya. Tapi sayang dalaman aslinya sudah kelihatan.

Kita terkadang bisa melihat lebih banyak tanpa jas seragam kita, dan kita bisa melihat lebih banyak dan tahu apa yang dialami bawahan yah saat kita duduk seposisi dengan mereka. Banyak manusia bisa seperti bunglon, depan belakang berbeda, memandang rupa, memandang kita ada apanya bukan apa adanya. Orang yang mau merendahkan dirinya menjadi yang terkecil, dialah yang terbesar. Ketika kita meninggikan diri sedemikian rupa, dalaman yang dipakai akan gampang dilihat orang, jangan sampai kelihatan deh....

Lihatlah gambar di atas, ternyata Pak Jokowi juga mengantri bersama anak-anak, tidak arogan tapi rendah hati, ciri pemimpin besar yang berkarakter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun