Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lalu Buat Apa Kami Beli Motor

2 Desember 2014   20:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:13 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari-hari terakhir ini memang hari yang tidak mengenakan bagi pengendara motor. Sebagai pengendara mobil, tukang naek angkot, penumpang Bus Way, frequent flyer saya ikut merasakan getirnya pelarangan motor masuk Jalan protokol Sudirman-Thamrin. Memang saya juga termasuk pengendara motor, tetapi frekuensi saya naik mobil lebih panjang dibanding naik motor. Mobil saya meski baru berumur 2.5 tahun tapi jarak tempuhnya sudah lebih dari 50 ribu KM. Sementara motor yang hampir berumur 5 tahun tetapi jumlah KM di baru belasan ribu padahal itu dipakai bergantian dgn istri dan kadang sering dipinjamkan. Apalagi kalau tiket travel, Pesawat, Kereta Api, Bus nya dikumpulkan. Reputasi sebagai biker bakal makin tenggelam
"Biker Memang Kurang Ajar"
Pengendara motor kita itu memang kurang ajar. Kita semua pasti sudah mengalami dan melihat bagaimana cara biker kita menjalankan motornya. Selip kiri selip kanan, lampu sein tidak difungsikan, spion tidak dipasang lalu mendahului kendaraan di depannya dengan cara menggunting. Belum lagi kalau sudah hujan. Berkumpul dibawah jembatan untuk berteduh dan memacetkan jalan.
Mereka tidak hanya membahaykan dirinya sendiri, tetapi juga sering membahayakan dan merepotkan orang lain. Bayangkan saja!..Mereka ugal-ugalan di jalan lalu menyentuh sedikit saja mobil kita, pasti mereka yang jadi calon penghuni rumah sakit. Keselnya apapun kondisinya, kitalah sebagai pengendara mobil yang mesti bertanggung jawab. Karena konon Undang-Undangnya seperti itu. Bila ada kecelakaan maka kendaraan yang lebih besar bertanggung jawab terhadap kendaraan yang lebih kecil
Apalagi kalau biker nya sudah membonceng keluarganya. Itu membuat kekesalan kita berlipat-lipat. Di depan dia bawa anaknya, dibelakang ada istrinya, diantara dia dan istrinya diselipkan anaknya yang paling kecil, kadang masih balita, kemudian menjalankan motor seperti kesurupan kejar setoran. Rasanya gas mobil ingin saya injak lebih dalam saking keselnya untuk nabrak dia. Kalau bukan itu, saya pingin sekali buka jendela mobil lalu teriak memaki-maki dia
Tidak ada yang tidak kesel menghadapi biker. Karenanya bisa difahami bila banyak orang yang menggerutu menghadapi para biker dan mendukung keputusan Gubernur. Malah konon kata Pak Polisi aturan itu akan diperluas. Bukan hanya ruas jalan Sudirman-Thamrin saja yang diharamkan bagi motor
Tetapi tahukah orang bahwasannya para biker itu secara tekhnis dan sosial tidaklah dalam posisi diuntungkan. Mereka sudah dirugikan sejak dari awal
Sosial
Dulu pertama kali beli motor yang saya cari tahu bukannya cara merawat motor tapi bagaimana sih sebetulnya safety riding itu. Konon katanya di negara-negara lain ketika kita beli motor akan diberikan pelatihan bagaimana caranya safety riding. Di kita pernah ada yang mengalami itu?Tidak ada sedikit pun pembahasan dari penjual motor tentang safety riding. Yang ada itu bahasan tentang DP dan jumlah angsuran
Tapi ok lah, mungkin harga motor yang kita beli tidak mengcover tutorial seperti itu. Industri motor akan rugi bila mesti menyiapkan pelatihan safety riding. Tapi adakah kita ditunjukan buku manual tentang safety riding?Yang ada hanya buku manual perawatan mobil yang didalamnya ada petunjuk kapan kita mesti service motor, spare parts apa saja yang mesti diganti dan tidak lupa merek spare parts nya sampai dengan bengkel nya pun sudah tercantum disana. Jadi buku manual bergabung dengan pamflet iklan.
Jadi sedari awal para biker itu tidak pernah dilihat sebagai manusia yang mesti dijaga hidupnya. Mereka itu hanya orang yang cocok dijadikan objek eksploitasi oleh industri otomotif kita. Apakah bikers hanya dijadikan objek eksploitasi oleh industri motor saja?
Setelah motor di tangan saya berangkat ke kepolisian untuk membuat SIM motor. Apa yang terjadi?Saya orang yang mengikuti test mendapatkan SIM baik secara teori maupun praktek. Tetapi apa yang sesungguhnya terjadi?Kita bisa kongkalingkong untuk mendapatkan SIM kok
SIM itu kalau kita baca dalam UU nya termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jadi SIM sebagai sertifikasi kemampuan kita mengendarai kendaraan itu hanya kedok. Lebih penting dari itu, SIM adalah cara negara memungut uang dari warganya. Bila SIM diakui sebagai bentuk pemberian izin maka semestinya demi keamanan pemberian izin itu mestilah diperketat. Test mesti ketat dan tidak ada percaloan dalam pembuatan SIM
Lihat kan bagaimana bikers sudah menjadi objek eksploitasi industri dan negara? Misalnya ini dilanjutkan maka kita akan sakit hati beli melihat faktur pembelian motor. Harga motor selalu disebutkan on the road dan off the road. Lalu buat apa uang yang kita bayarkan sehingga motor yang kita beli  menjadi on the road?
Tekhnis
Hal yang selalu dilupakan orang adalah motor secara tekhnis dibanding mobil. Dibutuhkan effort yang keras untuk bisa mengendarai motor. Ketika pertama kali membeli motor, istri saya membelikan jaket khusus untuk pengendara motor. Semula saya menganggap remeh jaket itu sampai kemudian saya merasakan bagaimana dinginnya memakai motor tanpa memakai jaket. Puncaknya adalah ketika saya mendengar teman mesti keluar dari pekerjaannya karena menderita paru-paru. Pangkalnya adalah karena dia sering bermotor di malam hari. Aduuh maaak...
Apalagi kalau bermotor sudah memikirkan keselamatan. Rasanya tidak ada yang bisa menyelamatkan kita ketika bermotor kecuali pasrah pada Illahi.
Suatu kali saya pernah membonceng anak saya dari sekolah PAUD nya. Karena anak kecapaian dia tertidur di motor. Coba bayangkan bagaimana caranya saya melindungi dan menjaga keselamatan anak Balita yang sedang tidur di motor. Sepanjang saya berhati-hati sambil deg-degan dengan kondisi ini. Tidak mungkin motor saya hentikan lalu menunggu anak saya bangun.
Sampai di rumah saya cerita ke istri bagaimana kesulitan dan deg-degannya saya ketika anak tidur di motor. Lalu apa jawab istri saya?Dia bilang pengalaman itu juga yang dia alami ketika giliran dia menjemput anak. Parahnya karena saya sering tidak di rumah maka istri yang lebih banyak mengalami kejadian itu ketimbang saya. Kalau sudah seperti itu saya hanya bisa pasrah. Bila mau berangkat jauh, saya lihat motor sambil seolah berkata dalam hati supaya dia tidak macam-macam. Jangan sampai stang, rem, gas dan seluruh fungsi motor mogok tidak berfungsi sebagaimana biasanya ketika dikem
Pengemudi motor sering tidak memperdulikan sekeliling nya?Pasti lah. Saya saja yang mengendarai mobil sudah tidak memperhatikan sekeliling kecuali spion. Mobil sekarang sudah dilengkapi tekhnologi peredam suara. Motor tidak dilengkapi peredam suara tapi menurut UU nya pengendara motor mesti memakai helm yang menutup wajah dan telinga secara full. Jadi telinga ditutup lalu mata mesti fokus ke depan, lengkap sudah
Motor serempet sana-sini?Aduh paak, pengendara motor itu orang yang serba sulit. Mereka karyawan kantor yang mesti hadir tepat waktu di kantor. Kalau tidak bisa dimarahin bos. Atau mereka juga kurir sebuah ekspedisi yang mesti mengantar barang tepat waktu. Beli mobil bukan hanya tidak mampu tapi tidak bisa menyelesaikan masalah kecepatan dan ketergesaan. Naek angkutan umum?Aduh jangan nanya itu, kan kita sendiri yang tahu bagaimana transportasi publik kita
Motor Dilarang
Lalu sekarang motor dilarang masuk Jalan Thamrin dan Sudirman. Saya jujur saja, tidak sampai detail menyimak alasan pelarangan itu. Bukannya tidak mau menyimak dan memahami tetapi alasan pertama yang dikemukakan sudah menghalangi saya untuk memahami penjelasan berikutnya. Bukan hanya tidak bisa difahami tapi juga menyakitkan
Di TV pembuat kebijakan menyatakan kalau motor dilarang masuk Thamrin-Sudirman karena menurut data yang belia baca motor adalah kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan di ruas jalan itu.
Kenapa saya tidak tertarik menyimak alasan berikutnya?Karena kalau logika ini konsisten kita lanjutkan ke pernyataan berikutnya ini bukan saja tidak hanya menimbulkan kerancuan tapi juga sakit hati. Bila motor dilarang karena menimbulkan banyak kecelakaan, mestinya di Jalan Tol mobil dilarang masuk karena kecelakaan yang terjadi disana semuanya mobil. Kalau bisa jalan mobil dan motor lebih baik dihapuskan karena disana banyak terjadi kecelakaan. Lalu buat apa motor dijual kalau dilarang dipakai?
Keanehan saya itu kenapa ketika ada data bikers sebagai korban paling banyak kecelakaan lalu idenya melarang bukannya melayani dan melindungi. Sebagai biker pastinya saya berhak menuntut perlindungan jika memang biker itu yang paling banyak mengalami kecelakaan. Dikemanakan biaya pembuatan SIM yang selama ini dipungut dari kami?Kemana pajak motor yang kami bayarkan? Lalu apa artinya BBN atau istilah harga off the road dan ont the road di setiap orang membeli motor baru
Nah kalau keluhan-keluhan ini kita teruskan saya yakin kita akan stress dan sakit hati. Coba bayangkan!. Harga BBM dinaikan lalu kita dituntut bekerja lebih keras. Mulanya kita berharap terhadap transportasi publik tapi ternyata kondisinya tidak layak. Bus Way itu tidak hanya tidak nyaman tapi juga membahayakan nyawa. Berapa kali kita mendengar berita tentang Bus Way yang kebakaran
Kemudian kita berinisiatif memakai motor. Halangan pertama muncul. Selain harga motor, ada biaya lain seperti pajak motor, BBN dll yang mesti kita bayar. Ok, itu kita selesaikan dan alhamdulillah selesai. Begitu kita sudah membeli dan membayar semua kewajiban, eh jalannya di blokir tidak boleh dilewati oleh kita. Jadi kita ini mesti seperti apa?
Ini hanya solidaritas
Sebelum berakhir saya ingin meluruskan dan meminta maaf terlebih dahulu. Bila ada nada-nada dalam tulisan ini yang agak nyerempet-nyerempet ke pengambil kebijakan maka saya tidak bermaksud kesana. Niat saya hanya ingin berbagi dan solidaritas terhadap pengendara motor. Karena bagaimanapun meskipun saya sudah jarang bermotor dan sering kesel dengan pengendara motor tetapi asal saya tetaplah dari sana
Masa-masa seperti sekarang ini menurut saya tidak ada gunanya menyorot pengambil kebijakan, lebih enak fokus membangun diri sendiri dan membangun solidaritas sosial. Ini masa penuh tendensius. Kejernihan memandang bisa gugur dan tidak ada maknanya seketika ketika kita disebut sebagai iri, haters, omdo, suudzan, dan dituding tidak mempunyai itikad baik
Gubernur nya di demo karena beretnis China dan berbeda Agama dengan masyarakat kebanyakan. Lalu ketika kita menyoroti kebijakannya sontak dianggap anti China dan tidak berpandangan pluralis. Presidennya disebut datang dari rakyat lalu ketika kita mengkritik langsung distempel musuh Rakyat. Lebih rumit lagi ketika diketahui kalau kita pilihan politik kita semasa Pilpres kemarin. Maka siap-siaplah disebut haters, iri, suudzan. Apalagi bila diketahui yang nulis ini Bobotoh Persib yang note bene tinggal di Bandung. Bisa-bisa kita diusir dari Jakarta tempat kita nyari nafkah. Soalnya kemarin ada yang sempat ngusir saya pergi dari Indonesia
Jadi sekali lagi ini hanya berbagi dan solidaritas saja
Sukabumi, 01 Desember 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun