Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Kampanye; Modal Kampanye

6 April 2014   17:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai sebuah kegiatan besar lima tahunan, kampanye pastinya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bila diperluas maka kampanye yang dimaksud juga tidak hanya kampanye legislatif, pilkada, pilgub atau pemilihan presiden, bahkan juga kampanye pemilihan kepala desa. Tidak sedikit dana yang dibutuhkan untuk mengikuti pemilihan kepala desa. Bahkan biayanya bisa setara, bahkan lebih, dibanding biaya mengikuti kampanye legislatif.

Ada banyak hal yang bisa menjadi modal untuk maju menjadi calon anggota legislatif. Secara umum modal itu bisa dibagi pada dua; modal sosial dan modal capital alias modal uang. Bila uang adalah tanggible asset, maka modal sosial adalah intangibble asset. Bila modal uang bisa terlihat secara kasat mata dari saldo di rekening tabungan, properti yang dimiliki, tumpukan uang yang dipegang maka intangibble asset adalah hal yang sangat abstrak dan tidak bisa diukur dengan jumlah uang tetapi bisa berfungsi lebih daripada uang.

Lebih lengkapnya, berikut ini modal yang dimiliki oleh setiap caleg

Modal Uang

Bila yang dimaksud dengan modal itu adalah uang, maka saya tidak bisa memperkirakan berapa kira-kira uang yang dibutuhkan untuk menjadi anggota legislatif. Salah seorang politisi senior yang sudah berkali-kali duduk di kursi DPR dalam salah satu kesempatan mengatakan bahwa bagi seorang aktivis dengan uang Rp 500 juta rupiah cukup untuk mengantarnya menjadi anggota DPR RI. Hal ini karena bagi para aktivis selain mereka relatif intens mengikuti dinamika masyarakat, mereka juga relatif sudah memiliki jaringan

Rumus lain lagi muncul dari teman saya yang mengatakan bahwa biaya kampanye itu sama dengan akumulasi biaya pembuatan kaos, stiker, kalender dikalikan dengan jumlah target pemilih. Ada lagi teman lain, tanpa memakai rumus apapun, mengatakan kalau untuk menjadi anggota legislatif dibutuhkan dana 7,5 Milyar. Uang sejumlah sudah meliputi biaya operasional pergerakan tim, pembuatan alat peraga, donasi buat masyarakat dan amplop untuk berbagai instansi.

Bahwasannya uang itu dibutuhkan, itu sebuah keniscayaan. Semuanya membutuhkan uang meski banyak hal yang tidak bisa dibeli dengan uang dan bisa dikerjakan tanpa melibatkan uang. Tetapi ada modal lain diluar uang yang nilainya lebih berharga dari uang. Meskipun kemudian didalamnya tetap terkandung makna uang.

Modal Sosial

Sangat sulit untuk menerangkan apa itu modal sosial. Tetapi bila dibuat lawannya, maka yang dimaksud modal sosial itu adalah lawan dari modal uang. Modal sosial adalah intangible asset yang dimiliki oleh seseorang yang akan membantu seorang caleg lolos menjadi aleg. Modal sosial itu bisa berupa status, nama baik, gelar, kepakaran, popularitas, orang tua, sumi/istri.

Modal sosial adalah modal yang tidak bisa dihargai dengan uang. Seperti seorang artis yang maju menjadi caleg, dia sudah memiliki modal sosial berupa popularitas. Dengan popularitas yang dimilikinya, maka kerja politik seorang artis selangkah lebih maju. Popularitas sudah dimiliki, maka dia tinggal berfikir elektabilitas. Atau seorang tokoh dan aktivis sosial yang sudah berkonstribusi banyak terhadap masyarakat melalui kerja-kerja sosial nya. Kerjanya meraih suara tentunya akan jauh lebih mudah dan murah dibanding caleg yang tidak mempunyai prestasi sosial apa-apa

Melalui modal sosial inilah kadang seorang caleg tidak hanya bisa menekan biaya kampanye, bahkan juga dengan modal sosial seorang caleg bisa mendapatkan dana kampanye dari luar. Tidak sedikit orang yang karena kepincut dengan profil seorang caleg, dia bisa membantu baik secara material maupun jaringan. Dan itu dalam politik sangatlah berharga

Modal Orang Tua

Banyak orang yang dengan penuh keyakinan terjun menjadi calon anggota legislatif karena bersandar pada orang tua. Posisi dan status orang tua diyakini bisa menjadi alat pendongkrak utama untuk meraih suara. Jadi si caleg terus mengeksploitasi habis-habisan nama orang tua nya untuk mendapatkan simpati publik.

Hal apa yang bisa di eksploitasi dari orang tua nya, bergantung posisi yang dimiliki orang tuanya. Bila orang tuanya sangat dikenal dan mempunyai kharisma sangat kuat di tengah masyarakat, maka status sosial itu yang di eksploitasi habis-habisan. Dengan mengedepankan nama orang tua dia akan membangun jaringan serta mendekati publik. Bila orang tuanya seorang pejabat publik, maka kekuasaan orang tuanya itulah yang dia pakai. Lalu bila orang tuanya itu seorang pengusaha, maka uang orang tuanya itulah yang akan dipakai untuk membiayai proses pencalegan

Cara ini cukup ampuh untuk bisa meraih suara. Tetapi bertumpu sepenuhnya kepada orang tua tanpa kapasitas diri, saya yakin tidak akan membuat seseorang sukses meraih suara. Karena tidak semua orang bisa diyakinkan hanya karena status yang dimiliki orang tuanya bahkan dalam beberapa hal justru bisa kontraproduktif. Apalagi bila hal ini dikaitkan pada tekhnis. Dalam surat suara nama yang dicantumkan adalah nama diri kita bukan nama orang tua. Malahan kadang bagi banyak masyarakat mereka sudah tidak ingin dipusingkan dengan nama. Mereka hanya ingin tahu no urut partai dan no urut calonnya karena itu lebih simple.

Status orang tua adalah modal awal yang mesti ditindaklanjuti dengan modal-modal lainnya sehingga publik bisa teryakinkan bila kita itu layak untuk dipilih karena kapasitas personal kita bukan karena status orang tua kita.

Di dapil saya sendiri banyak berseliweran baligho calon anggota legislatif yang mencantumkan status nya sebagai anak siapa. Ada yang secara terang dicantumkan bila dia itu anak si A dengan jabatan A atau ada juga yang mencantumkan photo dirinya lengkap dengan photo bapaknya sebagai tokoh masyarakat atau pendiri sebuah pondok pesantren

Modal Suami/Istri

Serupa dengan yang diatas, banyak orang turun menjadi caleg dengan bermodalkan kapasitas atau status suami/istrinya. Berbeda dengan modal orang tua dimana seorang anak bisa menggantungkan sepenuhnya, modal yang dipunyai seorang istri biasanya menjadi modal penunjang. Meski tidak utama, tetapi sangat signifikan.

Dengan status suami/istri sebagai pengusaha, dia bisa memanfaatkan kelimpahan materi yang dimiliki oleh sang istri/suami. Atau dengan status istri/suami sebagai seorang penguasa, maka dia akan memanfaatkan dimensi kekuasaan yang dimilikinya. Selanjutnya dia akan mengelola modal itu dengan kapasitas yang dimiliki oleh dirinya baik itu berupa jaringan sosial, kapasitas intelektual maupun kapabilitas manajerial yang melekat pada dirinya.

Modal Kekuasaan

Modal lain yang sering dipakai oleh seseorang adalah modal kekuasaan. Ada banyak caleg yang masih berstatus sebagai mentri, staff khusus mentri, mantan pejabat tinggi dan lain sebagainya. Dengan kekuasaan yang melekat pada dirinya, atau sisa kekuasaan yang ada pada dirinya, orang tersebut memanfaatkannya untuk meraih suara publik sebanyak-banyaknya.

Akhir-akhir ini misalnya cukup santer pemberitaan tentang gebrakan KPK yang menyurati Presiden sampai Kepala Daerah di Kabupaten/Kota untuk melarang mengeluarkan dana Bantuan Sosial dari APBN kecuali bila Pemilihan Pilpres selesai. Karena dana Bantuan Sosial baik dari APBN dan APBD selalu meningkat tajam bila akan ada pilpres, pileg, pilgub serta pilkada. Ini bukti bagaimana orang dengan bermodalkan kekuasaan, memanfaatkannya untuk menjadi calon anggota legislatif

Wassalam

Delianur

Calon Anggota Legislatif DPR RI

Partai Amanat Nasional No Urut 5

Daerah Pemilihan Jabar 2

Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun