Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Masjid dan Mazhab Keislaman di Turki

24 November 2023   12:12 Diperbarui: 24 November 2023   13:56 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Turki di Taksim Square/Dokpri 

Masjid dan Madzhab Keislaman di Turki

Cara orang Islam di seluruh dunia melaksanakan Shalat mesti sama. Mulai dari shalat yang mesti menghadap qiblat, jumlah rakaat, rukun-rukun shalat juga waktunya. Hal-hal ini sudah disebutkan dalam kitab suci dan ditunjukan langsung oleh Nabi Muhammad saw.

Namun detail seperti pakaian apa yang dikenakan atau cara mengatur masjid, kerap menghasilkan perbedaan unik menarik. Perbedaab mestinya hasil interaksi antara pemahaman terhadap kitab suci dengan situasi sosial yang berkembang. Sehingga bila dibalik, dengan melihat perbedaan itulah kita bisa meraba situasi yang ada.

Dalam konteks pemahaman seperti inilah yang membuat kita tertarik untuk ke Masjid manakala mendapat kesempatan mengunjungi negara mayoritas penduduknya beragama Islam. Bukan hanya untuk melaksanakan Shalat lima waktu, tapi juga memperhatikan pernak-pernik menarik di Masjid tersebut.

Karenanya ketika kami sampai di Besiktas Turki malam ari dan di dekat hotel tempat menginap terlihat Masjid, maka kami niatkan bila Shubuh nanti akan shalat Jamaah di masjid tersebut.

Bisa dikatakan bila kesan pertama ketika akan masuk Masjid di Turki adalah kebingungan. Karena didepan pintu masjid, tidak terlihat sandal dan sepatu yang berjejer seperti biasanya. Juga tidak terlihat ada tempat penyimpanan alas kaki. Depan pintu masjid terlihat rapih, tidak ada jajaran alas kaki yang kerap tidak beraturan.

Namun ketika masuk Masjid, terlihat ada tempat penyimpanan alas kaki. Lengkap dengan pintu dan kuncinya. Seperti sebuah loker.

Kami belum tahu kenapa orang Turki menyimpan lemari penyimpanan alas kaki di dalam Masjid. Apakah supaya terlihat lebih rapih, atau karena suhu dingin dan hujan yang kerap turun. Karena memakai sepatu basah di suhu dingin, adalah siksaan tersendiri.

Hanya saja ketika melihat ini, jadi teringat dengan Masjid di Indonesia. Dimana tempat penyimpanan alas kaki disimpan diluar masjid. Lalu ada orang yang khusus untuk menjaganya supaya tidak hilang.

Namun karena Masjid di Indonesia dibiayai masyarakat, beberapa masjid menyimpan kotak amal di tempat penyimpanan alas kaki. Berharap bahwa kotak amal tersebut diisi para penitip alas kaki, lalu uang tersebut dipakai untuk operasional masjid

Hal seperti Indonesia juga terlihat di Saudi. Hanya saja tidak terlihat ada penjaga alas kaki juga kotak amalnya. Mungkin karena operasional Masjid berasal dari negara dan beberapa muhsinin, tempat penyimpanan alas kaki tidak di komersilkan.

Atau bisa jadi karena alas kaki tidak pernah hilang. Karena tingkat kemakmuran masyarakat menjadikan mencuri alas kaki bukan sebuah keuntungan. Meski beberapa kalangan mengingatkan bila kita harus menjaga alas kaki bila berada di kawasan imigran yang kumuh.

Sama seperti di Indonesia, Masjid Turki juga tidak menyediakan kursi dan bangku untuk Jamaahnya. Berbeda dengan Masjid di Saudi yang dilengkapi kursi besar dan bangku dilapisi busa lembut.

Bangku yang lembut tidak hanya dipakai bersandar ketika menunggu waktu Shalat, tapi bersama kursi menjadi tempat bagi Jamaah shalat yang tidak sanggup duduk dan sujud dengan sempurna. Bangku dan Kursi seperti fasilitas bagi Jamaah dengan kelebihan berat badan.  

Entah apa kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun Turki bisa dibilang negara yang bisa menata transportasi publik dengan baik. Sekilas terlihat bila masyarakatnya lebih terbiasa dan aktif berjalan ketimbang memakai mobil pribadi. Sehingga berat badan pun lebih terjaga.

Selain itu, Masjid Turki sepertinya menyediakan pakaian dan peci khusus untuk Imam Shalat. Sehingga ketika shalat, Imam terlihat berpakaian berbeda dengan Jamaahnya. Usai shalat, Imam terlihat berjalan menuju lemari tempat penyimpanan pakaian tersebut.

Setelah melepaskan pakaian tersebut, Imam shalat terlihat berpakaian sama seperti Jamaahnya. Lalu keluar masjid dengan badan dibungkus Jaket tebal untuk berlindung dari dinginnya Turki.

Posisi microphone adzan pun berbeda. Tidak seperti Indonesia dan Saudi dimana tempat kumandang adzan berdekatan dengan tempat Imam, maka tempat Tempat muadzin di Masjid Turki ada di belakang. Agak jauh dari tempat Imam, lengkap dengan microphone nya. Meski ketika mengumandangkan Iqomah, dia akan berdiri dekat tempat Imam.

Namun dari sekian pengaturan Masjid yang ada, paling menarik adalah melihat cara orang Turki menyusun ornamen didalam Masjid. Terutama berkaitan dengan lafadz Allah swt., dan Nabi Muhammad saw.

Adalah sebuah kelaziman bagi Masjid di Indonesia memasang lafadz Allah dan Muhammad berdampingan. Letaknya di bagian atas tempat Imam memimpin Shalat Jamaah.

Berbeda dengan Masjid di Saudi dimana yang dipasang hanya lafadz Allah saja. Bila lafadz Allah ada sandingannya, maka yang dipasangkan adalah tulisan Akbar. Sehingga terbaca Allahu Akbar.  

Selain di Masjid yang ada di tengah masyarakat, kita akan melihat pengaturan seperti ini di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sepengatahuan kami, praktis hanya Masjid Quba di Madinah yang menyandingkan lafadz Allah dengan Muhammad.

Belum diketahui kenapa masyarakat Saudi mengatur seperti ini. Hanya sebuah perkiraa saja bahwa ini berkaitan juga dengan kebiasaan orang Saudi yang sangat berhati-hati dengan segala hal yang berkaitan dengan Aqidah.

Penyandingan lafadz Allah tanpa lafadz Muhammad sepertinya bagian dari kehati-hatian itu. Meski Nabi Muhammad adalah orang yang sangat mulia, tapi mesti dijaga bahwa Nabi Muhammad tetaplah Rasulullah bukan Allah itu sendiri.

Dalam riwayat Islam, hal ini pernah terjadi ketika Nabi Muhammad wafat dan respon para sahabat yang tidak bisa menerima kenyataan itu. Diantaranya adalah salah seorang sahabat dekat Nabi, Umar bin Khattab. Peringatan Abu Bakar lah yang menyadarkan Umar bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah bukan Allah itu sendiri.

Hal berbeda dengan Masjid di Turki. Masjid di Turki bukan hanya memasang lafadz Allah dan Muhammad sekaligus, tapi juga menambahkan dengan nama-nama Khulafaur Rasyidin serta dua cucu Nabi.

Jadi di Masjid Turki akan kita temukan ornamen bertuliskan lafadz Allah, Muhammad, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein. Semuanya dipasang di sekeliling Kubah. Lafadz Allah dan lafadz Muhammad bersanding di bagian paling depan diatas tempat Imam memimpin shalat Jamaah.

Pengaturan seperti tidak hanya ditemukan di masjid di tengah masyarakat, tapi juga di Masjid Biru dan Hagia Sophia. Dua masjid yang sangat ikonik dan bersejarah.

Entah kenapa orang Turki orang Turki mengatur Masjid nya seperti ini. Apakah ini berkaitan dengan Turki dahulu yang ingin menjadi juru damai dalam silang sengketa antara muslim Sunni dan Syiah, atau yang lainnya.

Hanya saja bila pola ini diterapkan di Indonesia, besar kemungkinan akan menimbulkan resistensi di tengah masyarakat.

Namun diatas itu semuanya, Turki dikenal mempunyai Mazhab Fiqih berbeda dengan Indonesia dan Saudi. Bila Indonesia bermazhab Syafi'i dan Saudi adalah Hambali, maka Turki bermazhab Hanafi.

Karena perbedaan Mazhab inilah Turki tidak menjadi tujuan utama masyarakat Indonesia yang ingin belajar Islam. Utamanya belajar Syari'at atau Fiqih. Meski di Turki banyak mahasiswa Indonesia belajar ilmu umum, namun belajar Ilmu Agama belum menjadi pilihan.

Menurut beberapa kalangan, orang bermazhab Syafi'i masih bisa menerima penjelasan dari mazhab Hambali. Namun akan kesulitan menerima argumen dari Mazhab Hanafi. Kita bisa menemukan intelektual muslim Indonesia yang menggeluti Filsafat Islam lulusan Turki. Namun akan kesulitan menemukan Ustadz di Indonesia lulusan Turki.

Orang Indonesia masih melihat Timur Tengah seperti Arab Saudi sebagai destinasi utama belajar Islam. Selain masih bisa menerima perbedaan mazhab, tentunya juga karena Timur Tengah yang dekat dengan tempat suci. Seperti Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Faktor lain yang menjadi penyebab sepertinya karena dinamika sosial itu sendiri. Meski masih menerima kritik, kehidupan di Timur Tengah selalu diupayakan sesuai dengan Syariat Islam. Seperti menerapkan larangan penjualan minuman beralkohol atau penjagaan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Bila kita memperhatikan jalanan Besiktas di malam yang dingin, kita akan menemukan perempuan berjilbab sedang duduk menunggu datangnya Bus. Sementara disampingnya, terlihat laki-laki dan perempuan sedang berpelukan mesra. Hal yang sulit ditemukan di negara seperti Saudi atau Uni Emirat Arab.

Hal yang tidak jauh berbeda bila kita berjalan-jalan di Taksim Square. Semacam alun-alun nya Istanbul tempat anak muda Turki berkumpul.

Sebagaimana kelaziman Turki, di Taksim Square yang dikelilingi pusat perbelanjaan dan hiburan, juga dibangun Masjid besar Turki yang khas dengan Kubah biru nya.

Namun sekitar beberapa puluh meter dari Masjid itu, bila kita masuk ke jalan kecil yang ada di Taksim Square, akan ada orang yang mendatangi kita dan menawarkan tiket night club. Bila kita melihat sekilas pada silhouette di pintu di pub nya, kita akan tahu bahwa yang ditawarkan adalah tari striptease alias tari telanjang.

Menurut seorang teman, bila itu terjadi di Indonesia maka toa masjid pasti akan diarahkan ke pub itu. Lalu besoknya tempat itu akan digeruduk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun