Dalam sebuah reels yang beredar di lini masa media sosial, Da'i kondang Almarhum Zainuddin MZ membuat tamsil mengenai pentingnya pulang bagi kehidupan manusia. Layaknya seorang komunikator ulung dengan jutaan pendengar setia, perumpamaan Almarhum sangatlah sederhana serta mudah dicerna. Ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari pada masanya.
Menurut almarhum, di Sekolah Dasar para guru lazim melemparkan pertanyaan bagi anak didik pada masa akhir jam sekolah. Reward bagi anak yang berhasil menjawab adalah kesempatan pulang lebih dahulu. Bukan yang lain.
Meski begitu, anak-anak tetap antusias menjawab pertanyaan yang diajukan. Mereka berebut menjawab supaya bisa pulang lebih dahulu. Bagi yang berhasil menjawab, terlihat cerita. Bagi yang gagal, terlihat sedih. Meski pada akhirnya semua akan pulang. Karena semua harus pulang ke rumah, tidak ada yang boleh tinggal di sekolah.
Kira-kira begitulah makna "Pulang" bagi kehidupan manusia. Esensial dan sangat ditunggu.
Memakai pemahaman umum yang sederhana, Pulang adalah kebutuhan setiap orang untuk kembali ke asal. Meski beberapa orang mempunyai memori buruk akan negeri asalnya sehingga jerih melakukannya, namun secara umum orang ingin dan antusias untuk Pulang. Seperti anak-anak Sekolah Dasar yang diberi kesempatan Pulang lebih awal.
Pulang adalah kembali ke asal. Melihat kembali tempat dilahirkan dan dibesarkan serta bertemu dengan orang-orang yang pernah besar bersama. Lebih mendasar dari itu, Pulang adalah bertemu dengan orang yang sudah melahirkan dan membesarkan kita.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, peristiwa Pulang yang paling kolosal tercermin dalam tradisi mudik. Masa ketika orang bersama-sama pada suatu waktu kembali ke kampung halaman. Ingin melihat negeri asal mereka dilahirkan dan dibesarkan, serta menemui orang yang sudah melahirkan dan membesarkan mereka.
Hampir semua pemudik mengetahui bahwa Pulang mudik itu menyusahkan dan mengancam keselamatan. Kemacetan panjang, perjalanan jauh, serta biaya tinggi adalah hal-hal yang sudah jelas akan dihadapi para pemudik. Bahkan data-data menunjukan bila Pulang mudik juga mematikan. Banyak korban kecelakaan yang berujung kematian karena Pulang mudik.
Namun segala data dan informasi mengenai Pulang mudik seperti tidak bermakna apa-apa bagi orang yang ingin Pulang. Para pemudik tidak pernah surut apalagi terhenti karena ancaman kematian dan kesulitan dalam perjalanan. Orang tetap Pulang meski menghadapi berbagai macam rintangan.
Pulang mudik sempat terhenti karena wabah Covid-19. Itupun bukan karena mereka tidak ingin Pulang, tapi karena ingin melindungi kampung asal. Para pemudik tidak ingin tempat asal mereka terpapar wabah mematikan disebabkan virus yang mereka bawa.
Begitulah Pulang. Kebutuhan esensial manusia yang pemenuhannya tidak dapat dihindari.
Karena sudah menjadi kebutuhan esensial, kebutuhan akan Pulang juga dirasakan warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Kata Pulang seperti memiliki magis.Â
Mendengar sejawat setanah air Pulang, rasa iri dan senang bercampur menjadi satu. Iri karena mereka belum bisa pulang, senang karena melihat dan merasakan sejawat senang karena mau Pulang.
Keinginan akan Pulang tidak luntur meski warga Indonesia itu tinggal di negeri yang lebih maju dan makmur dibanding negeri asal. Mereka mungkin sudah terbiasa dengan transportasi publik yang rapih, tertib, dan murah. Bingung dengan pengaturan transportasi publik Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta yang berubah-ubah dan merepotkan.
Meski begitu, Pulang seperti mengubah semuanya. Segela kesemrawutan yang tidak mereka temukan di perantauan, seperti termaafkan dan tidak terasa. Bahkan dalam banyak hal, kesemrawutan itu yang kadang dinantikan. Seolah Pulang tidak afdhal kalau tidak merasakan kesemrawutan.
Pulang dan tidak bisa lepas dari negeri asal ini juga yang membuat beberapa eks warga Indonesia di luar negeri kerap bertindak diluar batas. Cawe-cawe urusan dalam negeri Indonesia pada level yang sangat tekhnis, meski mereka sudah berpindah kewarganegaraan.
Hanya saja Pulang bukan saja konsep psikologis yang menggambarkan kebutuhan manusia untuk kembali ke asal. Pulang juga konsep spiritual. Situasi ketika setiap makhluk hidup menyadari bahwa mereka mesti kembali ke Yang Maha Agung sebagai asal mula dirinya.
Dalam ajaran Islam, Pulang sebagai konsep spiritual tercermin dalam kalimat syahadat. Kalimat yang mesti dipahami, dijiwai dan dipraktekan oleh  setiap muslim pada kehidupan sehari-hari. Kalimat itulah yang menjadi "game changer" bagi kehidupan manusia.
Dalam kalimat syahadat dinyatakan bahwa kita semua berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Dalam praktek kehidupan sehari-hari, pemahaman inilah yang dimanifestasikan dalam kalimat "Telah pulang ke Rahmatullah," ketika mendengar berita orang meninggal.
Pulang sebagai konsep spiritual inilah yang membedakan kebutuhan akan Pulang bagi muslim Indonesia yang merantau ke Timur Tengah, utamanya Saudi Arabia.
Sebagaimana masyarakat Indonesia umumnya, para perantauan di Arab Saudi pun selalu mendambakan Pulang. Kehidupan yang lebih baik di tanah rantau tidak menyurutkan keinginan untuk Pulang. Apalagi kehidupan yang kurang beruntung.
Kebutuhan akan Pulang yang tidak terbendung inilah yang membuat banyak majikan di Arab Saudi berusaha mati-matian menahan para perantau di Indonesia untuk tetap bekerja bersama mereka.
Bila alasan Pulang karena ingin berdekatan dengan Istri atau mengkhawatirkan pendidikan anaknya, para majikan di Arab Saudi tidak segan memenuhi kebutuhan itu. Istri dan anak pegawainya didatangkan, lalu si anak disekolahkan. Meski mereka harus mengeluarkan uang sangat besar. Tujuannya supaya mereka tidak Pulang karena mereka dibutuhkan.
Karenanya di Arab Saudi lazim ditemukan ada satu keluarga dari Indonesia yang sudah hidup puluhan tahun tidak Pulang. Mereka bisa menahan diri untuk tidak Pulang karena keluarga tempat mereka Pulang sudah bersama di Arab Saudi.
Hanya saja bagi muslim Indonesia, Arab Saudi mempunyai posisi unik. Meski Indonesia adalah kampung asal tempat Pulang, tetapi Arab Saudi mempunyai Mekkah dengan Ka'bah nya. Kampung asal seorang muslim tempat mereka Pulang secara spiritual.
Mekkah seperti memiliki semua tempat yang dicari seorang Muslim ketika ingin Pulang secara spiritual. Selain Rumah Allah, Ka'bah adalah bangunan yang perintah pembangunannya langsung dari Allah. Hajar Aswad adalah batu yang berasal dari surga dan Arafah adalah tempat Adam dan Hawa bertemu di Bumi.
Seperti juga negeri asal tempat Pulang setiap orang, Ka'bah juga tempat Pulang seorang muslim. Berziarah ke Ka'bah adalah mengunjungi asal manusia secara spiritual. Dihadapan Ka'bah lah manusia bisa merasakan dan mengekspresikan segala hal yang tidak bisa diungkapkan di tempat lain.Â
Dihadapan Ka'bah lah ekspresi natural dan naluriah manusia kerap muncul tanpa bisa tertahan. Menangis merasakan keagungan Tuhan dan menangis mengingat dosa-dosa masa lalu bercampur aduk tidak bisa dihindari.
Sebagaimana juga orang Indonesia yang mukim di negara lain, bagi orang Indonesia di Arab Saudi Pulang ke Indonesia adalah sesuatu yang sangat ditunggu dan sakral.
Namun di sisi lain, pada saat itu juga kerap muncul kebimbangan dan pertanyaan. Setelah Pulang ke Tanah Air, apakah mereka masih bisa Pulang ke Ka'bah nan suci. Mengelilingi Ka'bah tujuh putaran, lari-lari kecil diantara Bukit Shafa dan Marwa, serta mencukur rambut usai melaksanakan semuanya.
Terlepas dari segala penyimpangan yang kerap dilakukan, mendatangi Tanah Suci dan berdiam diri untuk tafakur di Rumah Suci adalah kebutuhan spiritual setiap insan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H