Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Downfall", Dokumenter Jatuhnya Lion Air dan Boeing

1 Maret 2022   21:58 Diperbarui: 1 Maret 2022   22:03 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jatuhnya Lion Air Menjatuhkan Boeing Review Dokumenter Downfall; The Case Against Boeing


Pengguna pesawat di Indonesia pasti sulit menemukan kalimat positif berkaitan dengan Lion Air. Nada negatif dan pejoratif selalu terangkai dengan maskapai pengguna Boeing ini. Mulai dari jadwal pesawat yang kerap delay, jadwal ditunda tanpa kompensasi apapun, tempat duduk yang kadang tidak tersedia, bagasi tertinggal dan lain sebagainya. Situasi yang pada dasarnya juga disadari oleh Rusdi Kirana sang pemilik. Sampai sekarang ucapan Rusdi Kirana tentang maskapai miliknya ini masih diingat orang "Maskapai saya paling buruk di dunia, tapi anda tidak punya pilihan"

Karena mempunyai asosiasi negatif, maka ketika pesawat Boeing 737 Max yang dipakai Lion Air jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, maka yang bersalah adalah Lion Air. Bukan Boeing. Maskapai in bukan hanya dianggap tidak memperhatikan keselamatan penumpang, tetapi juga abai memperhatikan kesejahteraan para krew penerbangan. Termasuk juga terlalu memporsir pesawat melebihi batas jam terbang yang seharusnya.

Namun menurut "Downfall; The Case Against Boeing" yang dirilis Netflix pada 21 Januari tahun ini, kesalahan pada kecelakaan tersebut bukanlah Lion Air. Dokumenter ini mengungkap pihak yang menjadi biang kerok jatuhnya JT-610 pada pihak yang selama ini tidak pernah terpikirkan dan terperhatikan banyak kalangan, yaitu Boeing. Pabrikan pesawat terkemuka dari Seatle Washington inilah yang menjadi biang kerok jatuhnya Lion Air JT-610 yang memakan banyak korban ini.

Downfall sendiri dibuka dengan pemandangan Jakarta dini hari. Ketika Pilot Lion-Air berkebangsaan India berangkat ke Soekarno-Hatta untuk menjalankan tugas. Setelah itu terlihat kokpit pesawat dengan dua pilot nya yang kewalahan menghadapi berbagai sinyal yang muncul di kokpit. Selanjutnya seperti yang sudah dibayangkan; Lion-Air jatuh ke Laut.

Meski kotak hitam yang menjadi kunci pengurai penyebab kecelakaan belum ditemukan, beberapa pertanyaan dasar muncul ke permukaan. Seperti kenapa Boeing 737 Max yang dipakai Lion-Air bisa jatuh sementara itu merupakan pesawat baru? Jakarta dan perairan Karawang dalam keadaan cerah dan tidak membahayakan penerbangan. Ketika pihak Boeing mengatakan bahwa Pilot Indonesia yang mengendalikan pesawat disebut tidak terlatih seperti pilot di Amerika, istri sang Pilot bisa menunjukan bukti kalau suaminya sudah mempunyai sertifikat penerbangan dan berkali-kali ke Amerika untuk mengikuti pelatihan.

Kalangan Pilot sendiri mulai menemukan sedikit jawaban ketika pihak Boeing mendatangi asosiasi pilot di Amerika. Pertemuan yang awalnya diperkirakan akan menjadi ajang diskusi diskusi jatuhnya pesawat Lion Air di Indonesia dan dipenuhi dengan berbagai dokumen yang berisi data penerbangan dari Boeing, ternyata tidak. Alih-alih membawa dokumen-dokumen hasil investigasi yang menjelaskan kronologis kecelakaan pesawat, Boeing justru membawa lobbyist.

Dalam pertemuan tersebut, Boeing mengatakan bahwa penyebab kecelakaan tersebut karena tidak berfungsinya MCAS, Maneuvering Charactheristic Augmentation system. Fitur baru di Boeing 737 Max yang berguna untuk menstabilkan posisi pesawat ketika di terbang. Menurut Boeing, masalahnya ada pada pilot yang tidak merespon signal yang dikirim MCAS.

Asosiasi Pilot bukan hanya tidak diterima anggotanya dituduh sebagai penyebab, tapi juga kaget. Karena MCAS itu adalah fitur baru, lalu kenapa fitur itu tidak diperkenalkan ke para pilot. Tanggung jawab memperkenalkan fitur baru ada pada Boeing sebagai pembuat pesawat, bukan pada pilot.

Lima bulan kemudian, masalah permasalahan Boeing 737 Max dengan MCAS nya ini makin mengemuka. Pangkalhnya adalah ketika Ethipion Airlines 302 yang membawa penumpang dari Addis Ababa ke Kenya jatuh di kota Bishofty hanya setelah 6 menit lepas landas. Kecelakaan pesawat mematikan sepanjang sejarah maskapai Ethopian Airlines. Padahal, pilot sudah mengikuti arahan penggunaan MCAS sebagaimana yang diarahkan Boeing. Pada akhirnya ditemukan bahwa MCAS ternyata telah memberikan signal palsu kepada pilot.

Dokumenter yang diproduseri Brian Grazer dan Ron Howard pun menginvestigasi penyebab situasi ini. Hasil dari penelusuran menunjukan bahwa karena Boeing memang sudah mengabaikan faktor keselamatan demi keuntungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun