Matematika dan Pemahaman Keagamaan
PISA (Programme for International Student Assesment) mengatakan bahwa kemampuan Matematika pelajar di Indonesia hanya ada di peringkat no 7 dari bawah (73). Dibanding dengan peringkat 3 tahun sebelumnya (2015) peringkat Indonesia turun 10 peringkat.
Meski itu adalah penilaian PISA tahun 2018, angka tersebut masih bergema sampai sekarang. Banyak yang mengkhawatirkan kondisi ini. Pangkalnya adalah karena Matematika sebagai dasar Sains.Â
Rendahnya skor Matematika, pastinya akan berimbas pada upaya pengembangan Sains. Akibat terdekatnya pasti akan terjadi kemendekan pengembangan Sains.Â
Ditambah terlalu tingginya intervensi politik, diantaranya terhadap lembaga penelitian di Indonesia, maka upaya pengembangan Sains bukan hanya akan mandeg tapi juga menjadi sangat politis.
Hanya saja bila kita membaca ulang Matematika, maka kita akan menemukan bahwa Matematika itu pada dasarnya keseharian manusia. Karena merupakan keseharian, tinggi rendahnya skor Matematika tidak hanya berimbas pada pengembangan Sains, tetapi juga dalam keseharian kehidupan manusia.Â
Anggap saja masyarakat kita yang juga memandang penting pengajaran Agama, maka pemahaman Matematika ini pada akhirnya juga berimbas pada cara masyarakat memahami Agama.
Mungkin salah satu contoh sederhananya bisa kita lihat dari sistem bilangan dalam Matematika dan cara kita memahami Agama.
Berkaitan dengan bilangan, Matematika memperkenalkan adanya dua sistem bilangan, yaitu sistem binner dan desimal.
Dalam sistem binner, angka yang berlaku hanya dua yaitu 0 (nol) dan 1 (satu). Tidak ada yang lain. Binner adalah sistem bilangan opposite atau berlawanan. Bila 0 bermakna Iya, maka 1 bermakna Tidak. Bila 0 adalah On, maka 1 adalah Off. Begitu seterusnya.Â