Bagi masyarakat Indonesia, khususnya warga Bandung, yang hidup di era 80an, pasti familiar dengan nama PT Nurtanio yang kemudian berubah menjadi PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara). Pada zaman ketika istilah BUMN belum dikenal publik, menjadi pegawai IPTN adalah angan-angan kebanyakan orang. Apalagi anak muda
IPTN sendiri memang memenuhi syarat menjadi idaman banyak orang dalam membangun karir. Perusahaan negara ini bukan hanya dipimpin oleh orang yang mempunyai kedekatan khusus dengan Presiden, tetapi juga salah satu perusahaan yang menjadi pijakan utama Presiden dalam membangun Indonesia masa depan. Tidak aneh bila pemerintah memberikan dukungan penuh. Pada masa Indonesia sedang menghadapi booming harga minyak juga kekuasaan eksekutif yang begitu besar, pastinya sulit membayangkan bahwa di kemudian hari perusahaan ini akan dinyatakan pailit.
Diluar sisi politis diatas, IPTN juga mempunyai brand image sangat positif di tengah masyarakat. Kerja utamanya untuk meneliti dan memproduksi pesawat terbang, adalah kerja yang berkaitan dengan kecerdasan dan kepintaran. Di tengah masyarakat agraris, hanya segelintir orang yang bisa mengerti teknologi kedirgantaraan. Karenanya hanya orang pintar dan cerdas lah yang dianggap bisa menjadi bagian dari perusahaan ini. Terlebih Habibie yang menjadi penggagas dan pemimpinnya juga adalah figur jenius bidang teknologi.
Karenanya, lengkaplah kelebihan IPTN dibanding perusahaan lain. Secara finansial terjamin karena menjadi perhatian negara yang sedang digdaya secara ekonomi dan politik. Secara reputasi meyakinkan. Karena berkaitan dengan kecerdasan dan teknologi masa depan. Terlebih ketika IPTN berhasil membuat pesawat rancangan dan produksi sendiri pertama pada 1995; N250 Gatot Kaca
Tapi sebagaimana diketahui, keunggulan utama itu jatuh seketika. Keunggulan politis dan reputasi IPTN yang bergerak dalam teknologi terkini dan tercanggih, sirna.
Awalnya adalah krisis moneter di beberapa kawasan pada tahun 1997 yang juga menyeret Indonesia. Krisis ini bukan hanya membuat harga-harga melambung tinggi, tetapi juga membuat keuangan negara terkuras. IPTN yang keberadaannya selama ini ditopang pemerintah, pastinya mengalami imbasnya.
Namun itu ternyata baru awal. Ketika permohonan bantuan ke IMF menjadi solusi utama, IPTN menghadapi krisis lebih serius. IMF menyatakan bahwa untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia, maka proyek dirgantara berbiaya tinggi seperti IPTN harus segera dilepaskan dari tanggungan negara. Resep IMF ini mau tidak mau mesti diikuti. Karena merupakan bagian dari kesepakatan pinjaman IMF ke Indonesia. Puncaknya adalah ketika Presiden Soeharto mundur pada tahun 1998. Presiden yang selama ini membanggakan IPTN dan memberi banyak privillege ke IPTN, tidak berkuasa lagi.
Namun kejatuhan IPTN bukan hanya berkaitan dengan dukungan politik dan ekonomi yang hilang seketika, tetapi juga arah perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang bergerak diluar dugaan. Â Sebelumnya orang menganggap bahwa teknik dan mesin adalah masa depan. Karenanya IPTN yang bergerak di bidang ini, sangat strategis. Tetapi ternyata tidak seperti itu.
Berawal dari Departemen Pertahanan Amerika serikat tahun  1969 yang mengembangkan proyek ARPANET (Advanced Research Project Agency Network). Sebuah proyek pembuatan sistem jaringan komputer untuk menghubungkan daerah-daerah vital untuk kelancaran distribusi informasi dan komunikasi. Awalny proyek ini hanya menghubungkan empat situs saja; Stanford Research, University of California, Santa Barbara, dan University of Utah. Namun ternyata proyek ini berkembang pesat. Semua universitas di Amerika ingin bergabung.
Projek jarigan inipun dibagi dua. Milnet untuk keperluan militer dan Arpanet untuk kepentingan universitas-universitas. Gabungan keduanya diberi nama Darpa Internet yang kemudian disederhanakan dengan sebutan internet. Sampai akhirnya internet diperkenalkan ke publik, maka internet bukan hanya menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari tapi juga masa depan.
Dalam dunia internet, masa depan adalah informasi dan data. Algorithma, Big data, Artificial Intellegence adalah masa depan. Akselerasi manufaktur ke depan bukan hanya bertopang pada temuan bidang mesin, tapi pada pengelolaan data. Masa depan itu bukan teknologi Dirgantara dengan mesin dan teknik sebagai instrumen utama, tapi teknologi informasi dengan Data Science nya. bekerja di PT Telkom atau membuat start up, terdengar lebih seksi dan bereputasi ketimbang bekerja di PT Dirgantara Indonesia. Nama baru IPTN setelah krisis moneter.