The Age of Adaline :
Menjadi Tua Itu Anugrah
Â
Sekitar 2900 -- 2350 SM banyak sejarawan menyebut tentang adanya seorang seorang Raja Uruk di Sumeria yang sangat berkuasa, sangat kuat, dan sangat dihormati. Namanya Raja Gilgamesh. Penggalan teks Epos tentang Raja-raja Sumeria menyebutkan bahwa Gilgamesh dikubur di dasar sungai. Lalu pada tahun 2003 sekelompok arkelolog Jerman menyatakan bahwa mereka menemukan makam Gilgames di tempat yang pernah berada di dasar sungai Efrat.
Ada banyak mitos tentang Gilgamesh yang ditulis dalam Epic of Gilgamesh. Diantaranya adalah mitos Raja Gilgamesh yang melakukan perjalanan ke bawah tanah demi mencari keabadian dan menghindari kematian. Epic of Gilgamesh sendiri adalah tulisan yang dikumpulkan dan ditulis banyak orang selama 1.000 tahun lebih pada 4.000 tahun silam.
Dalam bukunya Sapiens, Harari sempat menyinggung tentang mitos Gilgamesh dan hasrat manusia untuk hidup abadi ini. Menurut Harari, awalnya adalah ketika teman baik Gilgamesh, Enkidu, meninggal. Gilgamesh yang sedih, lalu duduk disamping jenazah kawannya itu berhari-hari sambil mengamati jasadnya. Sampai di kemudian hari, Gilgamesh melihat cacing jatuh dari lubang hidung kawannya yang sudah meninggal itu. Gilgamesh terkejut dan dicekam rasa takut yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Gilgamesh pun bertekad mencari cara untuk tidak mati seperti kawannya itu. Gilgamesh ingin mengalahkan kematian. Â
Dalam rangka mengalahkan kematian, Gilgamesh melakukan perjalanan sampai ke ujung semesta. Dia membunuh Singa, melawan manusia kalajengking sampai kemudian masuk ke alam bawah tanah. Disana Gilgamesh menghancurkan raksasa-raksasa penguasa dunia bawah, mengayuh sampan di sungai kematian hingga bertemu dengan Utnapisthim. Sosok terakhir yang selamat dari banjir Nuh. Tapi Gilgamesh gagal mencari cara menjadi abadi. Gilgamesh pulang dalam kondisi fana seperti sebelumnya.
Meski begitu, perjalanan Gilgamesh tidaklah sia-sia. Gilgamesh pulang dengan membawa pemahaman dan kebijaksanaan baru. Berdasarkan pengalaman mencari keabadian, Gilgamesh berkesimpulan bahwa ketika Dewa-Dewi menciptakan manusia, mereka sudah menetapkan kematian sebagai takdir yang tak terhindarkan bagi manusia dan manusia harus menerimanya. Setelah perjalanan Gilgamesh disebut menjadi Raja yang lebih bijak dan welas asih kepada rakyatnya.
Namun menurut Harari, di era kemajuan sains banyak orang yang tidak bisa menerima kesimpulan Gilgamesh ini. Bagi mereka kematian hanya permasalahan tekhnis. Bila sebab kematian adalah berhentinya detak jantung, adanya kanker atau bakteri, maka banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegahnya. Manusia bisa memakai alat pemicu jantung untuk tetap mempertahankan jantung tetap bekerja, melakukan radiasi untuk membunuh kanker atau memakai anti biotik untuk membunuh bakteri.
Ada sains yang bisa membuat manusia tetap memperpanjang usianya. Terlebih sejarah manusia pun telah membuktikan keunggulan sains untuk menjaga manusia tetap hidup. Proyek terdepan Revolusi Sains adalah membuat manusia tetap hidup abadi.
Pada 1119 ketika Richard The Lion Heart terkena anak panah di bahu kirinya, dia disebut mendapat cedera berat. Karena luka yang meskipun kecil itu, menjadi infeksi dan diserang Gangren. Gangren yang menyebar e seluruh tubuh Richard The Lion Heart tidak bisa diobati sehingga Raja tersebut meninggal dengan penderitaan hebat dua minggu berikutnya.