Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola dan Ancaman Banjir

8 Januari 2020   13:56 Diperbarui: 11 Januari 2020   19:26 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: futbolgezeveleri.com

Suatu hari Gipo Viani ingin melepaskan kepenatan dengan menyusuri pantai Tyrrhenian, Salerno Italia. Pelatih Salernitana FC ini pusing. Timnya yang sedang berkompetisi di Serie B Liga Italia 1946-1947, tidak mempunyai sistem bertahan yang baik. Selalu kedodoran menghadapi serangan lawan.  

Namun ketika berjalan di Pantai inilah Viani mendapat inspirasi. Viani tertegun melihat cara nelayan menangkap ikan. Jala yang dilepas, terdiri dari beberapa lapis. Ikan yang lepas pada jaring pertama, belum tentu lolos pada jaring kedua. Ikan yang lolos pada jaring kedua, belum tentu lolos pada jarang ketiga. Begitu seterusnya.

Viani pun menerapkan sistem pertahanan berlapis ala jaring pada tim asuhannya. Viani tidak hanya menempatkan gelandang bertahan sebagai filter serangan, tetapi juga sweeper yang bertugas melakukan man to man marking ketat pada lawan. 

Di belakang sweeper, ada seorang Libero yang tidak hanya bertugas menyapu bola, tetapi juga membaca permainan dan arah bola. Pendekatan Viani ternyata efektif. Salernitana bukan hanya dinobatkan sebagai tim dengan pertahanan terbaik, tetapi juga naik kasta ke Serie A.

Sistem permainan yang kelak disebut dengan Catenacio ini, meski dikenal dan menjadi trade mark Italia, tapi menurut beberapa kalangan pada dasarnya sudah diterapkan satu dekade sebelumnya di Swiss oleh Karl Rappan. Sistem yang juga berhasil menyelematkan Timnas Swiss dari keterpurukan. Sistem Rappan ini disebut dengan Verrou. Pada sistem Verrou terdapat seorang Verrouller yang berfungsi seperti sweeper pada Catenacio.

Namun sulit membantah Catenacio lebih unggul dibanding Verrou. Catenacio tidak hanya membuat Salernitana promosi ke Serie A, tapi juga membawa Inter Milan dibawah asuhan Helenio Herrera merajai Serie A Italia dan jawara di Eropa dan Dunia pada tahun 60-an . Catenacio juga telah menjadi pola dasar permainan Italia. Juara Dunia 4 kali

Muncul perdebatan tentang kenapa Catenacio Italia menjadi unggul. Ada yang bilang bila ini berkaitan dengan postur tubuh orang Italia ada juga yang mengatakan bila ini berkaitan dengan filosofi sepakbola orang Italia.

Berkaitan dengan hal ini, menarik apa yang ditulis Gianluca Vialli, Striker timnas Italia era 90an yang sempat bermain di Liga Itali dan Inggris, dalam bukunya : The Italian Job: A Journey to the Heart of Two Great Footballing Cultures terbit tahun 2007. 

Menurut Vialli, akar permainan orang Italia bisa ditemukan pada tradisi Gladiator. Seorang Gladiator, meski sudah bertarung berdarah-darah atau terluka parah namun bila dia kalah, dia tetaplah pecundang. Karenanya yang penting itu bukan proses bertarungnya, tapi kemenangannya. Veni Vidi Vici (Saya datang, saya melihat, saya taklukan/saya menang), begitu kata Julius Caesar, jenderal dan konsul Romawi pada tahun 47 SM.

Situasi ini berbeda dengan Sepakbola Inggris. Di negera Ratu Elizabeth ini, Sepakbola adalah permainan bukan kemenangan. Orang menonton atau atau bermain sepakbola untuk menikmati permainan. Karena itu menurut Vialli, orang Inggris bermain Sepakbola dengan hati, sementara orang Italia bermain Sepakbola dengan otak.

Seiring berjalannya waktu, Catenacio pun dipertanyakan. Bukan hanya adanya kampanye negatif terhadap Catenacio yang dianggap "Negative Football", tetapi juga penerapan sistem baru pemberian point. Bila sebelumnya kalah-seri-menang poinnya secara urut adalah 0-1-2, maka sekarang berubah menjadi 0-1-3. Sistem ini otomatis membuat setiap orang tidak melulu memikirkan pertahanan, tapi juga penyerangan demi kemenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun