Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muhammad Bersama Abdul Muthalib dan Abu Thalib

21 Februari 2016   20:31 Diperbarui: 21 Februari 2016   22:06 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Muhammad Bersama Abdul Muthalib Dan Abu Thalib

Sebagai orang yang menemukan kembali sumber mata air zam zam yang lama terkubur, pemimpin Quraisy yang sangat berwibawa, penanggung jawab Baitul Haram, yang bertugas menyediakan kebutuhan air dan memberikan pelayanan pada orang-orang yang melaksanakan haji, Abdul Muthalib pastinya mempunyai posisi khusus dan sangat terhormat di mata kaumnya pada waktu itu. Begitu juga di mata anak-anaknya.

Abdul Muthalib mempunyai tempat duduk di sisi Ka'bah yang disediakan anak-anaknya. Ia selalu duduk ditempat itu ketika keluar dari rumahnya. Karena rasa hormat dan wibawa Abdul Muthalib, tidak ada seorang pun yang berani duduk atau mendekati tempat yang diberi karpet tebal dan tenda itu. Mereka hanya duduk mengitari tempat Abdul Muthalib itu.

Suatu hari Muhammad bersama paman-pamannya berdiri menunggu Abdul Muthalib di tempat terhormat itu. Tiba-tiba Muhammad berdiri, kemudian duduk di tempat Abdul Muthalib. Beliau melakukan itu karena mencintai pemilik tempat tersebut. Melihat perbuatan Muhammad kecil, paman-pamannya merasa terganggu. Bagi mereka itu tempat mulia, tidak layak diduduki Muhammad. Seorang bocah miskin yatim piatu yang belum sederajat dengan Abdul Muthalib. Lalu seorang pamannya memberi isyarat supaya Muhammad pergi bermain bersama anak-anak lainnya.

Ketika Abdul Muthalib keluar rumah menuju tempat duduknya itu, ia melihat seorang anaknya sedang mencengkram Muhammad kecil cucunya. Wajah Abdul Muthalib berubah. Dia lalu menjauhkan anaknya dari tempat duduknya. Kemudian mengisyaratkan supaya anaknya tidak berlaku seperti itu pada Muhammad kecil. Abdul Muthalib menggendong Muhammad dan memeluknya dengan hangat. Ia mendudukan Muhammad di atas tempat duduknya. Kemudian Abdul Muthalib menolah pada anak-anaknya dan berkata, "Biarkan anakku (Muhammad) berada di tempat dudukku. Sungguh dia tahu tempat yang pantas untuknya. Demi Allah, dia memiliki sesuatu yang luar biasa !"

Setelah peristiwa itu, orang jauh maupun dekat tahu bagaimana kadar sayang Abdul Muthalib terhadap Muhammad. Karena itulah mereka banyak yang menyapa Muhammad sebagai "Putra Abdul Muthalib (Ibnu Abdul Muthalib), bukan "Putra Abdullah (Ibn Abdullah)". Julukan baru Muhammad yang dikenal di tengah masyarakat. Dan Abdul Muthalib sendiri memang memanggil Muhammad dengan "Anakku" bukan "Wahai Ibnu Abdullah"

Pada dasarnya bukan kali ini saja Abdul Muthalib menunjukan rasa sayangnya terhadap Muhammad. Ketika Muhammad lahir dan diserahkan pada Abdul Muthalib, dengan segenap perhatian sang Kakek membawa bayi munggil baru lahir itu ke Ka'bah. Dia dibawa masuk dan didoakan supaya terlindung dari segala keburukan. Lalu dikembalikan kembali pada Ibunya dan berpesan supaya Muhammad dijaga dengan baik. Abdul Muthalib memberi bayi itu nama Muhammad (Terpuji). Nama yang sama sekali baru dan tak lazim di kalangan bangsa Arab. Ketika orang bertanya kenapa dia diberi nama seperti itu, sang Kakek menjawab, "Saya ingin ia dipuji semua orang."

Tidak lama kemudian, Abdul Muthalib pun meninggal karena sudah tua. Lalu tongkat kepemimpinan Bani Hasyim pun berpindah ke salah satu anaknya: Abu Thalib. Paman Muhammad, saudara kandung Ayah Muhammad, Abdullah. Muhammad kecil pun berpindah pengasuhan ke pamannya itu. Karena Abdul Muthalib juga menilai bahwa diantara sekian anaknya, Abu Thalib lah yang paling layak mengasuh dan mengayomi Muhammad. Meskipun pada waktu itu Abu Thalib sedang terpuruk secara ekonomi.

Suami istri, Abu Thalib dan Fathimah bint Asad, pun tidak kurang rasa sayangnya terhadap Muhammad. Mereka memperlakukan Muhammad lebih daripada anak sendiri. Sehingga Muhammad memanggil istri pamannya itu dengan sebutan "Ibu" bukan "Bibi".

Satu hal yang membuat sang Bibi cemas adalah ketia dia sering memergoki Muhammad murung dan sedih. Mulutnya seperti terkunci dan otaknya seperti berpikir keras. Dia khawatir sesuatu yang buruk mengganggu Muhamad. Berkali-kali bibi Muhammad mengadukan hal itu pada suaminya, sampai akhirnya sang paman ikut memperhatikan Muhammad. Meski Abu Thalib tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia yakin Muhammad baik-baik saja. Kepada istrinya Abu Thalib berkata "Biarkan saja, Tuhan akan menjaganya!"

Suatu hari sang Paman memarahinya. Pangkalnya karena Muhammad menolak memberi hormat pada berhala, tidak menyucikannya dan tidak menyebutnya dengan sebutan baik. Abu Thalib khawatir bila Muhammad terus bersikap seperti itu, maka sesuatu yang buruk akan menimpa Muhammad. Abu Thalib takut berhala itu menyakiti Muhammad dan membiarkannya dikuasai Iblis, setan, serta diperdaya dengan tipu muslihat yang tidak bisa ditolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun