Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembalasan Tolikara? Dimana Muhammad dan Allahmu?

26 Desember 2015   10:50 Diperbarui: 30 Desember 2015   11:43 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, diantara hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan semua komponen masyarakat Madinah untuk membuat kesepakatan. Muhammad bukan hanya mengumpulkan suku-suku yang sudah menyatakan menjadi pengikut beliau sebagai muslim, tetapi juga penganut Yahudi dan semua suku yang ada di Madinah. Seperti suku Aus dan Khazraj yang dikenal tidak pernah berhenti bertikai.

Dalam kesepakatan tersebut ditetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban bagi kaum muslim, kaum yahudi dan kelompok penyembah berhala di Madinah. Mereka sepakat membentuk komunitas yang dalam bahasa arab disebut dengan ummah. Kesepakatan terdiri dari 47 pasal. Diawali pembukaan, dilanjutkan pasal-pasal pembentukan umat, persatuan seagama, persatuan segenap warga negara, perlindungan negara, pimpinan negara dan politik perdamaian.

Orang Arab menyebut kesepakatan ini sebagai shahifatul madinah, lembaran Madinah atau dokumen Madinah. Berabad-abad kemudian para pakar politik menyebutnya sebagai Piagam Madinah. Lalu pakar Hukum menyebut ini sebagai Konstitusi Madinah. Inilah kesepakatan politik atau konstitusi pertama di dunia. Piagam Madinah jauh melebihi teori kontrak sosial nya John Locke. Teori yang datang hampir seribu tahun kemudian yang dipuji dan dikutip banyak orang hingga sekarang. Bahkan sosiolog Robert Bellah menyebutkan bila Piagam Madinah ini adalah ide yang jauh melebihi zamannya.

Tetapi sekarang kita mengerutkan dahi. Sekelompok orang mengaku pengikut Muhammad, melakukan pembalasan atas kejadian pembakaran masjid di Tolikara. Mengaku sebagai umat Muhammad, tetapi mengedepankan pembalasan ketimbang menyerahkan semuanya pada hukum. Lalu dimana letak Muhammad nya?Pengikut Muhammad atau pengikut kemarahan?

Memang berat teman menyerahkan kasus ini pada penegak hukum. Saya juga merasakan beratnya berpendapat seperti ini. Bagaimana mungkin kita menyerahkan suatu perkara besar seperti ini pada penegak hukum yang tidak bisa dipercaya?Lebih agresif mengurus pemalsuan KTP dan seperti lebih peduli terhadap orang seperti hakim Sarpin ketimbang warga kebanyakan. Tetapi adakah instrument selain hukum untuk menyelesaikan masalah ini?

Bila memang masih ngotot dan merasa tidak akan terpuaskan oleh penegak hukum yang ada, lalu dimana letak keislaman anda?Bukan kah anda mengaku beragama?Bila anda benar beragama, dimana letak Allah dalam hidup anda?Kenapa begitu mentotalkan pengharapan terhadap manusia sampai harus melupakan keadilan Allah?Apa tidak sadar kalau berharap terlalu berlebih terhadap manusia dan melupakan Allah itu adalah kemusyrikan?Bukankah musyrik itu men Tuhankan sesuatu selain Allah?Karena kemusyrikan itu seperti semut hitam, diatas batu hitam di tengah gelapnya malam. Sangat tersembunyi dan sulit di deteksi.

Bandung, 21 Juli 2015

Ditulis setelah ramai kasus pembakaran masjid di Tolikara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun