Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rekaman Jadi Bukti?

23 Desember 2015   21:55 Diperbarui: 23 Desember 2015   21:55 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rekaman Jadi Bukti?

Andai benar sebuah rekaman yang dipasang secara sembunyi-sembunyi (tolong garis bawahi kalimat "secara sembunyi-sembunyi" nya) memang bisa dijadikan bukti hukum, maka orang pertama yang mesti ditangkap adalah Mentri BUMN. Karena sudah ada rekaman dia yang merendahkan Presiden.

Lebih jauh lagi bagi kita, maka hindarilah hang out, kongkow, nongkrong, kumpul-kumpul, masuk group Instant Message atau gaul sama teman-teman. Karena kita tidak akan pernah tahu siapa diantara mereka yang mempunyai niat buruk dan merekam ucapan kita diam-diam.

Kita juga jangan nyinyir sama polisi kalau demi mencari bukti mereka mesti menyiksa orang. Karena yang terpenting bukti ada. Tidak perlu dipertanyakan apakah cara memperoleh nya sah atau tidak. Para penyanyi atau artis sinetron, juga mesti latihan dengan keras. Jangan sampai salah ketika rekaman atau di depan mik. Sekali salah dan terpeleset mengucapkan kata-kata menjelekan orang atau golongan, urutan bisa repot.

Orang yang terbiasa berurusan dengan wartawan pun mesti sangat hati-hati. Jangan sampai ada wartawan datang yang cuman ngajak ngobrol ngalor ngidul tapi ternyata ucapannya direkam dan dikutip. Padahal itu bukan sesi wawancara. Tidak ada lagi istilah off the record

Bila anda mengatakan "Ah itu kan tergantung orangnya. Kalau orangnya baik, tidak bermaksud jahat, pasti tidak akan macam-macam dan akan selalu berkata baik", saya ingin memberi tahu satu hal. Nabi itu dalam sehari minimal nya istighfar, memohon ampunan, 80 kali. Itu minimal. Karena Nabi menyadari kalau dia pun sehari itu pasti melakukan kekeliruan. Baik yang disadari atau tidak disadari. Lalu bagaimana dengan kita?Jangankan istighfar seperti Nabi, berbuat dosa saja mungkin masih di sengaja

Karena pekerjaan paling mudah itu adalah mencari-cari kesalahan orang lain. Apalagi kalau sudah ada prasangka dan niat buruk sebelumnya. Akan sangat mudah. Kalau benar orang baik itu tidak akan keliru atau tidak bisa dicari-cari kesalahannya, maka kita tidak akan pernah mendengar cerita Nabi Yusuf atau Buya Hamka dipenjara.

Tapi kalau pemerintah memang bener mau memenjarakan Setya Novanto bukan mau membuat kegaduhan atau drama-drama politik demi rekayasa perhatian publik, manipulasi kasus saja. Bukankah itu keahlian polisi selama ini?Kalau urusan pemalsuan KTP Abraham Samad bisa kecium dan urusan burung Walet seorang Novel Baswedan saja bisa diungkap, masak sama SN yang kasusnya berderet, besar dan sudah menjadi pengetahuan publik tidak bisa diungkap?

Saya membela Setya Novanto?Oh iya, betul itu.. Lumayan kan beres pasang status rekening bertambah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun