Mohon tunggu...
Delia Nur Eka Pebriyan
Delia Nur Eka Pebriyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan s1 jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu kampus swasta di Bandung yaitu Universitas Komputer Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Seorang Tukang Parkir Menggapai Impian di Tengah Keterbatasan

9 Januari 2024   23:27 Diperbarui: 17 Januari 2024   00:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang tukang parkir bernama Ahmad berusia 18 Tahun yang berdomisili di Sekeloa, memulai hidupnya dengan sederhana di tengah hiruk-pikuk kota Bandung. Meskipun bekerja sebagai tukang parkir, Ahmad memiliki tekad yang kuat untuk meraih impian dan mengubah hidupnya menjadi sesuatu yang luar biasa.

Kehidupan Ahmad tidak pernah mudah, namun dia tidak pernah menyerah. Sejak kecil, dia memiliki impian besar untuk meningkatkan taraf hidupnya dan keluarganya. Meskipun terbatas dalam hal pendidikan formal, Ahmad selalu mencari peluang untuk belajar dan meningkatkan keterampilannya.

"Saya suka banget belajar, cuman karena banyak keterbatasan jadi saya harus berhenti sekolah pas SMP." Ucap Ahmad

Pendapatan Ahmad sebagai tukang parkir menurutnya hanya cukup untuk makan dan membayar sepetak kontrakan yang tidak jauh dari tempat ia bekerja, "Alhamdullilah sehari biasanya bisa dapet 200ribu, tapi kalo coffeshopnya sepi paling cuman 50ribu. Gaji jadi tukang parkir mah gak nentu teh, kadang rame kadang engga jadi kalo lagi rame biasanya uang yang didapet harus disimpen juga buat jaga-jaga biar besok masih bisa makan." Ucap Ahmad saat saya temui di Zero Scale.

Dengan semangat pantang menyerah, Ahmad tidak hanya menjalani pekerjaannya sebagai tukang parkir dengan semangat tinggi, tetapi juga memanfaatkan setiap peluang untuk belajar. Dia mengikuti kursus online, membaca buku, dan bahkan menghadiri lokakarya kecil di kota untuk meningkatkan pengetahuannya walau kadang banyak orang yang memandang sebelah mata kearahnya. 

"Biasanya suka ada tetangga yang ngomong teh, buat apa masih belajar orang udah jadi tukang parkir. Tukang parkir mah gak butuh belajar." Ahmad bercerita. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap mencari nafakh dan tetap fokus pada tujuannya untuk mengubah nasibnya dengan cara terus belajar. 

Ahmad biasanya mulai bekerja pada pukul 11.00 wib hingga 23.00 wib setiap harinya. Selain menjadi tukang parkir, Ahmad juga sesekali membantu para waitress untuk memberikan pesanannya kepada para pengunjung Zero Scale. Sehingga tak ayal ia juga kadang mendapat upah tambahan dari coffeeshop tempat ia bekerja.

Dokpri
Dokpri

Panas dan hujan bukanlah penghalang bagi Ahmad untuk tetap bekerja dengan giat dan ulet, sehingga para pegawai dan pengunjung coffeeshop tempat ia bekerja menjadi menyukai pribadinya yang positif dan pantang menyerah untuk mewujudkan cita-citanya. Ahmad seringkali membuat pengunjung merasa takjub dengan cara kerjanya yang cekatan dan sopan pada siapapun sehingga pengunjung yang datang ke coffeeshop tempat ia bekerja tidak sayang untuk membayar jasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun