Mohon tunggu...
Deliana Setia
Deliana Setia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

I'm just an ordinary person, living this beautiful life that God gave me www.kitadankota.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pendidikan Formal Tidak Berbanding Lurus dengan Perilaku Positif : Di Manakah Nurani?

8 Maret 2014   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="390" caption="Di mana kah nurani?Sumber Gambar : http://www.victorynews-media.com/"][/caption] Seminggu ini berbagai media dipenuhi dengan kabar yang menakutkan dan menyeramkan. Sangat menyedihkan. Beragam peristiwa yang sepertinya tidak masuk nalar pikiran ternyata dapat terjadi. Satu hal yang cukup membuat miris hati. Ternyata pendidikan formal tidak berbanding lurus dengan perilaku positif. Pendidikan tidak serta merta membuat perilaku anak didik sesuai dengan harapan. Ke manakah pendidikan etika, moral, budi pekerti, pendidikan tentang hal baik dan buruk, pendidikan tentang yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan? Manusia semakin sadis, di manakah nurani? Apakah telah hilang terbawa angin emosi sesaat? Ataukah terbang bersama nafsu dan amarah yang membara? Kita semua menyadari, tidak bisa hanya menyalahkan pendidikan karena ternyata pendidikan tidak berkorelasi lurus dengan tindakan seseorang. Pembekalan perilaku yang baik tidak dapat hanya bertumpu pada pendidikan semata. Banyak faktor lain yang turut mempengaruhi dan memiliki andil besar dalam diri seseorang.  Bekal agama (agama apa pun itu), pola asuh di rumah, nilai luhur dan akhlak mulia dari keluarga, perhatian keluarga,  kondisi lingkungan, dan banyak hal lainnya turut mengambil peran. Semua saling terkait satu dengan yang lainnya. Setidaknya, itu terbukti pada kasus pembunuhan Ade Sara Angelina yang beberapa hari terakhir ini kerap menjadi bahan pemberitaan. Sara dibunuh oleh Hafidt, mantan kekasihnya yang notabene merupakan teman SMU nya. Yang lebih miris, ternyata, pembunuhan ini mendapat dukungan dan bantuan dari Assyifa, pacar baru Hafidt. Ketiga remaja tersebut saling mengenal karena berada dalam satu lingkungan pendidikan. Mereka menimba ilmu dalam satu SMU. Tidak masuk dalam nalar pikiran, mengapa seorang anak SMU, hanya karena putus cinta, dapat berbuat nekat, tidak dapat mengontrol emosinya, tidak dapat mengendalikan amarahnya, dan melakukan tindakan yang sadis, membunuh sang mantan pacar. Sangat miris pula. Mengapa seorang remaja, gadis SMU yang merupakan pacar baru pelaku dapat melakukan tindakan yang sungguh di luar nurani. Membantu proses sebuah pembunuhan. Oh My God! Di manakah nurani? Mereka semua termasuk remaja-remaja yang memiliki bekal pendidikan formal yang baik, para calon pemimpin negeri. Bagaimana nasib negeri ini bila generasi penerusnya pun tidak dapat mengendalikan emosinya. Jika mereka tidak dapat mengendalikan emosi diri, tentunya dapat berakibat buruk pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Cukuplah sudah para pemimpin sekarang, dengan pendidikan yang tidak kalah mumpuninya, berupaya menghancurkan negeri dengan mengambil harta yang bukan miliknya, melakukan korupsi dengan berbagai cara. Tak berhenti di sana, berbagai media sosial banyak pula memberitakan tentang kisah sadis lainnya. Kisah dari Yogyakarta tentang seseorang yang bernama Danang Sulistyo yang dengan teganya dan tanpa ekspresi, seolah tanpa dosa, membunuh kucing, binatang yang jauh lebih lemah dibandingkan manusia dengan cara menembaknya. Dengan entengnya Danang membantah telah membunuh 5 ekor kucing. “Salah itu! Yang benar, saya membunuh 9 ekor kucing!”. Bahkan Danang mengunggah foto kucing yang mati ditembaknya ke media sosial. Permasalahannya sepele. Hanya karena kucing tersebut mencuri lauk. Haruskah dibunuh? Tidak adakah nurani yang terselip di hati Danang? Masih banyak lagi beragam berita yang tidak kalah sadis yang berseliweran di berbagai media. Berita tentang anak-anak di bawah umur yang diperkosa dan ada yang meninggal. Bahkan berita tentang seorang bayi 8 bulan yang meninggal karena diperkosa. Oh My God! Sungguh, untuk meneruskan membacanya pun, rasanya tidak tega. Di manakah nurani? Di manakah cinta dan kasih?  Inikah tanda-tanda akhir zaman? (Del)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun