Tentunya masih teringat beberapa waktu yang lalu ketika Anas Urbaningrum dengan lantangnya mengatakan, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas!”. Pernyataan itu pun sontak menarik perhatian. Semua seolah memiliki hak untuk berkomentar dan memberikan tanggapan. Monas dan Anas naik ke permukaan berita. Saat ini Anas telah ditahan dan kasus terus bergulir, namun biarkan Monas tetap pada fungsinya. Monas bukan tempat untuk gantung Anas atau gantung siapapun. Monas bukan tempat untuk eksekusi hukuman bagi siapapun. Monas harus tetap pada fungsi dan peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau sekaligus sebagai ruang publik. Ruang yang semakin hari terasa semakin sulit ditemui. Tidak usah heran, berdasarkan data yang ada, saat ini Jakarta hanya memiliki ruang terbuka hijau seluas 9,8% dari total luas Jakarta. Untuk mencapai besaran 16 % seperti yang diamanatkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta, masih diperlukan tambahan 6 % ruang terbuka hijau. Jakarta masih memerlukan upaya yang sangat keras untuk menggapai angka tersebut. Sebagai gambaran, dengan total luas wilayah DKI Jakarta 661,52 km2, setiap tambahan 1% RTH, dibutuhkan lahan seluas 6,6 km2. Bahkan jika mengikuti aturan yang tercantum dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, seharusnya ruang terbuka hijau yang disediakan 30 %, yang terdiri dari 20 % RTH publik dan 10 % RTH privat. Artinya, PR Jakarta masih jauh lebih berat lagi. Jakarta harus berupaya untuk menyediakan ruang terbuka hijau yang lebih luas lagi. Sabtu pagi yang lalu, menyempatkan diri untuk berolah raga, sekedar joging di seputar Monas. Jakarta sedang dalam cuaca yang sangat cerah. Lalu lintas di Sabtu pagi belum terlalu menggeliat. Mungkin warga Jakarta sebagian masih terlelap dalam tidurnya, menyambut libur panjang akhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H