Perawakannya kecil, cenderung kurus, dengan warna kulit kecoklatan tanda seringnya terbakar mentari. Tingginya tidak lebih dari 165 cm. Rambut dibiarkan tak tersisir rapi. Kumis dan janggut tipis seakan menempel seadanya. Mungkin juga karena tidak sempat dicukur. Beliau memiliki gaya bicara cukup lugas walau terkadang rentetan kalimatnya sulit untuk dipahami secara langsung. Sesekali logat bicara khas orang Bugis muncul ke permukaan. Sering kita harus menajamkan telinga, untuk menyimak dengan baik maksud kalimatnya. Ada satu kata yang dapat menggambarkan tampilannya secara keseluruhan. Sederhana. Kesederhanaan yang sangat bersahaja. Namun dibalik kesederhanaannya, terdapat kekuatan, tekad, dan kemampuan yang luar biasa. [caption id="attachment_2402" align="aligncenter" width="201" caption="Mohammad Idris, Kepala Desa Bone-Bone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan"][/caption] Itulah sekilas gambaran umum sosok Pak Idris, seorang mantan Kepala Desa Bone-Bone, sebuah desa yang terletak nun jauh di Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan. Beliau saat ini dapat dikatakan “mantan Kepala Desa”, karena sejak Bulan April 2014, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Desa. Beliau mengundurkan diri karena merasa tertantang untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Enrekang dan ternyata situasi politik tidak terlalu berpihak padanya. Beliau gagal meraih kursi DPRD namun hingga saat ini tetap diakui sebagai salah satu tokoh masyarakat di Desa Bone-Bone. Salah satu tokoh yang tetap menjadi motor penggerak inovasi bagi pembangunan di desanya. Skalanya memang masih lokal, namun gaungnya sudah mendunia. Layak untuk menjadi inspirasi bagi belahan dunia lainnya. Lalu pertanyaannya, “Apa yang menyebabkan namanya mendunia?”, “Kiprah apa yang beliau lakukan sehingga menjadikannya seperti selebriti yang diundang ke sana ke mari?”, “Apa hebatnya Pak Idris?”. Sudahlah…. Simak saja terus tulisannya…. Pak Idris hanya seorang Kepala Desa, bahkan sekarang hanya seorang mantan Kepala Desa dari sebuah desa kecil yang terletak di lokasi yang belum tentu semua mengenalnya, belum tentu semua pernah ke sana. Desa Bone-Bone, merupakan sebuah desa pegunungan yang dapat dijangkau sekitar 250 km atau 7 jam perjalanan darat dari Kota Makassar ke arah Utara. Dari desa inilah Pak Idris mewujudkan mimpi-mimpinya. Mimpi untuk mengantarkan desanya menuju ke arah yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih ramah pada lingkungan. Yang dibutuhkannya bukan segala macam teori yang njelimet. Beliau cukup menerapkan aturan yang telah disepakati dan dituangkan dalam Peraturan Desanya. Yang terpenting, berani menegakkan aturannya serta berani menerapkan sanksinya. [caption id="attachment_2401" align="aligncenter" width="300" caption="Desa Bone-Bone, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan. Sumber foto: http://www.mugniar.com/2013/"]
Desa Bone-Bone, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan
[/caption] Desa Bebas Asap Rokok Mimpinya yang pertama adalah menjadikan desanya sebagai desa yang bebas asap rokok. Sebuah mimpi dan gagasan sederhana yang ternyata dalam mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan kesungguhan dan ketegasan dalam menegakkan aturan. Aturan tidak hanya diterapkan bagi penduduk desanya, tapi juga berlaku bagi para tamu pendatang. Walau terkesan sederhana, untuk menegakkannya dibutuhkan keberanian dan ketegasan. Hasilnya patut diacungi jempol. Desa Bone-Bone diakui menjadi desa pertama di dunia yang bebas asap rokok. Di Desa Bone-Bone, tidak hanya berlaku larangan merokok, tapi juga larangan untuk menyimpan dan menjual rokok. Jika aturan tersebut dilanggar, sanksinya tidak main-main. Sanksi denda uang serta sanksi kerja sosial membersihkan mesjid atau sarana umum lainnya harus dijalani para pelakunya. Pak Idris telah memulai kampanye anti rokok di desanya saat beliau menjadi Kepala Dusun, sekitar tahun 2001. Semua bermula dari keprihatinannya terhadap warga desanya yang banyak terkena sakit paru-paru serta keprihatinannya terhadap kaum muda dan anak-anak yang mulai terbiasa merokok. Selain itu, beliau juga merasa prihatin terhadap kenyataan bahwa sebagian masyarakat di desanya mampu untuk membeli rokok namun tidak mampu menyekolahkan dan membeli buku untuk anak-anaknya. Upaya untuk mewujudkan mimpinya tidak berjalan mulus. Banyak kendala dan rintangan yang menghadang. Namun, Bapak delapan orang anak lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alaudin Makassar ini tidak patah arang. Pola pendekatan persuasif terus ia jalankan. Pak Idris berupaya mendekati tokoh-tokoh masyarakat dan tetua desa untuk menjelaskan bahaya merokok bagi kesehatan. Selain itu beliau juga berhasil mengubah budaya masyarakat desanya untuk tidak membiasakan menyediakan rokok sebagai suguhan kepada tamu atau pada setiap undangan hajatan. Akhirnya, upaya Pak Idris membuahkan hasil. Sekitar tahun 2005, desanya berhasil terbebas dari asap rokok. Aturan Lainnya Dalam perjalanannya, tidak hanya penerapan bebas asap rokok saja yang dilakukan. Desa Bone-Bone menerapkan pula aturan pelarangan membawa/memasukkan/memakan makanan yang mengandung bahan pengawet dan zat pewarna di wilayah desanya. Bagi yang melanggarnya, akan dikenakan sanksi, mulai dari memasakkan bubur kacang hijau untuk dibagikan kepada anak-anak, hingga sanksi denda berupa uang. Diterapkan pula larangan membawa ayam ras atau ayam negeri ke dalam wilayah desa. Di wilayah Desa Bone-Bone hanya diijinkan untuk membawa/memelihara ayam kampung. Desa Bone-Bone sekarang menjelma menjadi Desa Hijau, atau desa yang telah menerapkan prinsip-prinsip yang sehat dan ramah terhadap lingkungan. Ada satu aturan unik yang juga diterapkan dalam Peraturan Desa Bone-Bone, yaitu kewajiban bagi setiap calon pengantin untuk menanam lima hingga 10 batang pohon untuk mendapatkan surat pengantar ijin menikah dari desa. Pengakuan untuk Bone-Bone Pengakuan terhadap Desa Bone-Bone sebagai desa bebas asap rokok pertama di Indonesia dan di Dunia, serta sebagai Desa Hijau yang telah menerapkan prinsip-prinsip desa yang sehat dan ramah terhadap lingkungan datang dari berbagai pihak. Desa Bone-Bone mendadak dikenal oleh dunia luar dan banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan. Desa kecil yang memang memiliki pemandangan alam yang indah ini sudah mulai dikenal dunia luar. Pak Idris, sang pembawa perubahan pun seakan mendadak menjadi selebriti, diundang ke sana ke mari. Sosok sederhana ini laris diundang baik sebagai narasumber maupun sekedar berbagi kisah suksesnya di hadapan berbagai kalangan. Penghargaan berupa PIN Emas dari Menteri Kesehatan RI telah beliau terima. Tak ketinggalan, Desa Bone-Bone pun terpilih sebagai juara lomba desa tingkat Nasional tahun 2012. Pak Idris semakin laku diundang. Beragam acara TV seakan berlomba untuk mendapuk Pak Idris sebagai bintang tamunya, seperti pada acara Mata Najwa, Kick Andy, Liputan 6, Jejak Petualang, maupun beberapa acara TV lainnya. Bahkan undangan untuk menjadi narasumber di luar negeri pun telah beliau lakoni. Tak kurang dari Pemerintah China telah mengundangnya untuk berbagi pengalaman. Kebetulan baru-baru ini saya berkesempatan untuk bertemu dan memandu beliau selaku narasumber pada salah satu forum untuk berbagi pengalaman dalam menegakkan aturan di desanya. [caption id="attachment_2403" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama Pak Idris"]
[/caption] Apapun bentuk pengakuan untuk Desa Bone-Bone dirasa sangat pantas. Desa Bone-Bone merupakan salah satu contoh desa yang dapat menjadi kebanggaan Indonesia dan dapat memberikan inspirasi bagi desa-desa lainnya. Setidaknya, telah ada dua desa yang juga menerapkan aturan bebas rokok seperti Desa Bone-Bone. Kiprah Pak Idris tidak berhenti di sana. Saat ini, beliau tengah giat mempromosikan produk unggulan desanya, yaitu kopi Enrekang. Ternyata, Kopi Toraja yang sudah mendunia itu sebagian besar merupakan hasil produksi dari Kabupaten Enrekang. Desa Bone-Bone yang memiliki luas sekitar 800 Ha didominasi dengan tanaman kopi dengan kualitas tinggi. Satu hal yang dapat dipetik dari kisah Pak Idris. Teringat kata-kata bijak yang mengatakan, “Kita tidak perlu menjadi matahari untuk dapat menyinari dunia. Cukup jadilah lilin kecil yang mampu menyinari lingkungan sekitar kita sebagai tahap awal”. Tak perlu memiliki kekuatan yang besar untuk melakukan sesuatu yang berguna. Mulailah dari hal yang kecil dengan lingkup yang kecil. Niscaya, jika dilakukan secara konsisten dan bertahap, hasilnya akan luar biasa. Selamat malam. Salam. (Del)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya