Mohon tunggu...
Deliana Setia
Deliana Setia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

I'm just an ordinary person, living this beautiful life that God gave me www.kitadankota.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hidup dan Tantangan

16 Agustus 2014   12:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1408141224741519427

[caption id="attachment_319461" align="aligncenter" width="300" caption="Hidup dan Tantangan. Sumber ilustrasi : http://www.swintonfitzwilliam.org/?p=7741"][/caption]

Mentari mulai condong ke Barat tanda sore telah menjelang. Tersadar untuk segera beranjak dan bergegas untuk pulang walau yakin seyakin-yakinnya, jalanan Jakarta pasti sudah menampakkan kekuasaannya. Berbagai moda transportasi sudah tumpah ruah di jalanan. Lebih dari jam-jam sebelumnya. Dari kejauhan seseorang berusaha berteriak dan memanggil, “Mbak Del….!”.

Langkah terhenti sejenak dan menoleh, mencari sosok empunya teriakan. Dia berusaha mempercepat gerakan langkahnya untuk mendekat. Kejadian selanjutnya sudah bisa ditebak. Sama-sama excited, cipika-cipiki, saling bertanya kabar, dan putuskan untuk melanjutkan obrolan di satu tempat yang lebih nyaman. Sekedar obrolan ringan sambil menunggu jalanan Jakarta sedikit terurai.

Sudah lama tidak bertemu dan tidak saling bertukar kabar, walau belum bisa dikatakan hitungan tahun. Masih hitungan bulan. Tetap saja rasanya bahan-bahan obrolan dan cerita sudah menumpuk dan membutuhkan penuangan. Bisa dikatakan, seorang teman atau sahabat, merupakan tempat untuk saling mencurahkan ganjalan di hati, atau sekedar menceritakan kejadian-kejadian di lingkungan sekitar. Bisa lingkungan kerja maupun keluarga.

Ada yang berbeda dari penampilan teman saya satu ini. Sesore itu, riasan wajahnya masih utuh mewarnai. Atau mungkin sempat diperbaiki sebelum beranjak pulang? Wajahnya tampak lebih halus dan rambutnya lebih tertata. Kulitnya tampak lebih putih. Secara keseluruhan, tampilannya lebih rapi dan segar. Tulus, saya cetuskan pujian.

Obrolan berlanjut. Beberapa bulan lalu, ketika terjadi rotasi, dia berpindah ke bagian lain, walau masih dalam lingkup kantor yang sama. Banyak hal yang berbeda. Dari celotehannya, saya bisa tahu bahwa sekarang, di lingkungan pekerjaannya yang baru dia memiliki lebih banyak waktu luang. Mungkin lebih tepat, tidak banyak yang harus dikerjakan. Pantas saja bisa menonton DVD banyak sekali film. Bahkan berseri-seri. Sesuatu yang rasanya tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Kalaupun menonton, paling satu atau dua.

Tidak banyak pekerjaan yang bisa dia lakukan. Menurut pengakuannya, hidup terasa lebih santai. Dia pun bisa “lebih cuek” terhadap pekerjaan. Masih menurutnya, “Kalau sekarang, yang penting pekerjaan saya sudah selesai, lepas jam kerja, langsung pulang. Kalau ide tidak diterima pimpinan, ya sudah….”.

Sekilas dari luar, tidak ada yang salah dengan kondisinya yang sekarang. Kini dia tampak lebih cantik, lebih segar, lebih dandan, lebih santai, lebih rapi, dan lebih putih. Saya turut senang. Dia tampak lebih “perempuan” dari biasanya. Pekerjaannya mungkin jauh lebih santai dibandingkan dulu. Sekarang dia tidak lagi harus berjibaku dengan kegiatan-kegiatan yang menguras energi dan membutuhkan ide-ide cemerlang. Tetapi, rasanya ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Saya merasa kehilangan teman yang dulu saya kenal. Kehilangan sosok yang dulu begitu enerjik, penuh semangat, penuh tantangan, optimis, ceria, dan penuh dengan ide-ide cemerlang, yang terkadang muncul pada saat dia dalam tekanan. Tak ada lagi binar antusiasme pada bola matanya. Tak ada lagi kobar semangat dalam dirinya. Keceriaan yang ditawarkan terasa berbeda. Semuanya terasa datar. Tanpa warna.

Lalu, apa masalahnya? Toh tidak ada salahnya juga kalau dia sekarang memiliki keinginan untuk “lebih menikmati hidup”. Kok jadi kesannya saya yang kepo? Mungkin ini hidup yang ingin dia pilih dan jalani. Hidup dengan tenang, tanpa gejolak, datar, jauh dari hiruk pikuk kesibukan, tanpa tantangan, dan dia terlena. Ya… dia telah terlena dan saya ingin dia bangkit kembali. Kembali penuh semangat. Kembali ceria dan mau menghadapi tantangan. Yang paling penting, tetap menjadi berkat di manapun dia ditempatkan. Tetap berkarya dengan sepenuh hati. Dan dia terhenyak serta tersadar.

Terkadang tantangan dalam hidup sangat diperlukan untuk mewarnai dan menumbuhkan semangat dalam diri. Menjadikan hidup lebih berwarna, tidak terasa hampa. Menyerah pada keadaan, tidak cukup. Menjadi lebih cantik dan merawat diri tetap dapat dipertahankan tanpa harus kehilangan semangat diri.  Keberadaan sebuah tantangan dirasa vital bagi setiap individu yang merindukan hidup yang berkualitas. Mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik setelah berhasil menghadapi satu tantangan dan bersiap untuk menyikapi tantangan lainnya. Jadikan tantangan sebagai tangga yang dapat membawa kita pada peningkatan kualitas diri. Untuk menjadi lebih baik. Salam. (Del)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun