Mohon tunggu...
Delia 99
Delia 99 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Hobby menulis di dunia online sejak 2008

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tuhan yang Tak Maha Kuasa, Tuhan Macam Begini Sungguh Konyol

19 Juni 2023   21:15 Diperbarui: 19 Juni 2023   21:24 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita masih bisa menyaksikan manusia menyembah pohon atau batu. Atau, menyembah sesuatu yang tak terlihat, yang ia yakini ada di pohon atau batu itu. Kita bisa mempertanyakan, kenapa dia menyembah batu? Padahal batu itu bisa dipecahkan. Pohon juga bisa ditebang.

Jawabannya sederhana: karena ia diajari begitu. Untuk manusia zaman modern, hanya itu satu-satunya penjelasan. Penjelasan itu masuk akal, sesuai dengan ilmu saraf (neuroscience). Manusia sangat sulit meninggalkan hal-hal yang diajarkan padanya sejak ia masih kecil.

Dari mana sumber ajaran penyembahan pohon itu? Dari zaman dulu, ketika manusia tidak paham mekanisme alam. Segala sesuatu tampak serba mengagumkan di mata manusia yang kala itu masih sangat lemah. Segala sesuatu di luar dirinya sendiri tampak hebat belaka. Manusia mempercayai adanya kekuatan-kekuatan hebat di luar dirinya. Itulah yang ia puja.
Ketika kelak manusia mengenal api, maka api pun dijadikan sesembahan.

Yang disembah manusia pada awalnya adalah hal-hal yang sederhana. Di masa itu belum ada konsep Tuhan  yang maha kuasa. Manusia tidak berpikir tentang sosok pencipta. Dalam sudut pandang tertentu bisa dikatakan bahwa saat itu sebenarnya belum ada konsep Tuhan.

Gagasan bahwa alam ini diciptakan oleh sesuatu yang maha hebat, maha kuasa, itu adalah gagasan yang datang jauh di kemudian hari.

Itu di dahului dengan periode ketika manusia mulai mengamati langit dan mengenal benda-benda yang mereka sebut bintang-bintang. Manusia mulai meyakini adanya dewa-dewa, yang kekuasaannya jauh lebih besar ketimbang urusan pohon, batu, bahkan gunung. Tempat keberadaanya pun makin abstrak, dunia bintang yang sama sekali tidak pernah dilihat oleh manusia.

Pada fase itu pun sebenarnya Tuhan tidak didefinisikan sebagai penguasa tunggal. Tuhan (dewa) hanya dianggap sebagai sesuatu yang punya kekuatan jauh melebihi manusia. Tapi masih ada Tuhan lain yang punya kekuatan setara. Bahkan Tuhan pun digambarkan punya sejumlah keterbatasan. Tentu saja Tuhan masihs sangat mirip manusia, bisa punya pasangan dan punya anak.

Bagi penganut monoteisme, Tuhan macam begini sungguh konyol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun