Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mempengaruhi beragam hal, utamanya dalam bidang budaya. Pesatnya perkembangan zaman yang diiringi oleh munculnya globalisasi semakin memperkuat pergeseran dalam nilai-nilai budaya. Globalisasi yang didukung dengan perkembangan teknologi semakin hari semakin membuat beberapa kalangan menjadi gelisah. Pertemuan antara budaya lokal dengan budaya global dianggap menjadi salah satu tantangan bagi masyarakat masa kini dengan kekhawatiran adanya ketidakseimbangan budaya yang diminati oleh masyarakat saat ini.Â
Selain berpengaruh kepada nilai sosial budaya, perkembangan teknologi dan globalisasi juga memiliki dampak terhadap kepemimpinan pada suatu negara maupun organisasi. Salah satu permasalahan kepemimpinan yang timbul akibat globalisasi dan perkembangan teknologi adalah krisis kepemimpinian. Krisis kepemipinan disini merujuk terhadap beberapa krisis yang bersifat multidimensional di negara Indonesia sendiri yang meliputi krisis moral, krisis budaya, krisis ekonomi, dan krisis hukum. Krisis kepemimpinan di Indonesia sendiri bukanlah hal yang baru, krisis ini sudah menjadi permasalahan yang terjadi dengan kurun waktu yang tidak sebentar.Â
Krisis kepemimpinan bisa terjadi akibat adanya tuntutan yang berasal dari berbagai pihak baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Peran pemimpin dalam menjalankan sebuah organisasi menjadi suatu hal yang sangat penting, utamanya dalam memimpin pemerintahan. Kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin sangat dibutuhkan oleh suatu organisasi maupun pemerintahan demi menjalankan tugasnya dalam berhubungan dengan internalnya maupun eksternal agar tujuan yang dimiliki dapat tercapai utamanya dalam bidang sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan beberapa bidang lain. Kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin merupakan suatu hal yang sangat penting dalam eksistensi suatu organisasi, utamanya dalam organisasi pemerintahan yang melibatkan masyarakat didalamnya.
     Namun jika meninjau permasalahan di lapangan, Indonesia masih mengalami krisis kepemimpinan yang berlangsung sudah cukup lama (Triyono, 2017). Krisis kepemimpinan di Indonesia sendiri terjadi akibat beberapa hal seperti yang pertama terdapat stigma atau model kepemimpinan yang diciptakan oleh masyarakat secara tersendiri yang tidak dapat dianggap benar, yang kedua belum terciptanya konsep kepemimpinan yang paten di Indonesia sehingga muncul beberapa tokoh yang mempengaruhi kepemimpinan yang sedang berlangsung. Beberapa faktor ini juga dipengaruhi oleh adanya beberapa golongan yang dianggap elit di Indonesia dimana mereka dianggap belum sepenuhnya mengaplikasikan budaya demokrasi, sportivitas dan belum berorientasi kepada prestasi (Sugiyanto & Ruknan, 2020) Permasalahan yang muncul akibat adanya kepemimpinan yang tidak sesuai berdampak pada beberapa hal secara signifikan.Â
Salah satu dampak dari permasalahan kepemimpinan di Indonesia adalah dengan adanya kasus korupsi dengan tingkatan cukup tinggi. Mirisnya, kasus korupsi menjadi suatu hal yang dianggap lumrah terjadi di Indonesia. Budaya ini tercipta akibat pemimpin tidak memiliki orientasi dan ketegasan yang tepat dalam menangani kasus korupsi ini. Ketika pemimpin tidak memiliki orientasi untuk menciptakan good and clear government (keadaan yang membuat masyarakat menjadi salah satu komponen politik memiliki hak terhadap para pemimpin yang memerintah suatu negara).
Ditinjau lebih lanjut, permasalahan ini muncul akibat adanya beberapa pemimpin baik negara maupun pemerintahan daerah yang kurang dalam memperjuangkan aspirasi dari masyarakat. Para pemimpin memiliki kecenderungan untuk mengambil keuntungan dengan jumlah fantastis dari masyarakatnya daripada berusaha untuk memperjuangkan hak yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat. Adanya permasalahan dalam kepemimpinan yang dimiliki oleh beberapa pemimpin di negara ini perlu menjadi perhatian khusus bagi masyarakat karena jika hal ini terjadi terus menerus akan memiliki dampak yang cukup intensif bagi negara ini sendiri yang mengakibatkan adanya ketidakstabilan dalam seluruh bidang yang ada di pemerintahan (Nurcahyo & Kiswati, 2018). Â
     Kepemimpinan di Indonesia sendiri sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Salah satu kepemimpinan yang cukup dikenal banyak orang sebelum kemerdekaan adalah kepemimpinan yang terjadi di pulau Jawa. Kepemimpinan di Pulau Jawa menarik banyak perhatian akibat budaya dan adat yang dijalaninya. Dalam kepemimpinan Jawa, pemimpin disebut dengan nama Raja. Penempatan nama Raja disini dengan mengikuti pandangan dari falsafah Jawa yang beranggapan bahwa pemimpin merupakan titisan atau wakil dari dewa. Raja juga dapat diartikan sebagai seorang pemimpin yang bertugas untuk mewakili Tuhan dalam upaya untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan sejahtera antara 3 elemen yaitu Tuhan, alam dan maunisa (Triyono, 2017).
 Kepemimpinan dalam adat atau budaya Jawa layak dijadikan panutan akibat keteladanan yang dilakukan oleh para pemimpinnya selama menjabat sebagai Raja di tanah Jawa sendiri. Kepemimpinan di budaya Jawa diajarkan dalam beberapa jenis, salah satunya yaitu ajaran kepemimpinan yang dijelaskan pada Serat Wedhatama. Dalam Serat Wedhatama, ajaran mengenai kepemimpinan merujuk pada kepemimpinan yang diajarkan oleh Penembahan Senapati, yaitu salah satu Raja Kerajaan Mataram. Kepemipinan Penambahan Senapati sangat layak dijadikan sebagai panutan karena beberapa hal, yang pertama Panembahan Senapati memiliki kepribadian yang baik, berperilaku utama, lalu yang kedua Panembahan Senapati memiliki tekad yang sangat kuat dalam memimpin kerajaannya, yang ketiga Panembahan Senapati merupakan pribadi yang sederhana, serta memiliki kemampuan untuk membuat suasana orang lain di sekitarnya menjadi tentram, lalu yang terakhir Panembahan Senapati memiliki ambisi yang cukup tinggi untuk terus berkarya (Prasetyo et al., 2019).
     Kepemimpinan yang diterapkan oleh para pemimpin Jawa dapat dijadikan panutan bagi para pemimpin saat ini agar dapat mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang dinilai dapat terjadi akibat adanya krisis kepemimpinan. Karya Sastra Jawa Serat Wedhatama merupakan salah satu karya sastra yang memuat mengenai beberapa ajaran kepemimpinan dalam budaya Jawa yang diciptakan oleh KGPAA Mangkunegara IV. Dalam ajaran Serat Wedhatama, kepemimpinan mengharuskan seorang pemimpin untuk dapat berpegang teguh terhadap aturan dan warisan leluhur hal ini disebut dengan Wirya-artawinasis. Wirya memiliki arti kekuasaan atau keluhuran, sedangkan arta adalah harta dan winasis adalah ilmu pengetahuan. Jadi Wirya-artawinasis merupakan sebuah ilmu pengetahuan mengenai kekuasan dan harta yang harus dipelajari oleh seorang pemimpin.Â
Menurut ajaran Serat Wedhatama, sebagai seorang pemimpin hendaknya ketiga pedoman wirya, arta dan winasis harus tercapai. Jika ketiga hal tersebut tidak tercapai, maka hidup dan harga dirinya sebagai manusia akan habis dan akan menjadi sengsara. Selain itu ajaran-ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama dapat dijadikan role model kehidupan individu di masa saat ini agar dapat hidup seimbang ditengah perkembangan globalisasi yang sangat pesat. Ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan tidak hanya dalam kepemimpinan salah satunya yaitu untuk mengembangkan diri individu agar dapat berkembang, dan bersaing di era serba teknologi saat ini agar dapat tetap berdiri teguh dalam keyakinan yang dimilikinya serta tetap mengingat dan mengaplikasikan budaya adat Jawa seperti yang diajarkan dalam Serat Wedhatama. Sebelum memaknai bagaimana ajaran kepemimpinan Serat Wedhatama dapat diaplikasikan dalam kehidupan saat ini, ada baiknya pemahaman mengenai makna kepemimpinan dalam Serat Wedhatama itu dipelajari lebih lanjut. Namun sebelum mengenal akan kepemimpinan yang diajarkan dalam Serat Wedhatama sebaiknya dipahami terlebih dahulu konsep kepemimpinan secara universal sebagai berikut.