Mohon tunggu...
delfa adelia
delfa adelia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Jalan Kaki Tak Lagi Menarik Hati

31 Oktober 2017   22:24 Diperbarui: 1 November 2017   17:37 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Menghadapi kemacetan sudah setiap hari dirasakan warga perkotaan, bahkan hal ini sudah seperti santapan wajib yang tak pernah terlewatkan. Bukan hanya perkotaan yang mengalami hal ini, kemacetan juga sering terjadi di beberapa titik di pedesaan, seperti pasar, pusat keramaian, dan lain sebagainya. Kemacetan akan semakin parah pada jam-jam kerja, saat semua orang ramai-ramai berangkat atau pulang dari aktivitasnya. 

Terlambat sedikit saja berangkat, kita pasti akan dihadapkan dengan kemacetan panjang. Tidak jarang pula kemacetan terjadi di waktu dimana seharusnya jalanan bisa terasa lenggang. Entah terjadi karena apa, kemacetan ini seperti tak mungkin bisa dihindari. Pemerintah sudah banyak mencanangkan berbagai program, seperti melakukan perbaikan jalan, perluasan jalan, pengadaan angkutan umum, dan berbagai wacana lainnya untuk mengurai kemacetan. 

Bahkan di setiap kampanye para pemimpin daerah, janji-janji yang paling utama adalah mengatasi kemacetan ini. Tapi semua itu seperti hanya janji di mulut saja. Kenyataanya, sampai saat ini pun kemacetan tak pernah ada habisnya. Justru semakin parah di beberapa daerah, apalagi di titik-titik dimana sedang ada pembangunan infrastruktur, kemacetan seperti tidak ada matinya. Warga yang merasakan kemacetan ini pun semakin gerah, mereka berbondong-bondong menyaalahkan pemerintah. 

Protes, mengungkapkan kekecewaannya, berkali-kali diungkapkan oleh pengguna jalan, terutama pengguna kendaraan pribadi. Seakan dengan protes, kemacetan langsung teratasi. Tapi sadarkah kita tentang kemacetan ini, atau kita memang tak mau tau bahwa kemacetan ini sejatinya kita sendiri yang menciptakan. Sebenarnya jika kita pikirkan lagi, kitalah yang paling besar menjadi penyebab kemacetan. 

Pemerintah hanya sebagai media untuk memberikan fasilitas, sarana dan prasarana bagi kita. Bayangkan saja ketika pemerintah sedang gencar-gencarnya membangun jalan, melebarkan jalan diberbagi tempat, memperbaiki fasilitasnya. Tetapi kenyataanya, kitapun semakin gencar untuk membeli kendaraan bermotor. Jalan yang semakin meluas, dan diimbangi pula dengan pengguna kendaraan yang berlimpah. Masih pantaskan kita selalu menyalahkan pemerintah, padahal kitapun tidak ada tindakan nyata untuk mengurangi hal ini.

Pengguna kendaraan bermotor di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Bahkan menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamin Bukit, pengguna kendaraan bermotor di Jakarta dari tahun 2012 hingga 2013 saja sudah mengalami penambahan sebanyak 9,1%. 

Pada tahun 2012 pengguna kendaraan bermotor sebanyak 13,5 juta sedangkan tahun 2013 sudah naik menjadi 14,9 juta, dan ini didominasi oleh kendaraan roda dua. Ini baru data kenaikan pengguna kendaraan di daerah Jakarta, bisa jadi daerah lain memiliki data pengguna kendaraan yang lebih banyak lagi. Banyak faktor yang menyebabkan orang-orang memilih menggunakan kendaraan pribadi. Faktor utamanya yaitu malas berjalan kaki dan malas menggunakan kendaraan umum. Selain itu kendaraan pribadi juga dinilai masyarakat lebih praktis. 

Tingkat pengguna kendaraan pribadi yang sangat tinggi di Indonesia, membuat Indonesia dinobatkan oleh Universitas Stanford sebagai negara termalas berjalan kaki di dunia. Memang tak dapat dipungkiri hal ini dapat terjadi. Buktinya kitapun untuk pergi ke tempat yang dekat seperti warung misalnya, kita memilih untuk menggunakan sepeda motor karena lebih cepat. Cuaca yang terik di Indonesia menambah semakin banyak orang malas untuk berjalan kaki. Padahal dengan berjalan kaki kita akan memperoleh berbagai manfaat, seperti tubuh menjadi lebih sehat, karena dengan berjalan kaki sama saja dengan kita sedang berolahraga.

Tetapi sebenarnya banyak hal lain yang membuat masyarakat di Indonesia malas berjalan kaki. Contohnya kurang dihargainya pejalan kaki di Indonesia. Buktinya banyak trotoar jalan yang disalah fungsikan. Trotoar kini bukan difungsikan sebagai tempat untuk  pejalan kaki, tapi justru menjadi ladang perekonomian bagi masyarakat. Banyak warung-warung kaki lima yang didirikan di trotoar jalan, yang juga membuat adanya parkir-parkir liar disekitarnya yang membuat jalan semakin sempit dan akhirnya menyebabkan kemacetan. 

Masyarakat pun semakin enggan untuk berjalan kaki karena tidak adanya jalan untuk mereka karena tertutup warung-warung yang didirikan di trotoar jalan. Bahkan terkadang warung-warung ini tidak hanya didirikan di trotoar, tapi bahkan sampai ke jalan raya. Perlu adanya kesadaran warga tentang hal ini, bahwa hal ini sangat menyalahi aturan karena mengubah fungsi fasilitas umum. Juga perlu adanya ketegasan pemerintah dalam memberantas para pedagang yang menyalahi aturan ini, bahkan tak memiliki ijin untuk mendirikan warung ini.

Trotoar Jalan yang Fungsinya Telah Berubah (Dokumen pribadi)
Trotoar Jalan yang Fungsinya Telah Berubah (Dokumen pribadi)
Trotoar juga disalah gunakan oleh para pengendara kendaraan bermotor. Banyak pengendara yang justru melewati trotoar jalan, alasan utama mereka adalah untuk terhindar dari kemacetan. Bahkan banyak juga dari pengendara ini yang justru marah dan tidak terima ketika ditegur oleh para pejalan kaki bahwa aksinya ini melanggar aturan dan membahayakan para pengguna trotoar ini. Ini membuat para pejalan kaki merasa terganggu oleh hal itu. 

Padahal aturan tentang trotoar ini telah tercantum dalam Pasal 106 ayat (2) UU 22/2009, yang menyatakan bahwa pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki. Selain itu dalam PP 33 tahun 2006, pelarangan penggunaan trotoar disebutkan dalam Pasal 34 ayat (4) yang menyatakan bahwa trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Namun kenyataannya, masih banyak yang melanggar aturan ini hanya demi kepentingan pribadi tanpa peduli akan hak-hak orang lain. (Felix Nathaniel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun