Mohon tunggu...
Dela Tiara Putri
Dela Tiara Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, thank you for checking my profile. My name is Dela Tiara Putri, a science education student based in Ponorogo, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zuhud dalam Tasawuf

10 Januari 2023   10:10 Diperbarui: 10 Januari 2023   10:24 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tasawuf adalah salah satu aspek (esoteris) Islam yang merupakan perwujudan dari ihsan, yaitu kesadaran adanya komunikasi dengan Tuhan, seolah-olah ia melihat-Nya dan jika dia tidak mampu membayangkan-Nya, maka orang itu membayangkan bahwa Allah senantiasa melihatnya. 

Seorang muslim wajib mengamalkan ilmu syariat dan batiniah secara beriringan. Jika hanya salah satu, misalnya hanya mengedepankan ilmu syariat saja, maka amalannya tidaklah sempurna. Contohnya ketika sholat, jika hanya mengamalkan ilmu syariat tanpa batiniah, sholatnya pun dinilai kurang sempurna. Karena setiap perbuatan akan berdampak pada hati sehingga perlu ilmu-ilmu batiniah sebagai pelengkap agar tidak mencintai dunia secara berlebihan yang kita kenal sebagai tasawuf. Tasawuf mengajarkan agar tidak terlalu mengutamakan dunia yang mengakibatkan tamak, meskipun itu halal. Di masa sekarang, orang-orang cenderung mengabaikan ilmu batiniah karena merasa belum puas terhadap dunia sehingga mencari harta benda yang berlebihan. 

Dalam tasawuf terdapat maqam (tingkatan), salah satunya adalah zuhud yang diartikan berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayang yang bersifat materil/kemewahan duniawi dengan mengharap suatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kehidupan akhirat. Zuhud menurut Harun Nasution, seorang akademisi Islam adalah

  1. Tuhan bersifat immateri

  2. Tuhan Maha Suci sehingga hanya orang-orang yang suci yang dapat mendekatinya

Zuhud harus ditempuh seorang sufi dalam mendekatkan diri ke Tuhan. Menurut al-Ghazali, zuhud merupakan sesuatu yang tidak terlalu senang jika memiliki dan tidak sedih ketika kehilangannya. 

Zuhud letaknya di hati, tidak dapat diukur. Hasan al-Bashri, seorang cendekiawan muslim membagi zuhud pada dua tingkatan, yakni

  1. Zuhud terhadap barang haram (elementer)

  2. Zuhud terhadap barang halal (lebih tinggi), seperti Hasan tidak terikat makanan, tetapi sedikit makan.

Zuhud merupakan apriori (pengetahuan yang ada sebelum bertemu pengalaman) terhadap dunia dan hanya mementingkan akhirat. Dalam sejarah munculnya aliran-aliran tasawuf di dunia Islam, aliran zuhud boleh dibilang embrio kelahirannya, yang sudah timbul sejak awal abad kedua hijriyah (Maskhuroh et al, 2018). Zuhud bukan pelarian dari dunia nyata, melainkan suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah yang baru yang akan menegakkannya saat menghadapi masalah dan berusaha merealisasikan antara keseimbangan jiwa serta mengambil dunia atau materi secukupnya saja dan tidaklah cinta sama sekali. Hal ini karena kaum sufi memandang bahwa kejahatan dunia ini karena terlalu mencintai dunia sehingga dengan segala cara menguasainya sehingga dapat merusak jiwa dan menimbulkan penyakit hati. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun