Kelapa sawit yang dalam bahasa latinnya Elaeis Guinensis Jacq mempunyai manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Tidak heran banyak investor yang menanamkan modalnya pada komoditas ini. Hal ini juga diiringi luasnya isu negatif yang beredar di lingkup internasional maupun nasional. Tidak sedikit yang mengira tanaman ini beresiko tinggi menimbulkan kebakaran. Di balik itu, sawit merupakan tanaman paling produktif dan produk paling bersaing di antara komiditas lain seperti kedelai, bunga matahari, dan lainnya.
Sawit telah memberikan kontribusi dalam penerimaan pandapatan Negara lebih dari 19 milyar US Dollar dan penerimaan PBB lebih dari 300 trilyun. Manfaatnya selain sebagai bahan baku minyak goreng, pelumas, bahan campur biodesel, bahan pembuatan mentega, dan pomade, sawit juga digunakan untuk menetralisir rasa pedas, dempul, bahan baku pembuatan pasta gigi, bahan baku pembuatan cat, makanan hewan, kompos, dan pelapis baja dan besi.
Sebelum 11 April 2017 ketika Pemerintah memberikan ISPO kepada 38 perusahaan sawit dan 2 asosiasi petani di JCC, Jakarta, resolusi parlemen Uni Eropa mendiskreditkan Indonesia yang dianggap tidak ramah lingkungan. Namun, pemerintah Indonesia secara tegas menolak resolusi parlemen Uni Eropa [ 4 April 2017]. Momentum tersebut dijadikan kesempatan oleh pemerintah Indonesia untuk mengembangkan produktivitas sawit beserta produk turunannya dengan mengajak para pelaku dan masyarakat luas untuk bersatu meningkatkan nasionalisme dan mendukung perkebunan sawit di tanah air.
Melalui acara Internasional Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil [IC-ISPO] selasa kemarin, Ditjen Perkebunan Bapak Bambang, MM, menuturkan bahwa publik perlu tahu bahwa “tanaman sawit adalah tanaman penyelamat.” Sawit adalah kebutuhan pangan dan energy terbarukan bagi dunia. Sebentar lagi energi fosil akan habis dan dunia akan menggantungkan kebutuhan pangan dan energi dari sawit. Komoditas sun flower [bunga matahari] diambil contoh oleh Bapak Bambang sebagai sumber minyak dan pangan, yang ternyata beresiko lebih tinggi terhadap kerusakan lingkungan daripada tanaman sawit. Sunflower [Helianthus Annuss] merupakan tanaman musiman yang setiap panen harus dibongkar dan dapat merusak tanaman lain dan tanah atau lingkungan sekitarnya, juga beresiko erosi lebih tinggi.
Bicara kebakaran hutan yang ditimbulkan dari tangan-tangan manusia, menyebabkan dampak negative bagi lingkungan dan manusia. Masyarakat di Negara tetangga pun menjadi korban sehingga tidak heran dunia mengklaim Indonesia dengan perkebunan sawitnya tidak ramah lingkungan. Penyebab inilah yang membuat Pemerintah Indonesia bertekad perkebunan sawit mempunyai system sertifikasi berkelanjutan, yang diuji oleh lembaga kepatuhan sertifikasi terakreditasi. Acara Internasional Conference on Indonesian Sustainable Palm Oil [IC-ISPO] pada tanggal 11 April juga termasuk penandatangan komitmen bagi pelaku perkebunan sawit terhadap pengendalian kebakaran ISPO sawit, serta pemberian apresiasi pencegah kebakaran hutan.
Pemerintah berkomitmen mewajibkan ISPO dengan target 10.000 perkebunan sawit dan menjalankan Inpres dan Pilpres tentang restorasi ganbut. IC-ISPO pertama kemarin baru 12 persen memberikan sertifikasi ISPO, untuk ke depannya perkebunan sawit rakyat maupun swasta dapat diberikan 100 persen ISPO.
“Hari ini sebagai momentum agar sawit kita merupakan tanaman yang ramah lingkungan. Mari kita tunjukkan pada dunia, bahwa pelaku sawit Indonesia adalah pelopor dari pencegahan resiko kebakaran,” ujar Ditjen Perkebunan, Bapak Bambang.
Dengan luas perkebunan sawit Indonesia sebesar 11,9 juta hektar, dan 4,7 hektarnya dimiliki oleh perkebunan rakyat punya potensi meningkatkan produktivitas sebesar 5 atau 6 kali menjadi 8 ton per hektar per tahun. Dari perkebunan rakyat saja produktivitas bisa mendapatkan 125 trilyun meski sekarang baru menghasilkan 3 ton per hektar.
Berkali-kali Bapak Bambang mengajak para pelaku juga masyarakat luas untuk mendukung perkebunan sawit Indonesia. Pun, Presiden Jokowi memberikan perhatian serius tentang system berkelanjutan, mengeluarkan bijakan yang memfokuskan kelola tata perkebunan sawit dan pengembangan produk turunan.