Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Problema Petani Sawit: Lahan di Hutan Lindung dan Kesejahteraan Tak Kunjung Datang

10 Juni 2022   15:20 Diperbarui: 10 Juni 2022   15:50 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Asian. Agri - Mitra Petani Sawit Program BPDPKS


Syarat Lahan Sawit Berada di Kawasan Hutan Lindung Bisa Mendapatkan Setifikasi?

Foto: Kementerian KLHK
Foto: Kementerian KLHK

Lahan kurang dari 4 hektar, usia sudah tua, belum ada sertifikat, perlu di-replanting. "Tidak perlu sertifikasi untuk mendapatkan bantuan dari BPDPKS," serunya. Namun, ada perlu dibuktikan penguasaannya, harus lebih dari 20 tahun. Apabila, baru 5 tahun menanam sawit, sebelumnya karet, itu tidak masalah.  Tim vervikasi dari KLHK akan turun lapangan melihat bukti fisik dan menginventaris. Pemerintahan pun dalam hal ini terus memperbaiki sistem untuk memberikan kemudahan kepada petani.

Apakah Petani Sawit Bisa Sejahtera dengan luas Lahan dibawah 1 hektar?

Giliran Agus Rizal, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, menjawab pertanyaan dari paragraf awal di atas. Petani sawit bisa sejahtera apabila mempunyai lahan setidaknya 2 hektar.

Di Jambi, petani swadaya hampir 50%, tidak sedikit yang hanya memiliki lahan seluas 2 hektar. "Kalau hanya 1 hektar, harus ada usaha lain, misal membuka toko, bekerja di sektor transportasi atau koperasi, atau lainnya," ujar Agus Rizal, "bisa juga dengan menanam tumbuhan kayu."

Petani sawit yang sejahtera ada standarnya. Jika hasil produksi mencapai lebih dari 5 juta rupiah per bulan, di atas UMR, maka akan dikenakan pajak penghasilan. Pengenaan pajak inilah yang dikatakan sejahtera.

Selain membuka usaha lain, bermitra dengan pihak swasta, seperti Asian Agri, juga alternatif solusi yang saling menguntungkan kedua pihak. Tunggu ya artikelnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun