Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dampak Positif Bantuan Dana 30 Juta Per Hektar untuk Petani Sawit Swadaya

29 Maret 2022   09:18 Diperbarui: 29 Maret 2022   09:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jelang siang, Setiyono, petani sawit membagikan pengalamannya kepada 257 peserta webinar zoom “Dampak Positif Program PSR, Sarparas dan Pengembangan SDM bagi Petani Sawit”, 22 Maret 2022. Ia bercerita waktu itu, ia menerima dana program BPDPKS, langsung dari Presiden Jokowi.

Dana yang diterimanya, 30 juta per hektar untuk peremajaan sawit tahun 2016, kini telah membuahkan hasil, terlebih ketika periode ketiga Covid-19, justru permintaan global terhadap minyak meningkat tajam—harga CPO yang sebelum Ro7800,00 menjadi Rp18.000,00. Sementara itu, masyarakat Indonesia kesulitan mendapatkan minyak untuk kebutuhan masak. Di satu sisi, petani sawit meningkat pendapatannya, di sisi lainnya, masyarakat meringgis.

Beralih dari situasi sulitnya mendapatkan minyak, tak dipungkiri petani memperoleh manfaat dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Situasi selama ini, petani swadaya belum menggunakan benih berkualitas dan cara perawatan yang masih di bawah standar sehingga hasil penjualan jauh di bawah harga rata-rata. Alfian, Ketua Umum Apkasindo Perjuangan mengatakan, “Selama ini, petani sudah keliru dalam budidaya sawit.”

Adanya program BPDPKS, tanaman yang sudah ditanam diremajakan kembali dan diberikan bibit sawit unggulan. Jika ditanya apakah berdampak atau tidak bagi petani? Jelas berimpak—bibit unggul, pola tanam dan perawatan yang baik, akan meningkatkan produksi dan pendapatan petani sawit. Meski ada juga petani swadaya yang berhasil secara mandiri—dari pembukaan lahan, pemlihan benih dan pupuk, sampai penjualan. Petani yang sekarang punya duit, pergi Umroh, membiayai anak sekolah, beli mobil, dan lainnya,  itu murni hasil jerih payah petani sendiri. Tidak ada bantuan atau dukungan dari pemerintah.

Kembali pada program, sebenarnya, peremajaan sawit (PSR), sarana dan prasarana (Sarparas), dan pengembangan SDM itu saling ketergantungan. Bibit unggul dan pemeliharaan yang baik telah dijlalankan petani, tapi masih ada hambatan lain, yaitu jalanan yang rusak, atau belum aspal, termasuk penerangan, dapat memperlambat penjualan TBS dari perkebunan ke pabrik, koperasi, atau pengempul daerah. Tentu saja, petani jadi terlambat mernerima pendapatannya.

Setiyono dan kawan-kawan yang berada di bawah naungan ASPEKPIR (Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR), Riau, mendapatkan 30 juta Rupiah per hektar, namun angka tersebut masih minim dibandingkan program lain. Alfian mengusulkan bantuan dinaikkan menjadi 60 juta Rupiah. “Kuota buat petani masih kecil, belum seimbang dengan pos dana bio diesel dan lainnya,” sambungnya.

Usulan Alfian tidak lama direspon BPDPKS, Hendra Modjo bilang di Malaysia  tidak ada program seperti ini. Tapi usulan akan disampaikan kepada Komite Pengarah sebab BPDPKS tidak punya kemewahan membuat kebijakan.

Tahun 2019, Apkasindo Perjuangan menerima bantuan Sarparas, namun angka yang telah cair masih minim sekali. Tidak berbeda dengan petani atau asosiasi lain, “Misal kuota anggaran 200 milyar, paling baru berapa persen saja yang cair,” ucap Alfian. Meski begitu, ia dan Setiyono menegaskan bahwa petani membutuhkan pendampingan, masih banyak yang belum paham mekanisme untuk mendapatkan dana bantuan ini. Begitu pula halnya terkait pengembangan sumber daya manusia. Belum ditambah, petani yang tidak suka birokrasi dan belum bisa mendaftar online, apalagi membuat laporan keuangan, ini semua menjadi tantangan sendiri untuk program BPDPKS.

Lantas, Oki, seorang petani sawit milenial bertanya, “Saya dan teman-teman, tidak mempunyai kelompok atau bergabung dalam asosiasi, bagaimana cara mengajukannya?” Ternyata, BPDPKS telah mempersiapkan mekanisme yang tidak perlu lapor ke pusat, tapi cukup mengajukan ke Kabupaten dan mendapatkan verifikasi, yang sistemnya telah terintegrasi dengan pusat. Lain dari itu, BPDPKS juga mempunyai mitra yang dapat mendampingi para petani sawit.

Enam juta lebih petani sawit swadaya belum semuanya melakukan budidaya yang baik. Secara logik, program ini pastilah memberikan manfaat besar bagi petani, apalagi jika bantuan yang diberikan abadi—presiden berganti pun, dana tersebut masih mengalir ke petani-petani sawit swadaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun